Pandemi COVID-19 yang sudah melanda Indonesia lebih dari delapan bulan berdampak besar pada sektor ekonomi masyarakat, salah satu sektor yang dilirik para pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah menjadi agen asuransi.

Akan tetapi, menjadi agen asuransi saat ini juga tidak mudah karena adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.05/2016 yang mengatur berbagai hal mengenai agen asuransi kecil.

Ketua Umum DPP Perkumpulan Ahli Agen Asuransi Umum Indonesia (A3UI) Baidi Montana mengatakan saat ini kondisi agen asuransi kecil sulit berkembang karena adanya perubahan regulasi yang tertuang dalam POJK 69 Tahun 2016.

"Banyak agen asuransi kecil yang tidak berkembang, bahkan cenderung dibiarkan mati karena adanya pembatasan yang diberlakukan dengan regulasi tersebut. Pada masa pandemi ini, seharusnya menjadi agen asuransi meski hasilnya kecil merupakan salah satu solusi mendapatkan pekerjaan di tengah banyaknya korban PHK. Jumlah agen asuransi kecil saat ini mencapai puluhan ribu orang," jelas Baidi Montana kepada awak media di Surabaya, Senin.

Baidi Montana menambahkan masalah nasib agen asuransi kecil menjadi salah satu yang akan dibahas dalam Rapat Kerja Nasioonal (Rakernas) A3UI di Surabaya pada Selasa, 1 Desember 2020. Acara yang berlangsung di Hotel Shangrila Surabaya itu digelar secara virtual.

Menurut Baidi, rakernas digelar untuk terus berjuang mewujudkan organisasi A3UI sebagai wadah profesi agen asuransi yang bermartabat dan terus menggelora walaupun di masa pandemi COVID-19.

"Rakernas 2020 akan diikuti seluruh pengurus DPP, DPW dan DPD seluruh Indonesia. Keputusan rakernas nantinya menjadi pedoman dan acuan kerja organisasi untuk kemajuan ke depan yang lebih baik dan bermanfaat untuk kesejahteraan anggota, sekaligus memberikan sumbangsih untuk kemajuan perasuransian di Indonesia," jelasnya.

Untuk itu, tambah Baidi, menyambut tantangan usaha pada 2021, A3UI akan tetap konsisten memperjuangkan perubahan atas ketentuan pasal 17 ayat 1 POJK 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Re-Asuransi Syariah, juncto ketentuan romawi V angka 1 huruf c SEOJK. No. 19/SEOJK.05/2020 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi, yang pada pokok mengatur syarat 1 agen 1 Asuransi.

“Konsisten memperjuangkan A3UI dapat diakui sebagai organisasi profesi yang otonom, sebagai mitra sejajar dengan pendahulunya seperti AAUI dan Aparrindo. Sebagai salah satu pelaku asuransi dengan usaha mandiri, A3UI akan terus berbenah diri dan mengembangkan jaringan hingga ke daerah-daerah dengan pembentukan DPP dan DPW," imbuhnya.

Pada kesempatan itu, Ketua A3UI Baidi Montana juga mempertanyakan surat keputusan DPP AAUI No.35/SK.AAUI/2020 tentang Standar Praktik dan Kode Etik Agen Asuransi Umum Indonesia.

“Menurut kami, terbitnya SK tersebut menunjukkan bahwa AAUI (Asosiasi Asuransi Umum Indonesia) yang beranggotakan perusahaan asuransi justru bertindak melebihi kewenangannya atau offside.  Pertanyaan besarnya, apakah boleh AAUI mengatur kemandirian asosiasi lain? Bukankah A3UI patut diakui sebagai organisasi profesi yang merupakan mitra sejajar," katanya.

Menurut ia, seharusnya pihak yang berwenang mengatur kode etik profesi agen asuransi umum adalah sebuah organisasi yang beranggotakan agen asuransi umum. Sebagai contoh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) mengatur anggotanya yang berprofesi dokter, IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) mengatur anggotanya yang berprofesi Arsitek, atau Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) mengatur anggotanya yang berprofesi sebagai advokat. (*)

Pewarta: Didik Kusbiantoro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020