Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa meluncurkan Golden Wood Coffee (kopi kayumas) di Pendopo Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Minggu.
Kopi Kayumas, produk kebun di Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, yang kini diberi nama baru menjadi Golden Wood Coffee itu sudah dikenal sejak zaman Belanda, tepatnya pada tahun 1886, dengan nama Van Landem Kayumas hingga tahun 1957.
"Semestinya kopi Kayumas asal Situbondo ini sudah mulai diindustri, sehingga bisa tersebar di seluruh penjuru dunia. Kalau sudah mendapatkan pengakuan dunia internasional, mestinya Situbondo sudah mengindustrikan kopi ini," ujar Suharso Monoarfa.
Ia mengaku bangga dengan penghargaan yang diperoleh kopi arabika asal Desa Kayumas Situbondo, mulai dari tingkat nasional hingga internasional. Oleh karena itu, lanjut dia, penghargaan itu bisa dipertahankan, karena Indonesia memang dikenal sebagai penghasil kopi, yang memiliki banyak kekhasan.
"Tentu kami ikut bangga, kopi di Situbondo ini meraih banyak penghargaan nomor satu, baik tingkat nasional maupun internasional," ucapnya.
Suharso mengatakan, jika kopi Kayumas dikelola dengan baik, maka akan menjadi daya ungkit perekonomian masyarakat di Situbondo.
"Sejauh ini kopi Kayumas dikelola sebatas kelompok-kelompok, yang nilai tambahnya rendah. Ke depan, pemerintah daerah harus bisa mendorong ini menjadi industri," kata Ketua Umum DPP PPP itu.
Sementara itu, Bupati Situbondo Karna Suswandi mengatakan, ada sekitar 1.500 hektare lahan kopi rakyat di Desa Kayumas.
"Terdiri dari 80 persen kopi arabika, 20 persen kopi robusta, dan 41,8 hektare kebun kopi rakyat di antaranya sudah memiliki sertifikat organik," ujarnya.
Data dari Pemkab SItubondo, penghargaan yang diterima oleh Kopi Kayumas (Golden Wood Coffee) Situbondo, di antaranya, pada 2010 menjadi juara 1 kopi nasional, pada 2016 juara 1 dunia dalam lomba kopi internasional di Bali dan di 2017 menyabet juara 1 nasional kopi robusta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Kopi Kayumas, produk kebun di Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, yang kini diberi nama baru menjadi Golden Wood Coffee itu sudah dikenal sejak zaman Belanda, tepatnya pada tahun 1886, dengan nama Van Landem Kayumas hingga tahun 1957.
"Semestinya kopi Kayumas asal Situbondo ini sudah mulai diindustri, sehingga bisa tersebar di seluruh penjuru dunia. Kalau sudah mendapatkan pengakuan dunia internasional, mestinya Situbondo sudah mengindustrikan kopi ini," ujar Suharso Monoarfa.
Ia mengaku bangga dengan penghargaan yang diperoleh kopi arabika asal Desa Kayumas Situbondo, mulai dari tingkat nasional hingga internasional. Oleh karena itu, lanjut dia, penghargaan itu bisa dipertahankan, karena Indonesia memang dikenal sebagai penghasil kopi, yang memiliki banyak kekhasan.
"Tentu kami ikut bangga, kopi di Situbondo ini meraih banyak penghargaan nomor satu, baik tingkat nasional maupun internasional," ucapnya.
Suharso mengatakan, jika kopi Kayumas dikelola dengan baik, maka akan menjadi daya ungkit perekonomian masyarakat di Situbondo.
"Sejauh ini kopi Kayumas dikelola sebatas kelompok-kelompok, yang nilai tambahnya rendah. Ke depan, pemerintah daerah harus bisa mendorong ini menjadi industri," kata Ketua Umum DPP PPP itu.
Sementara itu, Bupati Situbondo Karna Suswandi mengatakan, ada sekitar 1.500 hektare lahan kopi rakyat di Desa Kayumas.
"Terdiri dari 80 persen kopi arabika, 20 persen kopi robusta, dan 41,8 hektare kebun kopi rakyat di antaranya sudah memiliki sertifikat organik," ujarnya.
Data dari Pemkab SItubondo, penghargaan yang diterima oleh Kopi Kayumas (Golden Wood Coffee) Situbondo, di antaranya, pada 2010 menjadi juara 1 kopi nasional, pada 2016 juara 1 dunia dalam lomba kopi internasional di Bali dan di 2017 menyabet juara 1 nasional kopi robusta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021