Manajemen RSUD Gambiran, Kota Kediri, Jawa Timur, menambah fasilitas untuk tes pendengaran pada anak yang bernama Otoacoustic Emission (OAE) dan BERA/ASSR, sebagai upaya mengetahui ada atau tidaknya gangguan pendengaran pada anak termasuk tuli.
Bagian THT-KL RSUD Gambiran Kota Kediri Elida Mustika Ningtyas mengemukakan OAE merupakan alat untuk menilai fungsi sel-sel rambut luar koklea (Outer Hair Cell) secara obyektif. Sedangkan tes BERA/ABR merupakan tes pendengaran yang bersifat subyektif dan menghasilkan informasi lengkap, dengan memeriksa respons elektrofisiologi saraf pendengaran sampai batang otak melalui rangsang bunyi.
"Ini adalah alat untuk mendeteksi secara dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Sebab, terkadang gangguan ini tidak terdeteksi melalui pemeriksaan gangguan pendengaran biasa," kata Elida di Kediri, Jumat.
Menurut dia, seluruh bayi yang baru lahir dalam waktu 1 X 24 jam sudah bisa menjalani skrining pendengaran. Langkah ini diperlukan untuk mendeteksi secara dini adanya tuli kognital atau tuli bawaan sejak lahir.
"Biasanya orang tua abai dengan ini, sementara tidak seluruh rumah sakit dilengkapi alat pendeteksi tuli anak," ujar Elida.
Ia menambahkan dengan melakukan pemeriksaan sedini mungkin, orang tua sudah bisa mengetahui apakah bayi yang baru lahir mengalami gangguan pendengaran atau tidak. Bila ditemukan adanya gangguan, langsung dilakukan intervensi.
Ia juga menjelaskan terkait sistem kerja alat tersebut. Alat ini bisa bekerja secara optimal bila saat pemeriksaan pasien dalam keadaan tertidur pulas. Alat ini juga benar-benar objektif dengan mendeteksi sistem saraf pada anak.
"Jadi, malam sebelumnya anak dibuat tidur semalam mungkin, dan sepagi mungkin sudah dibangunkan. Tujuannya sampai di sini (rumah sakit) anak dalam keadaan ngantuk," kata dia.
Selama ini, kata dia, Poli THT RSUD Gambiran Kota Kediri telah banyak menangani kasus gangguan pendengaran pada anak menggunakan alat tersebut. Kebanyakan kasus yang diterima merupakan rujukan dari poli anak.
Anak yang mengalami gangguan pendengaran biasanya langsung dilakukan intervensi, baik berupa pemasangan alat bantu dengar atau tindakan operasi. Jika anak tidak mengalami gangguan pendengaran, tetapi mengalami gangguan berbicara, akan dikonsultasikan kepada terapi wicara dan psikolog.
RSUD Gambiran Kediri juga sering menjadi rujukan pasien dari luar daerah, karena tidak semua rumah sakit memiliki alat OAE dan BERA/ASSR. Namun, proses skrining cukup membutuhkan waktu. Pelayanan skrining hanya bisa dilakukan kepada 1-2 pasien setiap hari.
Elida juga berharap kepada masyarakat untuk sadar secara dini mengetahui gangguan pendengaran pada buah hatinya, terutama bagi orang tua bayi yang mengalami risiko tinggi kehamilan, seperti hipertensi dan gangguan penyakit lainnya.
"Bagi ibu hamil risiko tinggi selama kehamilan atau bayi lahir dalam keadaan kuning serta berat badan rendah segera lakukan dideteksi gangguan pendengaran," kata Elida. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Bagian THT-KL RSUD Gambiran Kota Kediri Elida Mustika Ningtyas mengemukakan OAE merupakan alat untuk menilai fungsi sel-sel rambut luar koklea (Outer Hair Cell) secara obyektif. Sedangkan tes BERA/ABR merupakan tes pendengaran yang bersifat subyektif dan menghasilkan informasi lengkap, dengan memeriksa respons elektrofisiologi saraf pendengaran sampai batang otak melalui rangsang bunyi.
"Ini adalah alat untuk mendeteksi secara dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Sebab, terkadang gangguan ini tidak terdeteksi melalui pemeriksaan gangguan pendengaran biasa," kata Elida di Kediri, Jumat.
Menurut dia, seluruh bayi yang baru lahir dalam waktu 1 X 24 jam sudah bisa menjalani skrining pendengaran. Langkah ini diperlukan untuk mendeteksi secara dini adanya tuli kognital atau tuli bawaan sejak lahir.
"Biasanya orang tua abai dengan ini, sementara tidak seluruh rumah sakit dilengkapi alat pendeteksi tuli anak," ujar Elida.
Ia menambahkan dengan melakukan pemeriksaan sedini mungkin, orang tua sudah bisa mengetahui apakah bayi yang baru lahir mengalami gangguan pendengaran atau tidak. Bila ditemukan adanya gangguan, langsung dilakukan intervensi.
Ia juga menjelaskan terkait sistem kerja alat tersebut. Alat ini bisa bekerja secara optimal bila saat pemeriksaan pasien dalam keadaan tertidur pulas. Alat ini juga benar-benar objektif dengan mendeteksi sistem saraf pada anak.
"Jadi, malam sebelumnya anak dibuat tidur semalam mungkin, dan sepagi mungkin sudah dibangunkan. Tujuannya sampai di sini (rumah sakit) anak dalam keadaan ngantuk," kata dia.
Selama ini, kata dia, Poli THT RSUD Gambiran Kota Kediri telah banyak menangani kasus gangguan pendengaran pada anak menggunakan alat tersebut. Kebanyakan kasus yang diterima merupakan rujukan dari poli anak.
Anak yang mengalami gangguan pendengaran biasanya langsung dilakukan intervensi, baik berupa pemasangan alat bantu dengar atau tindakan operasi. Jika anak tidak mengalami gangguan pendengaran, tetapi mengalami gangguan berbicara, akan dikonsultasikan kepada terapi wicara dan psikolog.
RSUD Gambiran Kediri juga sering menjadi rujukan pasien dari luar daerah, karena tidak semua rumah sakit memiliki alat OAE dan BERA/ASSR. Namun, proses skrining cukup membutuhkan waktu. Pelayanan skrining hanya bisa dilakukan kepada 1-2 pasien setiap hari.
Elida juga berharap kepada masyarakat untuk sadar secara dini mengetahui gangguan pendengaran pada buah hatinya, terutama bagi orang tua bayi yang mengalami risiko tinggi kehamilan, seperti hipertensi dan gangguan penyakit lainnya.
"Bagi ibu hamil risiko tinggi selama kehamilan atau bayi lahir dalam keadaan kuning serta berat badan rendah segera lakukan dideteksi gangguan pendengaran," kata Elida. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021