Satgas COVID-19 menegaskan berdasarkan asesmen manajemen risiko penularan COVID-19 menggunakan indikator kesehatan masyarakat bahwa warung kopi (warkop) atau angkringan belum boleh buka selama 24 jam.

"Jadi arahan dari Pak Wali Kota adalah meminta masukan-masukan dari Satgas COVID-19, termasuk para pakar kesehatan masyarakat. Dari hasil pertemuan itu memang belum bisa diperbolehkan buka sampai 24 jam," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto saat audiensi bersama Paguyuban Warkop di Surabaya, Rabu.

Paguyuban Warkop Surabaya sebelumnya menginginkan adanya pelonggaran atau pencabutan jam malam operasional usaha. Sebab, mereka menilai telah mentaati instruksi pemerintah dengan menerapkan protokol kesehatan dan menyiapkan Satgas COVID-19 secara mandiri.

Irvan mengatakan, bahwa pelonggaran relaksasi jam operasional usaha yang diajukan Paguyuban Warkop Surabaya belum bisa dilakukan. Keputusan ini berdasarkan hasil asesmen Satgas COVID-19 bersama para pakar kesehatan mengenai kondisi pandemi di Kota Pahlawan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) dan Linmas Surabaya ini menjelaskan, bahwa belum diizinkannya warkop beroperasi selama 24 jam itu lantaran masih adanya peningkatan kasus COVID-19 di Surabaya. 

Apalagi, lanjut dia, perkembangan kasus COVID-19 di Kabupaten Bangkalan, Madura saat ini meningkat dan berpotensi dapat masuk ke Surabaya. 

Perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Dr. Meivi Isnoviana mengatakan, apabila dilakukan perubahan kebijakan relaksasi agar lebih longgar, maka hal ini dapat berpotensi terhadap peningkatan kasus COVID-19. 

"Jadi karena kondisinya belum memungkinkan. Apalagi situasi sekarang ini masih ada peningkatan COVID-19," kata Meivi.

Meski demikian, Dr. Meivi menyebut, sebenarnya tidak ada larangan bagi warung kopi atau angkringan di Surabaya untuk buka. Namun demikian, kata dia, memang jam operasional yang diatur dalam kebijakan relaksasi usaha itu dibatasi hingga pukul 22.00 WIB. 

Sementara itu, Pembina Pengurus Daerah Persakmi Jawa Timur Estiningtyas Nugraheni menambahkan, apabila disikapi  secara bijak dengan kondisi sekarang, setiap kegiatan memang belum bisa dilakukan sama persis sebelum adanya pandemi. 

"Karena itu perlu disadari bersama. Kalau pun (jam operasional) dikurangi, bukan berarti membatasi hak yang besar. Sebab, kesempatan berusahanya pun masih tetap ada," kata Esti.

Oleh sebab itu, Esti kembali menegaskan, bahwa meskipun dilakukan pembatasan, masyarakat tetap diperbolehkan untuk membuka usahanya. Apalagi, jika dilihat dari potensi perputaran ekonomi pada malam hari itu juga lebih sedikit dari siang. 

"Jadi situasinya memang belum memungkinkan untuk perubahan kebijakan relaksasi agar lebih longgar," katanya. (*)




 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021