Pengamat kesehatan Universitas Jember dr. Dewi Rokhmah menilai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dapat menurunkan jumlah perokok anak yang jumlahnya terus mengalami peningkatan setiap tahun.

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 itu tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. 

"Revisi PP tersebut sangat penting untuk segera ditindaklanjuti karena dapat meminimalisir jumlah perokok anak yang trennya meningkat," ucap dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember (Unej) saat dihubungi per telepon di Jember, Kamis.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 tercatat sebanyak 3.302.208 anak dan remaja usia 10-18 tahun telah merokok dan prevalensi merokok anak pada usia 10-18 tahun terus meningkat (9,1 persen).

Bappenas memproyeksikan apabila tidak ada upaya signifikan maka pada 2024 prevalensi mencapai 16 persen atau setara 5,5 juta anak merokok.

"Melihat data meningkatnya jumlah perokok di Indonesia, terutama perokok anak-anak tentu harus ada peraturan yang tegas untuk menekan konsumsi rokok pada anak-anak," tuturnya.

Ia mengatakan revisi PP No.109 tahun 2012 tersebut tidak melarang adanya industri rokok, namun perlu aturan yang cukup ketat untuk membatasi agar kalangan tertentu seperti remaja dan anak-anak tidak merokok karena dapat mengganggu perkembangan otak mereka.

"Perlu adanya kawasan tanpa rokok di sejumlah tempat publik karena asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan ada batasan promosi iklan rokok," katanya.

Dewi bersama dua rekan dosen FKM Unej pernah melakukan pemantauan kualitas udara dalam ruang di tempat umum dalam rangka advokasi kawasan tanpa rokok di Kabupaten Jember pada tahun 2016 dan dipublikasikan di The 3th Indonesia Conference Tobacco or Health (ICTOH) di Yogyakarta.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 56 persen dari 100 tempat umum yang memiliki kualitas udara diatas ambang batas standar WHO yaitu 25 ppm," ujarnya.

Tempat umum yang dimaksud yakni hotel, kantor, pasar modern, pasar tradisional, puskesmas, restoran, terminal, rumah sakit, tempat ibadah, fasilitas pendidikan, tempat hiburan, dan tempat umum lainnya.

Dari rata-rata hasil pengukuran PM 2.5, pasar tradisional dan tempat hiburan menduduki urutan pertama dan kedua untuk kualitas udara yang diatas ambang batas standart WHO (25 ppm) yaitu sebesar 69.2 ppm dan 60.6 ppm.

Sedangkan fasiliitas pendidikan menduduki peringkat terendah untuk tempat umum yang memiliki kualitas udara yang bersih menurut standar WHO yaitu sebesar 18,4 ppm.

"Dari penelitian itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kawasan tempat umum di kabupaten Jember memiliki kualitas udara dalam ruang yang buruk yang berada di atas ambang batas standar dari WHO," katanya.

Ia berharap revisi PP No.109 tahun 2012 juga meningkatkan kualitas udara di sejumlah fasilitas umum lebih bersih dan tidak tercemar oleh polusi rokok dari perokok aktif.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021