Operasi yustisi penegakan disiplin protokol kesehatan dalam beberapa hari terakhir gencar dilakukan di berbagai daerah. Operasi yustisi itu lebih difokuskan pada masyarakat yang masih abai memakai masker saat beraktivitas di luar rumah.
Kegiatan operasi kali ini melibatkan aparat gabungan. Ada polisi, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Polisi juga membentuk tim khusus pemburu pelanggaran protokol kesehatan. Warga yang terjaring "operasi masker" ada yang langsung disidang di tempat dan dikenai sanksi denda atau kerja sosial bagi mereka yang tidak mau membayar denda. Jumlah denda yang diberlakukan bervariasi, mulai Rp100.000 (perorangan) hingga jutaan rupiah untuk pelaku usaha.
Penegakan aturan dengan cara lebih "tegas" ini agaknya tidak lepas dari sikap sebagian masyarakat yang masih meremehkan keganasan virus corona jenis baru penyebab COVID-19. Mereka yang abai ini seperti tidak punya tanggung jawab atau hati nurani, sekarepe dewe (semaunya sendiri) tanpa memedulikan kondisi orang lain.
Laporan harian yang dirilis Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mencatat pada Rabu (16/9) ada penambahan 3.963 kasus konfirmasi positif, sedangkan kasus sembuh bertambah 3.036 orang. Dengan penambahan itu, total kasus positif COVID-19 di Indonesia menjadi 228.993 dan pasien sembuh 164.101 orang.
Sementara kasus meninggal dunia bertambah 135 orang sehingga total tercatat 9.100 orang tidak tertolong nyawanya akibat terinfeksi virus mematikan itu. Di antaranya mereka yang meninggal itu terdapat 115 orang dokter.
Hingga kini, upaya pembuatan vaksin penangkal COVID-19 masih terus berlangsung di banyak negara, termasuk Indonesia yang menyiapkan vaksin merah putih. Kalau berjalan lancar, vaksin produksi dalam negeri ini baru tersedia secara massal pada akhir 2021 atau mulai 2022. Sementara pada akhir 2020 ini, Indonesia kabarnya mendatangkan 30 juta vaksin COVID-19 dari negara lain. Jumlah ini jelas jauh dari kebutuhan rakyat Indonesia yang mencapai sekitar 270 juta jiwa.
Nah, selama menunggu tersedianya vaksin, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali melakukan upaya pencegahan. Protokol kesehatan yang sudah digaungkan sejak kemunculan virus ini penting diterapkan, yakni pakai masker jika beraktivitas di luar rumah, hindari kerumunan, jaga jarak fisik, sering mencuci tangan, dan tetap di rumah jika tidak ada keperluan penting.
Namun, imbauan itu tidak sepenuhnya ditaati masyarakat, meskipun sudah banyak kasus yang muncul akibat abai menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, terutama pemakaian masker. Di antara mereka yang ngeyel tidak mau pakai masker itu mengklaim dirinya sehat, meskipun sebenarnya bisa saja dia sudah terinfeksi virus corona namun berstatus OTG (orang tanpa gejala).
Orang-orang "sehat" semacam ini yang sebenarnya justru membahayakan, karena tanpa disadari mereka sudah membawa virus itu berkeliaran kemana-mana dan menginfeksi orang lain. Bagi orang dengan imun tubuh kuat, virus itu mungkin bisa dilawan. Tetapi, bagi orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan paru-paru, infeksi virus corona akan membuatnya cepat kolaps.
Potensi penyebaran virus corona di Indonesia diprediksi masih terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Sejumlah agenda nasional bisa menjadi pemicunya, salah satunya pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang dijadwalkan 9 Desember 2020. Tanda-tanda itu sudah terbukti, ketika sejumlah bakal calon kepala daerah yang mendaftar ke KPU dinyatakan positif COVID-19. Belum lagi sejumlah penyelenggara pilkada juga terpapar. Usulan penundaan pilkada pun mencuat guna menghindari munculnya klaster baru.
