Kepala bantuan PBB yang lengser, Mark Lowcock, mengecam negara-negara kaya Kelompok Tujuh (G7) pada Senin (14/6) karena gagal membuat rencana untuk memvaksin dunia terhadap COVID-19.
Ia juga menggambarkan janji G7 untuk menyediakan satu miliar dosis selama tahun depan sebagai "langkah kecil."
“Pemberian amal sporadis, skala kecil, dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin ini bukanlah rencana serius dan tidak akan mengakhiri pandemi,” Lowcock, yang mengundurkan diri pada Jumat (11/6), mengatakan kepada Reuters.
"G7, pada dasarnya, benar-benar gagal menunjukkan urgensi yang diperlukan," katanya.
Para pemimpin Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Kanada bertemu di Cornwall, Inggris, selama akhir pekan. Mereka sepakat untuk bekerja dengan sektor swasta, negara-negara industri G20, dan negara-negara lain untuk meningkatkan kontribusi vaksin selama beberapa bulan mendatang.
"Mereka mengambil langkah kecil --di resor yang sangat, sangat bagus di Cornwall-- tetapi mereka tidak boleh menipu diri sendiri bahwa itu lebih dari langkah kecil dan mereka masih memiliki banyak hal yang harus dilakukan," kata Lowcock.
"Yang dibutuhkan dunia dari G7 adalah rencana untuk memvaksin dunia. Dan yang kita dapatkan adalah rencana untuk memvaksin sekitar 10% populasi negara berpenghasilan rendah dan menengah, mungkin setahun dari sekarang atau paruh kedua tahun depan,” ujarnya.
Pada Mei, Dana Moneter Internasional meluncurkan proposal 50 miliar dolar AS (sekitar Rp711 triliun) untuk mengakhiri pandemi COVID-19 dengan memvaksin setidaknya 40 persen dari populasi di semua negara pada akhir 2021 dan setidaknya 60 persen pada paruh pertama 2022.
"Itu kesepakatan abad ini," kata Lowcock. Ia menambahkan bahwa G7 juga bisa melakukan lebih banyak untuk menyediakan peranti vital --seperti ventilator oksigen, alat pengujian dan peralatan pelindung-- ke negara-negara yang harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan vaksin.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Jumat (11/6) mendesak para pemimpin dunia untuk bertindak lebih cepat.
Ia juga memperingatkan bahwa jika negara-negara berkembang tidak divaksin dengan cepat, virus akan terus bermutasi dan dapat menjadi kebal terhadap inokulasi.
Sumber: Reuters (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Ia juga menggambarkan janji G7 untuk menyediakan satu miliar dosis selama tahun depan sebagai "langkah kecil."
“Pemberian amal sporadis, skala kecil, dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin ini bukanlah rencana serius dan tidak akan mengakhiri pandemi,” Lowcock, yang mengundurkan diri pada Jumat (11/6), mengatakan kepada Reuters.
"G7, pada dasarnya, benar-benar gagal menunjukkan urgensi yang diperlukan," katanya.
Para pemimpin Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Kanada bertemu di Cornwall, Inggris, selama akhir pekan. Mereka sepakat untuk bekerja dengan sektor swasta, negara-negara industri G20, dan negara-negara lain untuk meningkatkan kontribusi vaksin selama beberapa bulan mendatang.
"Mereka mengambil langkah kecil --di resor yang sangat, sangat bagus di Cornwall-- tetapi mereka tidak boleh menipu diri sendiri bahwa itu lebih dari langkah kecil dan mereka masih memiliki banyak hal yang harus dilakukan," kata Lowcock.
"Yang dibutuhkan dunia dari G7 adalah rencana untuk memvaksin dunia. Dan yang kita dapatkan adalah rencana untuk memvaksin sekitar 10% populasi negara berpenghasilan rendah dan menengah, mungkin setahun dari sekarang atau paruh kedua tahun depan,” ujarnya.
Pada Mei, Dana Moneter Internasional meluncurkan proposal 50 miliar dolar AS (sekitar Rp711 triliun) untuk mengakhiri pandemi COVID-19 dengan memvaksin setidaknya 40 persen dari populasi di semua negara pada akhir 2021 dan setidaknya 60 persen pada paruh pertama 2022.
"Itu kesepakatan abad ini," kata Lowcock. Ia menambahkan bahwa G7 juga bisa melakukan lebih banyak untuk menyediakan peranti vital --seperti ventilator oksigen, alat pengujian dan peralatan pelindung-- ke negara-negara yang harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan vaksin.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Jumat (11/6) mendesak para pemimpin dunia untuk bertindak lebih cepat.
Ia juga memperingatkan bahwa jika negara-negara berkembang tidak divaksin dengan cepat, virus akan terus bermutasi dan dapat menjadi kebal terhadap inokulasi.
Sumber: Reuters (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021