Pada 2021 bisa pula disebut sebagai tahun yang cukup berat bagi Bank Indonesia (BI). Jika pada 2020, mesti BI memutar otak untuk menjaga perekonomian tidak jatuh terlalu dalam, maka pada 2021 bank sentral harus bekerja keras mengakselerasi digitalisasi sistem pembayaran.

BI pada 2019 telah meluncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 sebagai arah kebijakan sistem pembayaran BI untuk menavigasi peran industri sistem pembayaran di era ekonomi dan keuangan digital.

Blueprint berisi 5 Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang dilaksanakan oleh lima working group yaitu Open Banking, Sistem Pembayaran Ritel, Sistem Pembayaran Nilai Besar dan Infrastruktur Pasar Keuangan, Data dan Digitalisasi, dan Reformasi Regulasi, Perizinan, dan Pengawasan.

Indonesia adalah negara yang berpotensi besar untuk menyerap arus digitalisasi. Dengan populasi penduduk terbesar keempat di dunia dengan struktur demografis yang didominasi  generasi Y dan Z, Indonesia memiliki segmen konsumen paling prospektif untuk menyerap gelombang digitalisasi. Sebanyak 70,71 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 272 juta, berusia antara 15-64 tahun.

Ekonomi digital Indonesia pada 2021 diproyeksikan mencapai 70 miliar dolar AS atau meningkat signifikan dibandingkan 2020 dan 2019 yang masing-masing 47 miliar dolar AS dan 40 miliar dolar AS. Sedangkan, pada 2025 ekonomi digital akan melesat 146 miliar dolar AS.

Besarnya potensi ekonomi digital membuat Bank Indonesia mau tak mau harus bekerja keras mengakselerasi digitalisasi pembayaran, utamanya inisiatif sistem pembayaran ritel yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.

Inisiatif tersebut akan dicapai melalui pengembangan infrastruktur yang mendukung ketersediaan layanan pembayaran secara real time, seamless, tersedia 24 jam dan 7 hari (24/7) dengan tingkat keamanan dan efisiensi yang tinggi secara end to end.

Harapannya, bisa memberikan layanan pembayaran yang lebih cepat, mudah, murah, dan aman untuk semua orang. Key deliverables pada inisiatif ini meliputi pengembangan BI-FAST, interface pembayaran yang terintegrasi, GPN dan QRIS.
 

QRIS yang melejit

Quick Response Indonesian Standart (QRIS) pertama kali diluncurkan Bank Indonesia pada 17 Agustus 2019 sebagai metode pembayaran melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking. QRIS mulai diimplementasikan secara nasional pada 1 Januari 2020.

Sepanjang 2020, volume transaksi QRIS mencapai 15 juta transaksi dengan nominal sebesar Rp1,11 triliun. Jumlah merchant yang terdaftar sebagai pengguna QRIS mencapai 6,55 juta merchant.

Pada 2021, seiring dengan upaya Bank Indonesia menggenjot penggunaan QRIS, penggunanya per November 2021 melonjak mencapai 13 juta merchant dan melebihi target awal.

"Akseptasi QRIS terus tumbuh positif. Bahkan, perluasan eksosistem QRIS telah melampui target. Tahun 2021 target kita mengakuisisi 12 juta merchant, di November sudah sampai 13 juta pengguna," kata Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Retno Ponco Windarti.

Sementara, Deputi Gubernur BI Sugeng menyampaikan bahwa sejak awal 2021 hingga awal Desember 2021 atau year to date, volume transaksi melalui QRIS mencapai 316 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp23 triliun.

Tak mau berpuas diri pada QRIS skala nasional, BI juga menargetkan QRIS skala internasional atau yang disebut QRIS Antarnegara. Pada Agustus 2021, Bank Indonesia telah meluncurkan pilot project QR cross border yang bekerja sama dengan Bank of Thailand (BOT).

Dengan peluncuran tersebut, wisatawan baik yang berasal dari Indonesia maupun Thailand bisa langsung melakukan pemindaian terhadap QR code yang ada untuk melakukan pembayaran.

