Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa adanya dugaan penyusutan penduduk Kota Surabaya menjelang pembahasan pemekaran daerah pemilihan pada Pemilu Legislatif 2024, bukan kewenangannya. 

"Saya pikir kewenangan masing-masing lembaga sudah jelas. Apabila mengenai kependudukan maka kewenangan ada di Dispendukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil), sehingga penyusutan maupun penambahan penduduk diluar kewenangan KPU," kata anggota KPU Surabaya Naafilah Astri di Surabaya, Selasa.

Berbeda halnya, apabila membahas tentang data pemilih, kata dia, maka kewenangannya ada di KPU sebagai lembaga yang diamanahi UU. 

Menurutnya, data yang digunakan untuk dapil sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 201 adalah data agregat kependudukan perkecamatan yang berasal dari Kementrian Dalam Negeri yang harus tersedia dan diserahkan kepada KPU paling lambat 16 bulan sebelum hari pemungutan suara untuk digunakan sebagai bahan dalam menyusun dapil.

"Data agregat kependudukan (DAK) yang digunakan untuk dapil bukan data pemilih," ujarnya.

Hanya saja, kata dia, KPU Surabaya sampai saat ini belum mengetahui apakah kewenangan dalam penyusunan dapil masih diserahkan kepada KPU Surabaya dari KPU RI atau apakah ada perubahan?. 

"Seingat saya, Pemilu 2014 dan 2019 untuk DPRD kabupaten/kota diserahkan kepada KPU kabupaten/kota. Sedangkan untuk pemilu 2024 sampai saat ini, kami juga belum tau masih sama atau ada perubahan," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga membenarkan pernyataan Anggota KPU Surabaya Soeprayitno bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan kajian akademik terkait pemekaran dapil dengan melibatkan akedemisi lintas perguruan tinggi di Surabaya.

"Mengenai statemen Pak Nano (Anggota KPU Surabaya Soeprayitno) benar adanya bahwa kami sedang menyusun rencana FGD pembahasan dapil brsama akademisi," ujarnya.

Naafila juga menjelaskan bahwa merujuk pasal 167 UU 7/2017 bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu terakhir lima tahun itu berlangsung pada 2019. Artinya pada 2024 akan dilaksanakan pemilu serentak tanpa ada penyebutan bulan. 

Saat ini KPU sedang membahas usulan bulan sebagai pelaksanaan Pemilu 2024 yaitu Februari untuk Pemilu dan November untuk pemilihan. Usulan ini akan dibahas bersama Bawaslu, DKPP, komisi II DPR RI dan Kemendagri. 

"Kalau nanti sudah ada keputusan kapan bulannya, maka ditarik 16 bulan. Jadi DAK2 (Data Agregat Kependudukan per-Kecamatan/DAK2) sudah harus diberikan kepada KPU RI," katanya.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD Partai Golkar Kota Surabaya Muh Kholid AS sebelumnya mengatakan, berdasarkan data Dispendukcapil Kota Surabaya melalui laman resminya http://dispendukcapil.surabaya.go.id, dalam setahun terakhir setidaknya ada 218.762 penduduk yang "hilang" dari peredaran.  

Angka ini, kata Kholid, karena jumlah penduduk Surabaya per-31 Desember 2020 turun 188.213 dari tahun 2019. Dari 3.158.943 pada tahun 2019 jadi 2.970.730 pada tahun 2020. Padahal, lanjut dia, masih berdasar data Dispendukcapil, dalam tahun 2020 itu terdapat 56.394 kelahiran, serta 25.845 kematian. Artinya surplus 30.549 jiwa.

"Jika selisih kelahiran-kematian ini ditambah selisih data 2019 dan 2020, maka ada 218.762 penduduk yang datanya masih misterius. Mungkinkah ribuan ini keluar pindah dari Surabaya?" kata Kholid.

Sementara itu, Kepala Dispendukcapil Surabaya Agus Imam Sonhaji belum bisa dikonfirmasi mengenai adanya penyusutan kependudukan tersebut. Saat dihubungi melalui pesan whatsapp (WA), Agus merespons nanti akan ditelepon pada saat di kantor. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan dari Agus Sonhaji. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021