Pondok Pesantren Segoro Agung Trowulan bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur melaksanakan panen raya dalam rangka menyukseskan program pemerintah mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Bupati Mojokerto, Pungkasiadi, di Mojokerto, Rabu (5/8), mengatakan Kerajaan Majapahit pada zaman dahulu telah dikenal memiliki sistem pertanian yang maju.
"Sangat masuk akal jika semua ilmu pertanian leluhur yang diajarkan, akhirnya diwariskan sebagai sebuah budaya dan kearifan lokal untuk mewujudkan ketahanan pangan," katanya saat panen raya.
Ia mengemukakan Kabupaten Mojokerto setiap tahun mampu mencapai surplus beras hingga 78 ribu ton.
"Ketahanan pangan sudah diprogramkan di Kabupaten Mojokerto. Bahkan, untuk tanaman pendamping seperti jagung dan ketela pohon sekalipun," katanya.
Ia menjelaskan Kerajaan Majapahit dulu memang dikenal sebagai ahlinya pertanian. Bahkan ada hari-hari penanggalan untuk memutuskan tepat tidaknya panen.
”Misalnya, tanaman padi cocok dipanen pada Minggu Pahing. Nenek moyang kita sangat jeli memprediksi cuaca dan irigasi. Panen ini upaya kita untuk nguri-uri budaya," katanya.
Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak dalam kesempatan itu menyebut Jawa Timur sebagai basis agribisnis dan lumbung padi nasional.
Sahat juga memuji surplus hasil pangan pertanian di Kabupaten Mojokerto. "Bu Gubernur Jatim dan seluruh stakeholder mendukung penuh upaya mewujudkan ketahanan pangan Jatim," katanya.
Ia mengatakan surplus beras menandakan apa yang diprogramkan pemerintah pusat maupun provinsi sejalan dengan kabupaten. "Kontribusi Kabupaten Mojokerto sangat besar. Inisiasi panen raya Ponpes Segoro Agung ini, memberi pelajaran bahwa setiap jengkal tanah dapat bermanfaat bagi ketahanan pangan," katanya.
Sementara itu Anggota Komisi XI DPR RI Sarmuji mengatakan panen raya itu merupakan ikhtiar mewujudkan ketahanan pangan, dengan tetap mempertahankan kultur budaya.
"Saya memaknai panen ini sebagai upaya membangkitkan kejayaan Majapahit di bidang pertanian. Tanah kita tanah lohjinawi, sangat subur, ditanami apa saja tumbuh," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Bupati Mojokerto, Pungkasiadi, di Mojokerto, Rabu (5/8), mengatakan Kerajaan Majapahit pada zaman dahulu telah dikenal memiliki sistem pertanian yang maju.
"Sangat masuk akal jika semua ilmu pertanian leluhur yang diajarkan, akhirnya diwariskan sebagai sebuah budaya dan kearifan lokal untuk mewujudkan ketahanan pangan," katanya saat panen raya.
Ia mengemukakan Kabupaten Mojokerto setiap tahun mampu mencapai surplus beras hingga 78 ribu ton.
"Ketahanan pangan sudah diprogramkan di Kabupaten Mojokerto. Bahkan, untuk tanaman pendamping seperti jagung dan ketela pohon sekalipun," katanya.
Ia menjelaskan Kerajaan Majapahit dulu memang dikenal sebagai ahlinya pertanian. Bahkan ada hari-hari penanggalan untuk memutuskan tepat tidaknya panen.
”Misalnya, tanaman padi cocok dipanen pada Minggu Pahing. Nenek moyang kita sangat jeli memprediksi cuaca dan irigasi. Panen ini upaya kita untuk nguri-uri budaya," katanya.
Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak dalam kesempatan itu menyebut Jawa Timur sebagai basis agribisnis dan lumbung padi nasional.
Sahat juga memuji surplus hasil pangan pertanian di Kabupaten Mojokerto. "Bu Gubernur Jatim dan seluruh stakeholder mendukung penuh upaya mewujudkan ketahanan pangan Jatim," katanya.
Ia mengatakan surplus beras menandakan apa yang diprogramkan pemerintah pusat maupun provinsi sejalan dengan kabupaten. "Kontribusi Kabupaten Mojokerto sangat besar. Inisiasi panen raya Ponpes Segoro Agung ini, memberi pelajaran bahwa setiap jengkal tanah dapat bermanfaat bagi ketahanan pangan," katanya.
Sementara itu Anggota Komisi XI DPR RI Sarmuji mengatakan panen raya itu merupakan ikhtiar mewujudkan ketahanan pangan, dengan tetap mempertahankan kultur budaya.
"Saya memaknai panen ini sebagai upaya membangkitkan kejayaan Majapahit di bidang pertanian. Tanah kita tanah lohjinawi, sangat subur, ditanami apa saja tumbuh," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020