"Kami bersama Bank of Thailand mewujudkan mimpi untuk menyambungkan QRIS dengan QR Thailand Standart (Thai QR Payment) untuk bersama memajukan ekonomi tidak hanya untuk Indonesia melainkan juga Thailand," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam peluncuran virtual, Selasa (17/8/2021).

Selanjutnya, Bank Indonesia juga akan memperluas penggunaan QRIS ke Singapura, Malaysia, Filipina, dan Timur Tengah.
 

SNAP

Bertepatan pada perayaan Hari Ulang Tahun Kemerderkaan RI ke-76, Bank Indonesia meluncurkan Standar Nasional Open Application Programming Interface (API) Pembayaran atau SNAP. SNAP mencakup standar teknik dan keamanan, standar data, spesifikasi teknis dan dokumen pedoman tata kelola sistem pembayaran.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut peluncuran SNAP merupakan kado terindah peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-76 karena pengimplementasian sistem tersebut menjadi momentum untuk mengoneksikan dan mengintegrasikan berbagai pelayanan jasa sistem pembayaran sehingga semua layanan sistem pembayaran terintegrasi dalam sistem SNAP.

"Kita sedang menorehkan sejarah, tidak hanya untuk masa sekarang, juga untuk masa yang akan datang," katanya dalam acara peluncuran SNAP, Selasa (17/8/2021).

Standardisasi Open API pembayaran melalui SNAP, lanjut Perry, diharapkan dapat menciptakan industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif.

Open banking menjadi solusi strategis untuk mendorong transformasi digital secara lebih terarah. Bank akan menjadi lebih mampu memanfaatkan peluang inovasi digital. Bank juga akan terdorong untuk memberikan layanan yang lebih berorientasi kepada konsumen (consumer centric), layaknya model bisnis fintech.

Arah kebijakan tersebut sejalan dengan perkembangan di negara-negara lain yang terlebih dahulu mengadopsi konsep open banking. Standardisasi akan mencakup aspek-aspek yang secara best practice juga ditempuh banyak negara guna mendorong ekosistem digital yang sehat.
 

BI-FAST

Tak berhenti sampai SNAP, Bank Indonesia kembali meluncurkan inovasi terbarunya pada Selasa (21/12/2021) yang diberi nama Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST).

BI-FAST merupakan infrastruktur sistem pembayaran ritel nasional yang dapat memfasilitasi pembayaran ritel secara real-time, aman, efisien, dan tersedia setiap saat (24/7). Tujuan utamanya untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan transfer dana yang lebih efisien, cepat (real-time), dan tersedia setiap saat.

Hal tersebut lantaran, ketersediaan layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat karena dibatasi oleh waktu layanan (sesuai window time) dan dana efektif yang belum real-time serta keterbatasan kanal pembayaran yang pada akhirnya mengurangi kenyamanan masyarakat dalam bertransaksi secara non tunai.

Meski memiliki banyak keunggulan, Bank Indonesia menetapkan skema harga yang lebih murah. Harga dari BI ke Peserta sebesar Rp19 per transaksi dan harga dari Peserta ke Nasabah maksimal Rp2.500 per transaksi. Besaran biaya transaksi tersebut masih memiliki kemungkinan untuk diturunkan secara bertahap sesuai evaluasi yang dilakukan secara berkala.

Pada saat peluncuran sebanyak 21 perbankan telah siap menyediakan layanan BI-FAST dan selanjutnya pada minggu ke-4 Januari 2022 akan diluncurkan kembali untuk bank maupun non bank lainnya.

"Kami mengharapkan seluruh pelaku industri sistem pembayaran akan bergabung dan memanfaatkan BI-FAST ini untuk mampu melayani kebutuhan masyarakat lebih baik, untuk NKRI, secara bertahap tergantung kesiapan masing-masing peserta," kata Perry Warjiyo dalam Peluncuran BI-FAST secara daring, Selasa (21/12/2021). (*)

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021