Potensi lain bisa jadi muncul dari klaster olahraga, seiring segera bergulirnya kembali kompetisi sepak bola Liga 1 dan Liga 2, serta Indonesia Basketball League (IBL) pada Oktober 2020. Memang ada mekanisme ketat yang akan diterapkan penyelenggara kompetisi, termasuk menggelar pertandingan tanpa penonton, namun hal itu juga belum menjadi jaminan kegiatan itu terbebas dari ancaman COVID-19.
Apalagi kompetisi itu dipusatkan di Pulau Jawa yang sebaran virusnya masih berisiko. Banyak pihak menentang digelarnya kembali kompetisi Liga Indonesia, tetapi PSSI dan operator liga tetap jalan terus.
Berkaca dari kompetisi olahraga di beberapa negara yang menerapkan aturan dan protokol kesehatan super-ketat selama penyelenggaraan, juga tidak luput dari serangan virus corona. Sebut saja balap sepeda Tour de France, tenis AS Terbuka, kompetisi Liga Inggris, basket NBA, hingga balapan MotoGP dan Formula 1. Turnamen bulu tangkis Piala Thomas dan Uber di Denmark pada Oktober 2020 pun ikut dibatalkan setelah banyak negara peserta mundur karena khawatir dengan COVID-19.
Virus mematikan yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019 ini tidak pandang bulu dan pilih-pilih korban. Mau orang miskin, orang kaya, artis, selebritas, pejabat, penjahat, bayi, anak muda atau orang tua, semua bisa terinfeksi. Bahkan, orang kategori sangat sehat, semisal atlet profesional macam petenis Novak Djokovic tak luput terpapar COVID-19.
Memang tidak mudah menyadarkan masyarakat untuk ikut bertanggung jawab membantu pemerintah menekan penyebaran COVID-19, meskipun sekadar disiplin memakai masker. Untuk itu, langkah tegas yang diambil aparat dalam mendisiplinkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan patut diapresiasi dam didukung. Kalau upaya tegas ini juga tidak berhasil, berarti masyarakat itu memang sudah kebal dan bebal. Angel...angel...temen tuturane. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Kegiatan operasi kali ini melibatkan aparat gabungan. Ada polisi, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Polisi juga membentuk tim khusus pemburu pelanggaran protokol kesehatan. Warga yang terjaring "operasi masker" ada yang langsung disidang di tempat dan dikenai sanksi denda atau kerja sosial bagi mereka yang tidak mau membayar denda. Jumlah denda yang diberlakukan bervariasi, mulai Rp100.000 (perorangan) hingga jutaan rupiah untuk pelaku usaha.
Penegakan aturan dengan cara lebih "tegas" ini agaknya tidak lepas dari sikap sebagian masyarakat yang masih meremehkan keganasan virus corona jenis baru penyebab COVID-19. Mereka yang abai ini seperti tidak punya tanggung jawab atau hati nurani, sekarepe dewe (semaunya sendiri) tanpa memedulikan kondisi orang lain.
Laporan harian yang dirilis Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mencatat pada Rabu (16/9) ada penambahan 3.963 kasus konfirmasi positif, sedangkan kasus sembuh bertambah 3.036 orang. Dengan penambahan itu, total kasus positif COVID-19 di Indonesia menjadi 228.993 dan pasien sembuh 164.101 orang.
Sementara kasus meninggal dunia bertambah 135 orang sehingga total tercatat 9.100 orang tidak tertolong nyawanya akibat terinfeksi virus mematikan itu. Di antaranya mereka yang meninggal itu terdapat 115 orang dokter.
Hingga kini, upaya pembuatan vaksin penangkal COVID-19 masih terus berlangsung di banyak negara, termasuk Indonesia yang menyiapkan vaksin merah putih. Kalau berjalan lancar, vaksin produksi dalam negeri ini baru tersedia secara massal pada akhir 2021 atau mulai 2022. Sementara pada akhir 2020 ini, Indonesia kabarnya mendatangkan 30 juta vaksin COVID-19 dari negara lain. Jumlah ini jelas jauh dari kebutuhan rakyat Indonesia yang mencapai sekitar 270 juta jiwa.
