Musibah yang menimpa Saniatuz, putri kedua Al Hidayatul Mustaqimah (48), mengharuskannya menjalani proses pembedahan otak atau dalam bahasa medis istilahnya "Kraniotomi". 

Benturan keras yang terjadi pada kepala Saniatuz, santriwati asal Desa Sukorejo Kulon, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur tersebut mengakibatkannya mengalami pendarahan otak. Petaka yang membuat gadis mungkil ini harus menjalani operasi besar di RSUD dr. Iskak Tulungagung.

Bersyukur, ibu yang akrab dipanggil Al ini telah memiliki kepesertaan di program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat  (JKN-KIS).

"(Ceritanya) Dia (Saniatuz) sekolah di pondok. Suatu saat dia jatuh dari lantai tiga yang belum ada tangganya. Jadi ada berupa lubang gitu, dia jatuh dari situ. Alhamdulillah tidak (sampai) patah tulang, tapi otaknya ada (mengalami) pendarahan," tutur Al.

Pascainsiden jatuh dari lantai tiga itu, Saniatuz menjalani dua kali operasi. Seandainya menggunakan jalur umum atau non-JKN-KIS, biaya yang harus dikeluarkan Al pasti sangat besar. 

Beruntung bagi Al, JKN-KIS meringankan beban yang semestinya dia tanggung. Dengan memanfaatkan hak pertanggungan yang ada di JKN-KIS, ia akhirnya tidak mengeluarkan biaya sama sekali untuk semua tindakan operasi Saniatuz.

“Kejadiannya pada November 2019. Saat itu dilakukan operasi pertama. Lalu untuk mengembalikan tulangnya lagi, tindakan operasi kembali dilakukan pada Januari 2020. Alhamdulillah, tidak ada biaya sama sekali (kami keluarkan). Hanya denda, karena sebelumnya saya (sempat) nunggak iuran. Tetapi (dendanya) tidak banyak waktu itu," sambung Al.

Kednati sebagai peserta JKN-KIS kelas 3, Al mengaku Saniatuz dilayani dengan sangat baik. Tidak dibedakan dengan peserta JKN-KIS yang lain maupun pasien umum.

"Pelayanannya baik. Langsung dilayani. Sebelumnya kan anaknya (Saniatuz) dibawa ke RS Era Medika. Akan tetapi karena di sana tidak bisa menangani, akhirnya langsung dirujuk ke RSUD dr. Iskak dan langsung masuk IGD di ruang red zone. Saya datang langsung tanda tangan, langsung ditangani. Tidak dipersulit, tidak dibedakan juga," terangnya.

Ibu yang sehari-hari berjualan kue di pasar ini tidak bisa membayangkan seandainya pada saat itu belum memiliki JKN-KIS. Al memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk tindakan operasi Saniatuz bisa menapai ratusan juta rupiah.

"Saya bersyukur, seandainya saya tidak punya BPJS entah bagaimana lagi ceritanya. Karena pada saat itu saya tidak punya uang sama sekali. Itu kan operasi besar. Mungkin jual rumah kalau tidak punya BPJS," ucap Al.

Menurutnya, memiliki JKN-KIS adalah investasi kesehatan untuk masa tua. Al dan keluarganya, tidak merasa keberatan walaupun harus membayar iuran per bulan. Kendatipun tidak harus memanfaatkannya. 

Al pun menganjurkan orang-orang terdekat yang belum memiliki JKN-KIS agar segera mendaftarkan diri.

“Kita ini kan orang sederhana. Orang biasa. Untuk berjaga-jaga di hari tua. Alhamdulillah jika tidak sakit. Ya sakit ringan saja gitu. Meskipun begitu tidak ada rasa keberatan untuk membayar iuran. Itu kan  sudah niat. Saya juga menganjurkan  orang terdekat saya, saya sudah nyuruh dua keluarga yang akhirnya ikut karena pemberitahuan saya," tuturnya.

Kini, kondisi Saniatuz sudah membaik. Gadis mungil yang sempat terbaring lemah karena pendarahan otak itu bahkan sudah bisa kembali sekolah. 

Al tidak henti mengucap syukur dengan adanya Program JKN-KIS. Dirinya berharap BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara bisa semakin maju.

“Perkembangan anaknya (Saniatuz) tidak ada masalah sama sekali. Tidak ada keluhan apapun. Pokoknya waktu itu setelah jahitan dibuka, dianjurkan minum obat dari dokter, dan bisa masuk pondok lagi. Alhamdulillah sudah sehat sekarang. Pokoknya intinya saya merasa bersyukur dengan adanya Program JKN-KIS, bisa membantu orang-orang yang miskin, bisa teratasi semuanya. Pokoknya Alhamdulillah, semoga BPJS Kesehatan semakin maju, tiada halangan apapun," tutup Al. (ADV)
 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021