Visiting Professor di NUS’s Yong Loo Lin School of Medicine, Profesor Tikki Pangestu mengatakan sebuah kajian diperlukan dalam membuat regulasi, seperti produk tembakau alternatif, sehingga setiap keputusan tidak didasarkan pada argumen ideologis, namun lebih pada ilmiah.

"Perdebatan tentang pengurangan dampak negatif tembakau masih sangat kontroversial. Ini sebagian besar didasarkan pada argumen ideologis daripada ilmiah dan menjadi sangat emosional. Jadi terkadang cukup sulit untuk benar-benar melakukan dialog rasional tentang kebijakan lain yang diperlukan,” kata Prof. Tikki dalam keterangan persnya, Jumat.

Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini mengakui, perbedaan pendapat tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga di mancanegara, hal ini terlihat dari beberapa negara yang memiliki kebijakan berbeda dalam memandang inovasi produk tembakau alternatif.

Sehingga, sampai saat ini Indonesia belum memiliki kebijakan yang spesifik mengatur ihwal produk tembakau alternatif dan belum ada kepastian untuk mendukung perkembangannya. 

Bahkan produk hasil inovasi ini juga sering menjadi bahan perdebatan lantaran kesimpangsiuran informasi dan kesulitan memperoleh acuan yang faktual.

Terpisah, ahli toksikologi Universitas Airlangga (Unair), Shoim Hidayat mengatakan, produk tembakau yang dipanaskan memiliki kandungan zat-zat kimia berbahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok. 

Proses pemanasan tembakau tersebut, kata dia, tidak menghasilkan asap seperti rokok melainkan aerosol atau uap sehingga kandungan zat kimia berbahaya pada produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dalam kuantitas dan kadarnya dari rokok konvensional.

"Jadi tidak bisa disebutkan produk tembakau yang dipanaskan ini sama berbahayanya dengan rokok. Namun, inovasi tembakau alternatif juga harus tetap diimbangi dengan adanya regulasi berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif. Ini menjadi sangat penting agar penggunaannya tepat sasaran," kata Shoim.

Ia mengatakan, dalam meregulasi produk tembakau yang didasari oleh kajian ilmiah dapat menjadi panduan pembahasan intensif untuk membentuk aturan berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Sebab, tujuan utama dari pembuatan kebijakan berlandaskan kajian ilmiah ialah untuk mencapai perlindungan kesehatan masyarakat yang lebih baik. (*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020