Nah, selama menunggu tersedianya vaksin, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali melakukan upaya pencegahan. Protokol kesehatan yang sudah digaungkan sejak kemunculan virus ini penting diterapkan, yakni pakai masker jika beraktivitas di luar rumah, hindari kerumunan, jaga jarak fisik, sering mencuci tangan, dan tetap di rumah jika tidak ada keperluan penting.
Namun, imbauan itu tidak sepenuhnya ditaati masyarakat, meskipun sudah banyak kasus yang muncul akibat abai menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, terutama pemakaian masker. Di antara mereka yang ngeyel tidak mau pakai masker itu mengklaim dirinya sehat, meskipun sebenarnya bisa saja dia sudah terinfeksi virus corona namun berstatus OTG (orang tanpa gejala).
Orang-orang "sehat" semacam ini yang sebenarnya justru membahayakan, karena tanpa disadari mereka sudah membawa virus itu berkeliaran kemana-mana dan menginfeksi orang lain. Bagi orang dengan imun tubuh kuat, virus itu mungkin bisa dilawan. Tetapi, bagi orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan paru-paru, infeksi virus corona akan membuatnya cepat kolaps.
Potensi penyebaran virus corona di Indonesia diprediksi masih terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Sejumlah agenda nasional bisa menjadi pemicunya, salah satunya pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang dijadwalkan 9 Desember 2020. Tanda-tanda itu sudah terbukti, ketika sejumlah bakal calon kepala daerah yang mendaftar ke KPU dinyatakan positif COVID-19. Belum lagi sejumlah penyelenggara pilkada juga terpapar. Usulan penundaan pilkada pun mencuat guna menghindari munculnya klaster baru.
Potensi lain bisa jadi muncul dari klaster olahraga, seiring segera bergulirnya kembali kompetisi sepak bola Liga 1 dan Liga 2, serta Indonesia Basketball League (IBL) pada Oktober 2020. Memang ada mekanisme ketat yang akan diterapkan penyelenggara kompetisi, termasuk menggelar pertandingan tanpa penonton, namun hal itu juga belum menjadi jaminan kegiatan itu terbebas dari ancaman COVID-19.
Apalagi kompetisi itu dipusatkan di Pulau Jawa yang sebaran virusnya masih berisiko. Banyak pihak menentang digelarnya kembali kompetisi Liga Indonesia, tetapi PSSI dan operator liga tetap jalan terus.
Berkaca dari kompetisi olahraga di beberapa negara yang menerapkan aturan dan protokol kesehatan super-ketat selama penyelenggaraan, juga tidak luput dari serangan virus corona. Sebut saja balap sepeda Tour de France, tenis AS Terbuka, kompetisi Liga Inggris, basket NBA, hingga balapan MotoGP dan Formula 1. Turnamen bulu tangkis Piala Thomas dan Uber di Denmark pada Oktober 2020 pun ikut dibatalkan setelah banyak negara peserta mundur karena khawatir dengan COVID-19.
Virus mematikan yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019 ini tidak pandang bulu dan pilih-pilih korban. Mau orang miskin, orang kaya, artis, selebritas, pejabat, penjahat, bayi, anak muda atau orang tua, semua bisa terinfeksi. Bahkan, orang kategori sangat sehat, semisal atlet profesional macam petenis Novak Djokovic tak luput terpapar COVID-19.
Memang tidak mudah menyadarkan masyarakat untuk ikut bertanggung jawab membantu pemerintah menekan penyebaran COVID-19, meskipun sekadar disiplin memakai masker. Untuk itu, langkah tegas yang diambil aparat dalam mendisiplinkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan patut diapresiasi dam didukung. Kalau upaya tegas ini juga tidak berhasil, berarti masyarakat itu memang sudah kebal dan bebal. Angel...angel...temen tuturane. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020