Lembaga Surabaya Survey Center (SSC) meminta komisi pemilihan umum (KPU) setempat merespons adanya isu penyusutan data penduduk yang mencapai angka 218.762 jiwa sebagai pertimbangan rencana pemekaran daerah pemilihan. 

Direktur SSC Mochtar W Oetomo  di Surabaya, Senin, mengatakan adanya penyusutan penduduk dalam setahun terakhir  yang disampaikan pengurus parpol di Surabaya perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama KPU yang harus responsif untuk segera menindaklanjuti ke Dispendukcapil Surabaya.

"Apakah itu benar atau tidak? Apakah itu logis atau tidak? Apakah itu hanya data penyusutan, dan belum mencakup data pertumbuhan (kelahiran dan perpindahan). Satu yang harus diingat bahwa diluar data penyusutan ada data pertumbuhan," kata Mochtar.

Menurut dia, terkait data kependudukan, dari pemilu ke pemilu pasti ada problem data kependudukan karena selalu saja ada perbedaan data antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil). 

"Dalam konteks inilah sesungguhnya peran cepat dan respinsif penyelenggara pemilu diperlukan untuk terus dan terus melakukan pemutakhiran data pemilu," katanya.

Menurut data BPS, kata dia, pertumbuhan penduduk Kota Surabaya pertahunnya sekitar 2,07 persen. Sedangkan SSC sudah coba melakukan simulasi hingga tahun 2024, dengan asumsi pertumbuhan 2 persen pertahun, maka penduduk Surabaya pada tahun 2024 berkisar anatara 3,3 juta hingga 3,4 juta. 

Artinya, lanjut dia, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017, Kota Surabaya akan mengalami pertambahan kursi DPRD Surabaya dari 50 kursi menjadi 55 kursi. 

"Konsekuensi logis dari pertambahan itu adalah kemungkinan perubahan dan penambahan dapil di Kota Surabaya," ujarnya.

Jika KPU Surabaya dan semua pihak terkait konsern terhadap hal ini, maka pertambahan jumlah kursi DPRD Surabaya pada Pemilu Legislatif 2024, adalah sesuatu yang pasti berdasar UU yang ada. Begitu juga dengan pemekaran dapil adalah konsekuensi logis berikutnya. 

"Jadi seyogyanya kedua isu ini, yakni perbedaan data kependudukan dan kesiapan pemekaran dapil mendapatkan respons yang proporsional demi kepemtingan bersama," ujarnya.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD Partai Golkar Kota Surabaya Muh Kholid AS menjelaskan, berdasarkan data Dispendukcapil Kota Surabaya melalui laman resminya http://dispendukcapil.surabaya.go.id, dalam setahun terakhir setidaknya ada 218.762 penduduk yang "hilang" dari peredaran.  

Angka ini, kata Kholid, karena jumlah penduduk Surabaya per-31 Desember 2020 turun 188.213 dari tahun 2019. Dari 3.158.943 pada tahun 2019 jadi 2.970.730 pada tahun 2020. Padahal, lanjut dia, masih berdasar data Dispendukcapil, dalam tahun 2020 itu terdapat 56.394 kelahiran, serta 25.845 kematian. Artinya surplus 30.549 jiwa.

"Jika selisih kelahiran-kematian ini ditambah selisih data 2019 dan 2020, maka ada 218.762 penduduk yang datanya masih misterius. Mungkinkah ribuan ini keluar pindah dari Surabaya?" kata Kholid.

Anggota KPU Surabaya Soeprayitno sebelumnya menyatakan pihaknya tengah menyiapkan kajian akademik terkait pemekaran dapil dengan melibatkan akedemisi lintas perguruan tinggi di Surabaya.

"KPU Surabaya akan berkirim surat ke lintas partai politik agar mereka mengirimkan konsep usulan dapil. Biar bagaimanapun mereka adalah peserta dalam pemilu 2024," kata Soeprayitno.

Apalagi, lanjut dia, Komisi A DPRD Surabaya siap mendukung upaya pengajuan anggaran untuk melakukan kajian akademik bersama akademisi, membuat produk hukumnya, sosilaisasi dan beberapa kebutuhan lain. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021