Kapasitas pompa untuk mengalirkan air ke laut dinilai masih kurang, sehingga masih sering terjadi genangan atau banjir saat hujan deras yang terjadi di sejumlah wilayah Kota Surabaya, Jawa Timur, sehingga perlu ditambah.
 
"Jika hujan deras terjadi pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB atau 17.00 WIB, maka di beberapa wilayah dipastikan akan terjadi genangan karena pada waktu itu laut sedang pasang," kata anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya William Wirakusuma di Surabaya, Selasa.

Willian mengatakan memasuki bulan Januari, curah hujan di Kota Surabaya mulai bervariasi dari hujan sedang, hujan deras hingga hujan petir. Dari pantauan di lapangan pekan lalu, kata dia, beberapa kawasan di Kota Surabaya tergenang air maupun banjir.

"Curah hujan beberapa hari terakhir di pekan lalu memang tinggi dan ditambah dengan pasang air laut," kata William yang juga Ketua Fraksi PSI DPRD Kota Surabaya. 

Menurut dia, pasang surut air laut juga memiliki peran terhadap keberadaan genangan di Kota Surabaya. Ketika hujan terjadi pada saat pasang maka kemungkinan terjadi genangan akan semakin besar atau banjir.

Genangan dipastikan terjadi ketika air laut pasang dikarenakan air hujan tidak dapat disalurkan ke laut. Untuk itu, menurut William, Pemkot Surabaya harus menambah lagi jumlah bozem atau tempat penampungan air dan rumah pompa.

"Pompa harus ditambah tidak hanya untuk mengalirkan air ke laut tapi juga harus ada rumah-rumah pompa yang berfungsi mengalirkan air ke bozem pada saat terjadi pasang laut," ujarnya.

Untuk saat ini, kata dia, pompa yang dimiliki Pemkot Surabaya untuk mengalirkan air ke bozem belum mencukupi.  Bahkan, kapasitas pompa untuk mengalirkan air ke laut pun masih kurang.

Untuk itu, kata dia, pada 2021 ini, pihaknya mengusulkan pengadaan pompa dengan kapasitas lebih tinggi. Saat ini kapasitas terbesar unit pompa yang dimiliki Pemerintah Kota Surabaya adalah 5 meter kubik per detik.

"Itupun sering saya temui hanya dijalankan dengan frekuensi 30-40Hz atau 70 Persen dari kemampuan optimal pompa. Jadi hanya dijalankan 3,5 meter kubik per detik," katanya. 

Untuk masa ekstrem seperti ini, menurut William sebaiknya dinyalakan 100 persen. Inverternya harus diset di frekuensi 50Hz karena pompa yang dimiliki Surabaya akan bekerja optimal 5 kubik per detik pada frekuensi 50Hz. Jaringan listrik di Indonesia itu frekuensinya 50Hz.

William juga mengapresiasi upaya Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Surabaya yang sudah selalu standby dan menyalakan pompa sebelum hujan bahkan 24 jam. Namun menurut alumni Jerman itu, pagi hari pukul 09.00 sampai 15.00 WIB adalah saat yang pas untuk sebanyak-banyaknya membuang air ke laut sebelum air laut pasang.

"Yang pasti baik pemerintah maupun warga harus siap siaga, genangan pasti masih akan ada di Kota Surabaya di masa cuaca ekstrem ini. Untuk itu warga yang tinggal di daerah langganan genangan harus menyiapkan diri. Namun jangan khwatir genangan tidak akan bertahan lama dan cepat surut," katanya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Surabaya Erna Purnawati sebelumnya mengatakan, pada 2020, Pemkot Surabaya melakukan pengadaan dua pompa sekaligus untuk dipasang di Rumah Pompa Petekan. 

Pompa yang pertama memiliki kapasitas 5 meter kubik dan yang kedua memiliki kapasitas 3 meter kubik. Sebelumnya, di situ hanya ada pompa berkapasitas 5 meter kubik satu unit, dan 3 meter kubik satu unit.
 
"Jadi, totalnya di sana sekarang ada 4 unit pompa, yang terdiri dari 2 unit pompa berkapasitas 5 meter kubik dan 2 unit lagi berkapasitas 3 meter kubik," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021