Angka Research Octane Number (RON) pada bahan bakar gasoline atau bensin, serta Cetane Number (CN) pada gasoil atau disel penting untuk diperhatikan, sebab BBM yang digunakan sangat berpengaruh terhadap performa kendaraan serta terhadap lingkungan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa dalam keterngan tertulis yang diterima ANTARA, Sabtu,  menjelaskan, ada dua hal yang harus dipastikan dalam memilih BBM berkualitas, pertama harus pastikan angka RON untuk bensin, serta angka CN untuk mesin disel.

Kedua, harus mulai menengok kandungan sulfur dalam emisi gas buang yang dihasilkan dari setiap produk BBM yang digunakan untuk mengurangi polusi udara.

Fabby menjelaskan, penggunaan BBM yang tidak berkualitas masih terlalu banyak, hal ini karena produk BBM tidak berkualitas di pasar dengan angka RON atau CN sangat rendah atau belum sesuai dengan standar EURO masih banyak dijual.

“Tetangga kita Myanmar, hanya ada tiga (3) produk BBM dengan RON terendah 91, Vietnam hanya dua (2) produk BBM dengan RON terendah 92. Sedangkan di Indonesia, kita ada enam (6) produk dengan RON terendah 88 yakni Premium. Selain terlalu banyak, standar RON juga tidak sesuai standar EURO 4 minimal RON 91, kita masih sangat jauh tertinggal,” ujar Fabby Dalam rangka edukasi terkait penggunaan BBM ramah lingkungan.

Menurutnya, varian produk yang banyak juga memunculkan variasi harga yang signifikan, sehingga tanpa edukasi yang tepat dan berkelanjutan, masyarakat akan lebih memilih produk dengan harga yang paling murah.

“Masyarakat saat ini hanya melihat ‘harga saat ini’, harga yang saya keluarkan untuk beli BBM. Padahal masyarakat perlu melihat menggunakan BBM yang sesuai spesifikasi mesin, dapat mengefektifkan kerja mesin sehingga menjadi lebih hemat. Belum lagi, mesin akan terawat dan terhindar dari kerusakan yang akhirnya menjadi biaya atau harga yang mungkin lebih mahal di kemudian hari,” tambahnya. 

Manfaat lain menggunakan BBM berkualitas adalah ramah lingkungan. Masih mengacu pada standar EURO 4 yang berlaku, BBM ramah lingkungan adalah BBM yang memiliki kandungan sulfur maksimal sebesar 50 parts per million (ppm) dalam emisi gas buangnya. 

Direktur Pengendalian dan Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Dasrul Chaniago mengatakan, kualitas BBM ini sangat berpengaruh terhadap kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia.

"Sekitar 70-75 persen sumber pencemaran udara di kota besar, kita ambil Jakarta, bersumber dari sektor transportasi, yakni dari emisi gas buang yang dihasilkan. Coba kita mundur kembali pada awal pandemi COVID-19, terlihat kualitas udara Jakarta membaik, langitnya biru, itu disebabkan berkurangnya mobilitas masyarakat yang menggunakan kendaraan," kata Dasrul.

Sama seperti RON, kandungan sulfur BBM yang ada di Indonesia saat ini masih belum memenuhi standar EURO 4, hanya Pertamax Turbo (RON 98) yang setara standar tersebut. Produk seperti Premium dengan kualitas terendah lanjut Dasrul, mungkin hanya memenuhi standar EURO 2 dengan kandungan sulfur berada di 500 ppm.

"Lagi-lagi, kita tertinggal dari negara tetangga. Filipina, Vietnam, dan Thailand sudah menggunakan produk setara EURO 4, bahkan Thailand di tahun 2023 akan mulai mengarah ke EURO 5. Di Asia Tenggara Singapura sudah paling maju sejak tahun 2017 sudah sesuai dengan standar EURO 6, sama seperti negara-negara maju di Eropa. Indonesia, sejak tahun 2000 masih berkutat rata-rata di EURO 2,” jelas Dasril.

Setuju dengan Fabby, Dasrul juga mendukung sinergi antara pemerintah, instansi, dan Pertamina sebagai BUMN untuk mendorong penggunaan BBM berkualitas yang ramah lingkungan. Menurutnya, edukasi harus dilakukan berkelanjutan sekaligus memastikan ketersediaan produk dan kekuatan ekonomi masyarakat agar produk BBM berkualitas yang ramah lingkungan ini dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.

"Kita harus mulai beralih, melakukan lompatan besar untuk menggunakan BBM berkualitas, butuh waktu, tapi harus dimulai. Harus mulai juga kita pikirkan ‘biaya’ besar yang harus dibayar, misalkan penyakit ISPA karena kualitas udara yang buruk, biaya perawatan mesin itu semua harus dipikirkan. Saya rasa jika berkomitmen, bersama-sama kita bisa melakukan ini sekaligus berkontribusi terhadap cita-cita Indonesia dalam Paris Protocol di tahun 2015, yakni mengurangi emisi karbon hingga 29% pada tahun 2030,” kata Dasrul.

Pada kesempatan yang sama, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), Putut Andriatno mengatakan bahwa Pertamina saat ini terus mengedukasi penggunaan BBM berkualitas kepada masyarakat dan turut berkontribusi untuk mengurangi pencemaran udara melalui Program Langit Biru (PLB).

"Jadi, PLB ini adalah edukasi melalui promosi, penawaran Pertalite dengan harga khusus bagi segmen tertentu. Harapannya, pengguna Premium akan merasakan sendiri dan mendapatkan pengalaman langsung manfaat menggunakan BBM berkualitas sehingga menumbuhkan kesadaran di masyarakat untuk beralih,”  kata Putut. (*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021