Petani garam rakyat di Sidoarjo, Jawa Timur, harus memanen lebih awal akibat cuaca yang tidak menentu.

Salah seorang petani garam asal Kecamatan Sedati, Asmuni, memastikan hasil panen tidak akan lebih baik dibanding tahun lalu akibat anomali cuaca. 

Menurut dia, waktu panen yang lebih cepat berpengaruh pada kualitas garam. 

"Kalau waktu panennya lama itu garamnya bagus, kasar-kasar atau besar-besar. Perbedaannya kalau harinya sedikit garamnya kurang kasar atau kurang bersih," ujarnya  di Sidoarjo, Minggu.

Para petani, kata dia, memulai kerja ketika memasuki bulan kemarau di awal Juni lalu, namun selalu diselimuti mendung, bahkan kerap diguyur hujan. 

Karena itulah petani segera memanennya di akhir Agustus ini karena tidak ingin hasil garamnya rusak.

Terlebih sampai sekarang masih turun hujan, padahal semestinya waktu panen jika cuaca di musim kemarau normal masih kurang sebulan lagi.

Pada lahan garam seluas 1 hektare seperti yang dikelola Asmuni, selama sebulan ke depan bisa memanen sebanyak empat kali. 

Para petani dibayang-bayangi harga jualnya yang anjlok akibat kualitas garam menurun karena panen lebih awal. 

Tahun lalu tengkulak membelinya antara Rp1.400 - 1.550 per kilogram. 

Nyatanya di awal panen garam kali ini, tengkulak justru berani membeli lebih tinggi, yaitu mencapai Rp1.600 per kilogram.

"Sekali panen kadang saya dapat garam sebanyak 100 karung, itu 5 ton. 1 ton harganya Rp1,6 juta," ucap Nurhayati, salah seorang tengkulak yang mengepul hasil panen garam di kawasan tambak Sedati, Sidoarjo.

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022