Pengusaha Terry Siswanto sedang berjuang mempertahankan rumah yang hingga kini ditempati bersama keluarganya di kawasan Darmo Indah Asri Surabaya, gara-gara berutang ke sebuah bank melalui pihak ketiga senilai ratusan juta rupiah. 

Pria berusia 68 tahun itu mengenang semua masalahnya berawal dari pinjaman uang untuk pengembangan usahanya senilai total Rp185,02 juta pada tahun 2011, yang dipercayakan kepada seorang pemuda warga Manyar Kertoarjo Surabaya berinisial ICL.

"Saya menyerahkan Sertifikat Hak Milik Nomor 238 atas bangunan dan tanah di Jalan Darmo Indah Asri Surabaya sebagai jaminannya," katanya saat dikonfirmasi di Surabaya, Jumat.

ICL dikenalnya setelah diketahui membuka jasa pinjaman uang kepada orang-orang yang membutuhkan suntikan dana dengan cepat. 

Saat memproses pinjaman uang untuk Terry, pemuda berinisial ICL sekaligus mengajukan pinjaman ke Bank Bukopin senilai Rp20,5 miliar, yang akhirnya dikucurkan untuk tiga orang klien lainnya, dengan masing-masing menyerahkan sertifikat hak milik tanah dan bangunan sebagai jaminan.

Atas jasanya itu, ICL meminta imbalan sebesar 10 persen dari tiap dana pinjaman yang dikucurkan.     

Singkat cerita, Terry telah melunasi seluruh utangnya dengan cara mengangsur, tetapi sertifikat rumahnya yang menjadi jaminan tidak pernah dikembalikan.

"Pihak Bank Bukopin pernah datang ke rumah untuk menyegel dan menginformasikan segera melaksanakan pelelangan," ujarnya.

Terry yang sebenarnya telah melunasi seluruh utangnya melalui ICL saat itu langsung membawa perkara ini ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim).   

Namun, ICL yang telah berstatus terlapor di Polda Jatim kemudian mengajak berdamai. Pemuda yang kini berusia 40 tahun itu melalui surat pernyataan bermaterai berjanji akan segera mengembalikan sertifikat rumah milik Terry. Selanjutnya meminta laporan kepolisian atas perkara ini dicabut. 

Terry sepakat. ICL juga sepakat untuk membuatkan bukti atas seluruh dana piutang yang telah dilunasi dituangkan dalam akta notaris.  

Namun, ternyata masalahnya belum selesai dan bahkan terus berkembang lebih rumit. Terry yang mengaku tidak sepenuhnya paham hukum mengungkapkan bahwa dalam akta yang dibuat oleh Notaris Natalya Yahya Puteri Wijaya SH pada tanggal 25 April 2011 tertulis piutang yang telah dilunasi hanya senilai Rp29,25 juta.  

Terry juga disodori tiga akta yang melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Zainal Arifin, masing-masing adalah Surat Perjanjian Jual Beli Nomor 27, Surat Kuasa Menjual Nomor 28, serta Surat Perjanjian Pengosongan Nomor 29 tertanggal 25 April 2011.

Belakangan Terry mengaku terkejut setelah mengetahui akta-akta tersebut menggunakan titel jual beli rumahnya yang dihargai sebesar Rp350 juta, jauh dari nilai sesungguhnya jika dihitung dengan tanah bangunan dari obyek jual-beli yang dimaksud. 

Terry yang sudah tidak berdaya akhirnya merasa pasrah dengan melunasi sebesar Rp326,5 juta beserta bunganya pada tanggal 23 Maret 2016, sembari berharap sertifikat rumahnya bisa kembali. Nyatanya tidak semudah itu karena sampai sekarang sertifikat hak milik rumahnya masih dikuasai ICL.

"Sekarang saya bersama tim kuasa hukum sedang menempuh jalur hukum perdata di Pengadilan Negeri Surabaya. Permohonan gugatan sudah kami daftarkan pada tanggal 23 Desember 2020. Selain itu, kami juga sedang mengupayakan agar tindak pidananya yang dulu pernah masuk di Polda Jatim untuk diproses kembali," ucapnya.     
 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021