Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kebijakan pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19 dirancang oleh pemerintah dengan memperhatikan prinsip Islam, termasuk terkait keadilan yang merata.
“Kebijakan yang kami rancang ini jelas mencerminkan tujuan syariah. Ini yang kami sebut masyarakat yang menyesuaikan dan adil, bagaimana kami akan memperbaikinya,” katanya dalam acara The 7th IIMEFC & The 13th ICIEf secara daring di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani mengatakan hal ini harus dilakukan mengingat pandemi COVID-19 telah menciptakan distorsi dan ketimpangan kepada masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun kesehatan sehingga peran APBN sangat kritis.
“Mari kita lihat bagaimana kita merancang APBN yang semakin mendorong pemerataan,” ujarnya.
Pertama, pemerintah merancang kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan dasar manusia karena selaras dengan prioritas yang digariskan Presiden Joko Widodo yaitu human capital atau pembangunan sumber daya manusia.
Ia menyebutkan Indonesia mendedikasikan anggaran yang besar untuk belanja bagi pengembangan sumber daya manusia ini baik dalam bentuk belanja pendidikan, kesehatan dan jaring pengaman sosial.
“Belanja kesehatan sekarang mencapai lebih dari 6 persen. Belanja pendidikan oleh konstitusi kita mengharuskan mengalokasikan 20 persen dari total anggaran. Jaring pengaman sosial termasuk subsidi untuk keluarga termiskin,” jelasnya.
Ia menegaskan pemerintah selama ini memastikan kebijakan penganggaran dapat merata dan mencakup seluruh penduduk Indonesia sehingga tidak ada yang tertinggal baik pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Selain itu, pemerintah juga berusaha menerapkan prinsip Islam yaitu maqashid al-syariah atau mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat melalui tatanan kehidupan yang baik.
“Yang kedua maqashid. Ini adalah tentang distribusi properti, kekayaan dan pendapatan kabupaten,” katanya.
Oleh sebab itu, pemerintah menyediakan cash transfer atau belanja sosial untuk menghidupi keluarga termiskin dan paling rentan agar kebutuhan serta kesejahteraan mereka terjamin.
Pemerintah turut menerapkan sistem perpajakan penghasilan yang progresif yaitu bagi penduduk yang memiliki kemampuan lebih maka mereka akan membayar lebih karena pemungutan pajak ini untuk mendukung orang miskin.
Pemungutan pajak yang lebih bagi penduduk yang mampu juga digunakan untuk membangun infrastruktur dasar sehingga akan sangat berguna terutama bagi keluarga miskin agar mereka dapat memperoleh pekerjaan dan memiliki produktivitas.
“Jadi perpajakan sebenarnya mencerminkan apa yang kita sebut sebagai prinsip kesetaraan. Perancangan perpajakan agar kita mampu menyikapi isu pemerataan sangat kritis,” tegasnya.
Terakhir yaitu prinsip persamaan hak, kesempatan dan keuntungan sesuai dengan sistem demokratisasi peluang bisnis serta sesuai berdasarkan nilai Islam yaitu memberikan keadilan, kesempatan sekaligus kesetaraan bagi semua untuk berkembang.
“Jadi ini semua mungkin bisa dilihat sebagai kebijakan fiskal biasa tapi sebenarnya mencerminkan nilai Islam. Ini sebenarnya menjalankan atau mengimplementasikan prinsip-prinsip Islam,” katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
“Kebijakan yang kami rancang ini jelas mencerminkan tujuan syariah. Ini yang kami sebut masyarakat yang menyesuaikan dan adil, bagaimana kami akan memperbaikinya,” katanya dalam acara The 7th IIMEFC & The 13th ICIEf secara daring di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani mengatakan hal ini harus dilakukan mengingat pandemi COVID-19 telah menciptakan distorsi dan ketimpangan kepada masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun kesehatan sehingga peran APBN sangat kritis.
“Mari kita lihat bagaimana kita merancang APBN yang semakin mendorong pemerataan,” ujarnya.
Pertama, pemerintah merancang kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan dasar manusia karena selaras dengan prioritas yang digariskan Presiden Joko Widodo yaitu human capital atau pembangunan sumber daya manusia.
Ia menyebutkan Indonesia mendedikasikan anggaran yang besar untuk belanja bagi pengembangan sumber daya manusia ini baik dalam bentuk belanja pendidikan, kesehatan dan jaring pengaman sosial.
“Belanja kesehatan sekarang mencapai lebih dari 6 persen. Belanja pendidikan oleh konstitusi kita mengharuskan mengalokasikan 20 persen dari total anggaran. Jaring pengaman sosial termasuk subsidi untuk keluarga termiskin,” jelasnya.
Ia menegaskan pemerintah selama ini memastikan kebijakan penganggaran dapat merata dan mencakup seluruh penduduk Indonesia sehingga tidak ada yang tertinggal baik pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Selain itu, pemerintah juga berusaha menerapkan prinsip Islam yaitu maqashid al-syariah atau mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat melalui tatanan kehidupan yang baik.
“Yang kedua maqashid. Ini adalah tentang distribusi properti, kekayaan dan pendapatan kabupaten,” katanya.
Oleh sebab itu, pemerintah menyediakan cash transfer atau belanja sosial untuk menghidupi keluarga termiskin dan paling rentan agar kebutuhan serta kesejahteraan mereka terjamin.
Pemerintah turut menerapkan sistem perpajakan penghasilan yang progresif yaitu bagi penduduk yang memiliki kemampuan lebih maka mereka akan membayar lebih karena pemungutan pajak ini untuk mendukung orang miskin.
Pemungutan pajak yang lebih bagi penduduk yang mampu juga digunakan untuk membangun infrastruktur dasar sehingga akan sangat berguna terutama bagi keluarga miskin agar mereka dapat memperoleh pekerjaan dan memiliki produktivitas.
“Jadi perpajakan sebenarnya mencerminkan apa yang kita sebut sebagai prinsip kesetaraan. Perancangan perpajakan agar kita mampu menyikapi isu pemerataan sangat kritis,” tegasnya.
Terakhir yaitu prinsip persamaan hak, kesempatan dan keuntungan sesuai dengan sistem demokratisasi peluang bisnis serta sesuai berdasarkan nilai Islam yaitu memberikan keadilan, kesempatan sekaligus kesetaraan bagi semua untuk berkembang.
“Jadi ini semua mungkin bisa dilihat sebagai kebijakan fiskal biasa tapi sebenarnya mencerminkan nilai Islam. Ini sebenarnya menjalankan atau mengimplementasikan prinsip-prinsip Islam,” katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021