Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggelar sosialisasi dan focus group discussion (FGD) terkait fungsi, tugas, dan wewenang lembaga tersebut kepada jajaran hakim Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama yang ada di Surabaya.

"Kegiatan sosialisasi dan FGD ini rutin digelar menggandeng hakim di pengadilan tinggi maupun pengadilan negeri di wilayah-wilayah. Ini merupakan kegiatan kelima, setelah sebelumnya di Bandung, Tanjung Karang, Lampung, Denpasar dan kali ini Surabaya," kata Direktur Eksekutif Hukum LPS, Ary Zulfikar di sela kegiatan di Hotel Shangri La Surabaya, Kamis.

Ary menjelaskan fungsi LPS adalah menjamin simpanan dan turut serta menjaga stabilitas sistem perbankan. Dalam menjamin simpanan itu, LPS punya koridor seperti bagaimana persyaratan simpanan yang dijamin.

"Ini juga sosialisasi kepada aparat penegak hukum bahwa kita punya fungsi penjaminan, tapi penjaminan yang dilakukan itu ada persyaratannya. Seperti nasabah yang menyimpan harus tercatat, jika tidak tercatat maka tidak dijamin," katanya.

Persyaratan kedua adalah nasabah yang meminjam tidak melebihi tingkat bunga yang ditetapkan oleh LPS.

Ary memaparkan tingkat bunga penjaminan yang dijamin secara berkala untuk BPR adalah sebesar 6 persen, sementara untuk bank umum sebesar 3,5 persen.

"Sehingga jika ada bank umum di atas itu ya ada risiko tidak dijamin," kata dia.

Di tahun 2021, lanjut Ary, ada delapan BPR yang dilikuidasi dan LPS melakukan penjaminan. Sedangkan dari tahun 2005 hingga 2022 ada 116 BPR yang telah dilikuidasi.

Adapun permasalahan yang dihadapi BPR adalah prudential banking. BPR tersebut memberikan simpanan bunga yang tinggi. Jika bunga simpanan tinggi, memberi pinjaman pun akan tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan debitur, akhirnya macet dan membuat bank bermasalah.

"Inilah yang kami awasi. Di Surabaya ada banyak kasus, baik yang digugat atau menggugat. Oleh karenanya kami memberikan sosialisasi untuk menjelaskan tugas dan wewenang LPS," kata Ary Zulfikar.

Ary Zulfikar menjabarkan selama ini banyak kasus gugatan terjadi di pengadilan tinggi dan pengadilan negeri.

"Sementara kenapa dilakukan kepada hakim di pengadilan agama, karena bank di Indonesia tidak hanya konvensional, tapi juga syariah. Jadi kita harus tahu akad syariah, cara pembayaran,  kalau ada resolusi atas aset bank syariah maka penanganannya sesuai syariah," ucapnya.

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022