Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengingatkan para calon pekerja migran Indonesia memperkuat diri dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan, sekaligus terhindar dari praktik ilegal.
"Agar terhindar dari hal-hal semacam ini harus memperkuat diri dengan pendidikan dan pelatihan, atau jangan ilegal," ujar Kepala BP2MI Benny Ramdhani di sela menghadiri pelaksanaan kegiatan "Edukasi Keuangan dan Literasi dan Perlindungan Diri bagi Calon PMI", di Surabaya, Kamis.
Menurut Benny, jika praktik yang dilakukan ilegal, maka akan kerap terjadi kekerasan, eksploitasi kerja karena gaji tak sesuai kontrak, jam kerja melebihi batas, bahkan pelecehan seksual.
Terlebih, kata dia, keberangkatan melalui praktik ilegal merupakan bisnis kotor dan seorang pengusaha nakal bisa mendapatkan keuntungan Rp30-40 juta dari satu orang pekerja migran.
"Ini yang harus dihindari. PMI harus profesional dan memiliki kualitas," ucapnya, di hadapan ratusan calon PMI secara luring maupun daring.
Sementara itu, Benny Rhamdani juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang telah menerapkan role model pelayanan dan pelindungan bagi pekerja migran.
Apresiasi tersebut, lanjut dia, patut diberikan karena Pemprov Jatim yang memiliki perhatian terhadap pekerja migran dengan telah menyiapkan anggaran pelatihan untuk PMI sebesar Rp7,9 miliar.
"Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi untuk daerah-daerah lain guna memberikan pelayanan untuk PMI," katanya.
Ia menjelaskan Jatim merupakan satu-satunya provinsi yang telah merespons Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017, mulai dari penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penerapan data tunggal (single data) PMI.
"Semua ini akan menjadi kontrol negara. Soal perbedaan data ini memang kelemahan negara, tidak punya single data. Ke depan kami akan ada satu data untuk PMI," tutur Benny.
Ia mengatakan BP2MI harus menjadikan prinsip bahwa memberikan keselamatan, kemerdekaan, dan kesejahteraan adalah pelindungan dan hukum tertinggi bagi pekerja migran.
"Kami ingin sinergi, kolaborasi dan bekerja bersama-sama, baik pusat maupun daerah. Ini akan menjadi langkah yang konkret, bukan seremoni semata. Semua harus berikan pelayanan yang terbaik untuk PMI," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur Himawan Estu Bagijo mengatakan kehadiran pekerja migran ini tidak bisa dipisahkan lagi sehingga akan terus mendukung penguatan pelayanan, pelindungan dan kesejahteraan pekerja migran.
"Jawa Timur menempati peringkat dua dalam penempatan PMI dengan negara tujuan terbanyak adalah Taiwan 31.988 orang, Hongkong 23.785, Malaysia 11.662 orang," katanya.
Penjabat Sementara Bupati Mojokerto tersebut juga menjelaskan, jumlah PMI asal Jatim Tahun 2019 sebanyak 68.740 orang, dengan jumlah tenaga kerja formal 25.886 orang dan informal 42.854 orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Agar terhindar dari hal-hal semacam ini harus memperkuat diri dengan pendidikan dan pelatihan, atau jangan ilegal," ujar Kepala BP2MI Benny Ramdhani di sela menghadiri pelaksanaan kegiatan "Edukasi Keuangan dan Literasi dan Perlindungan Diri bagi Calon PMI", di Surabaya, Kamis.
Menurut Benny, jika praktik yang dilakukan ilegal, maka akan kerap terjadi kekerasan, eksploitasi kerja karena gaji tak sesuai kontrak, jam kerja melebihi batas, bahkan pelecehan seksual.
Terlebih, kata dia, keberangkatan melalui praktik ilegal merupakan bisnis kotor dan seorang pengusaha nakal bisa mendapatkan keuntungan Rp30-40 juta dari satu orang pekerja migran.
"Ini yang harus dihindari. PMI harus profesional dan memiliki kualitas," ucapnya, di hadapan ratusan calon PMI secara luring maupun daring.
Sementara itu, Benny Rhamdani juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang telah menerapkan role model pelayanan dan pelindungan bagi pekerja migran.
Apresiasi tersebut, lanjut dia, patut diberikan karena Pemprov Jatim yang memiliki perhatian terhadap pekerja migran dengan telah menyiapkan anggaran pelatihan untuk PMI sebesar Rp7,9 miliar.
"Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi untuk daerah-daerah lain guna memberikan pelayanan untuk PMI," katanya.
Ia menjelaskan Jatim merupakan satu-satunya provinsi yang telah merespons Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017, mulai dari penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penerapan data tunggal (single data) PMI.
"Semua ini akan menjadi kontrol negara. Soal perbedaan data ini memang kelemahan negara, tidak punya single data. Ke depan kami akan ada satu data untuk PMI," tutur Benny.
Ia mengatakan BP2MI harus menjadikan prinsip bahwa memberikan keselamatan, kemerdekaan, dan kesejahteraan adalah pelindungan dan hukum tertinggi bagi pekerja migran.
"Kami ingin sinergi, kolaborasi dan bekerja bersama-sama, baik pusat maupun daerah. Ini akan menjadi langkah yang konkret, bukan seremoni semata. Semua harus berikan pelayanan yang terbaik untuk PMI," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur Himawan Estu Bagijo mengatakan kehadiran pekerja migran ini tidak bisa dipisahkan lagi sehingga akan terus mendukung penguatan pelayanan, pelindungan dan kesejahteraan pekerja migran.
"Jawa Timur menempati peringkat dua dalam penempatan PMI dengan negara tujuan terbanyak adalah Taiwan 31.988 orang, Hongkong 23.785, Malaysia 11.662 orang," katanya.
Penjabat Sementara Bupati Mojokerto tersebut juga menjelaskan, jumlah PMI asal Jatim Tahun 2019 sebanyak 68.740 orang, dengan jumlah tenaga kerja formal 25.886 orang dan informal 42.854 orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020