Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memaparkan penyebab kerusakan ribuan rumah di beberapa desa di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, saat terjadi gempa dengan magnitudo 6,1 yang berpusat di Kabupaten Malang pada pekan lalu.
"Kami menyampaikan hasil survei pengukuran dan penghitungan yang dilakukan BMKG setelah terjadi gempa bumi dengan melihat kerusakan bangunan rumah di Lumajang," kata Dwikorita saat melakukan audensi dengan Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati di Ruang Mahameru Kantor Bupati Lumajang, Kamis.
Baca juga: Data terbaru, korban meninggal akibat gempa di Lumajang ada enam orang
Menurutnya, hampir semua bangunan yang rusak, bahkan roboh penyebabnya karena faktor konstruksi bangunannya, yaitu struktur bangunan rumah warga itu tidak diperkuat dengan kolom.
Faktor kedua yakni posisinya ada di atas gunung atau di tepi lereng gunung atau disebut perengan, sehingga rumah yang berada di posisi tersebut akan mengalami penguatan getaran dari tanah yang ada.
"Amplifikasi yang kami catat di lokasi beberapa desa di Lumajang yang rumah warganya banyak rusak itu mencapai 6 kali dari getaran yang normal, " tuturnya.
Baca juga: Gubernur minta percepatan proses rekonstruksi rumah warga terdampak gempa
Untuk itu, lanjut dia, BMKG mengingatkan Pemkab Lumajang apabila melakukan rekonstruksi atau membangun rumah warga korban gempa di lokasi yang sama harus memperhatikan konstruksi bangunannya harus benar-benar mampu bertahan terhadap amplifikasi lebih dari 6 kali lipat getaran gempa.
"Jadi rekonstruksinya itu tidak boleh sembarangan dan bangunannya harus didesain mampu bertahan terhadap enam kali amplifikasi getaran," katanya.
Baca juga: Mensos Risma minta Bupati Lumajang memastikan warga aman pascagempa
Selain itu, Pemkab Lumajang juga harus memperhatikan letak rumah yang akan dibangun dan harus diperhatikan pembangunan rumah itu jangan pada tepi lereng. Kalau memang terpaksa lokasinya di sana, maka konsekuensinya kontruksinya harus diperkuat.
Dwikorita mengatakan BMKG sudah menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemkab Lumajang pascagempa yakni bahwa daerah selatan di Jawa Timur merupakan daerah rawan gempa, sehingga konstruksi bangunan rumah warga harus dicek sesuai kegempaan di wilayahnya.
"Selain itu posisi membangun rumah juga harus diperhatikan kondisi tanah setempat apakah memgalami amplifikasi atau tidak. Kami juga melakukan pemetaan itu," katanya.
Tidak kalah penting, lanjut dia, harus ada edukasi atau literasi kepada masyarakat, agar lebih siap menghadapi potensi terjadinya gempa bumi ataupun bencana lainnya, sehingga harus dilakukan pelatihan lebih sering.
Sementara Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan hingga Kamis tercatat data yang telah terhimpun sebanyak 2.174 rumah rusak akibat bencana gempa dengan rincian 558 rumah rusak berat, 658 rumah rusak sedang, dan 958 rumah rusak ringan.
"Forkopimda Kabupaten Lumajang sinergitasnya sangat solid dalam penanganan pada warga yang terdampak bencana gempa bumi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Kami menyampaikan hasil survei pengukuran dan penghitungan yang dilakukan BMKG setelah terjadi gempa bumi dengan melihat kerusakan bangunan rumah di Lumajang," kata Dwikorita saat melakukan audensi dengan Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati di Ruang Mahameru Kantor Bupati Lumajang, Kamis.
Baca juga: Data terbaru, korban meninggal akibat gempa di Lumajang ada enam orang
Menurutnya, hampir semua bangunan yang rusak, bahkan roboh penyebabnya karena faktor konstruksi bangunannya, yaitu struktur bangunan rumah warga itu tidak diperkuat dengan kolom.
Faktor kedua yakni posisinya ada di atas gunung atau di tepi lereng gunung atau disebut perengan, sehingga rumah yang berada di posisi tersebut akan mengalami penguatan getaran dari tanah yang ada.
"Amplifikasi yang kami catat di lokasi beberapa desa di Lumajang yang rumah warganya banyak rusak itu mencapai 6 kali dari getaran yang normal, " tuturnya.
Baca juga: Gubernur minta percepatan proses rekonstruksi rumah warga terdampak gempa
Untuk itu, lanjut dia, BMKG mengingatkan Pemkab Lumajang apabila melakukan rekonstruksi atau membangun rumah warga korban gempa di lokasi yang sama harus memperhatikan konstruksi bangunannya harus benar-benar mampu bertahan terhadap amplifikasi lebih dari 6 kali lipat getaran gempa.
"Jadi rekonstruksinya itu tidak boleh sembarangan dan bangunannya harus didesain mampu bertahan terhadap enam kali amplifikasi getaran," katanya.
Baca juga: Mensos Risma minta Bupati Lumajang memastikan warga aman pascagempa
Selain itu, Pemkab Lumajang juga harus memperhatikan letak rumah yang akan dibangun dan harus diperhatikan pembangunan rumah itu jangan pada tepi lereng. Kalau memang terpaksa lokasinya di sana, maka konsekuensinya kontruksinya harus diperkuat.
Dwikorita mengatakan BMKG sudah menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemkab Lumajang pascagempa yakni bahwa daerah selatan di Jawa Timur merupakan daerah rawan gempa, sehingga konstruksi bangunan rumah warga harus dicek sesuai kegempaan di wilayahnya.
"Selain itu posisi membangun rumah juga harus diperhatikan kondisi tanah setempat apakah memgalami amplifikasi atau tidak. Kami juga melakukan pemetaan itu," katanya.
Tidak kalah penting, lanjut dia, harus ada edukasi atau literasi kepada masyarakat, agar lebih siap menghadapi potensi terjadinya gempa bumi ataupun bencana lainnya, sehingga harus dilakukan pelatihan lebih sering.
Sementara Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan hingga Kamis tercatat data yang telah terhimpun sebanyak 2.174 rumah rusak akibat bencana gempa dengan rincian 558 rumah rusak berat, 658 rumah rusak sedang, dan 958 rumah rusak ringan.
"Forkopimda Kabupaten Lumajang sinergitasnya sangat solid dalam penanganan pada warga yang terdampak bencana gempa bumi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021