Komisi I DPRD Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menemukan data penerima bantuan sosial tunai yang anggarannya bersumber dari APBD kabupaten setempat yang diduga salah sasaran, bahkan di salah satu desa tercatat sekitar 40 persen nama penerima bantuan ternyata telah meninggal dunia.
"Temuan data penerima bantuan sosial tunai atau BST yang disalurkan Pemkab Situbondo tersebut ketika kami melakukan kunjungan kerja ke beberapa desa," ujar Ketua Komisi I DPRD Situbondo H Faisol di Situbondo, Rabu.
Ia menyebutkan bahwa salah satu desa itu menerima bantuan sosial tunai akibat dampak pandemi COVID-19 dari pemerintah kabupaten sebanyak 69 orang, namun dari jumlah tersebut ada sekitar 30 nama penerima ternyata sudah meninggal dunia.
Ironisnya, lanjut dia, data penerima BST yang telah meninggal dunia itu sudah berbasis Data Tunggal Daerah Analisis Kependudukan Partisipatif (DTD-AKP). DTD-AKP merupakan data yang selalu disebut-disebut paling valid dimiliki Pemkab Situbondo, karena data warga miskin selalu diperbarui setiap tahunnya.
"Nah, ini yang jadi persoalan, infonya sudah berbasis DTD-AKP, tetapi setelah kami turun masih ditemukan data penerima bantuan sosial dampak corona itu banyak yang meninggal dunia," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Selain itu, kata Faisol, Pemkab Situbondo menyalurkan BST setelah pemerintah desa menyalurkan BLT Desa, padahal semestinya penyaluran bantuan sosial di masa pandemi itu dilakukan secara runtun dan saling melengkapi.
Menurut ia, penyaluran bansos tunai mulai dari pemerintah pusat, provinsi, pemkab, baru pemerintah desa. Dengan begitu, pemerintah desa bisa memgakomodasi warga miskin yang tidak masuk BST kabupaten menggunakan dana desa.
"Kami juga tidak paham kenapa pemkab justru menyalurkan bantuan sosial tunai dilakukan setelah pemdes menyalurkan BLT Desa. Tentunya pemdes tak bisa mengakomodasi warga miskin yang tidak masuk data BST pemkab," ucapnya.
Faisol menambahkan Komisi I DPRD Situbondo akan segera bertemu dengan Satgas Penanganan COVID-19 untuk membahas masalah data penerima bantuan sosial akibat pandemi, karena kebanyakan pemdes kebingungan harus menyandingkan data bantuan agar tidak terjadi tumpang tindih.
“Ini masalah serius, DTD-AKP juga perlu dipertanyakan validitasnya. Sudah banyak ketua RT mundur perihal bantuan sosial COVID-19 ini," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Temuan data penerima bantuan sosial tunai atau BST yang disalurkan Pemkab Situbondo tersebut ketika kami melakukan kunjungan kerja ke beberapa desa," ujar Ketua Komisi I DPRD Situbondo H Faisol di Situbondo, Rabu.
Ia menyebutkan bahwa salah satu desa itu menerima bantuan sosial tunai akibat dampak pandemi COVID-19 dari pemerintah kabupaten sebanyak 69 orang, namun dari jumlah tersebut ada sekitar 30 nama penerima ternyata sudah meninggal dunia.
Ironisnya, lanjut dia, data penerima BST yang telah meninggal dunia itu sudah berbasis Data Tunggal Daerah Analisis Kependudukan Partisipatif (DTD-AKP). DTD-AKP merupakan data yang selalu disebut-disebut paling valid dimiliki Pemkab Situbondo, karena data warga miskin selalu diperbarui setiap tahunnya.
"Nah, ini yang jadi persoalan, infonya sudah berbasis DTD-AKP, tetapi setelah kami turun masih ditemukan data penerima bantuan sosial dampak corona itu banyak yang meninggal dunia," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Selain itu, kata Faisol, Pemkab Situbondo menyalurkan BST setelah pemerintah desa menyalurkan BLT Desa, padahal semestinya penyaluran bantuan sosial di masa pandemi itu dilakukan secara runtun dan saling melengkapi.
Menurut ia, penyaluran bansos tunai mulai dari pemerintah pusat, provinsi, pemkab, baru pemerintah desa. Dengan begitu, pemerintah desa bisa memgakomodasi warga miskin yang tidak masuk BST kabupaten menggunakan dana desa.
"Kami juga tidak paham kenapa pemkab justru menyalurkan bantuan sosial tunai dilakukan setelah pemdes menyalurkan BLT Desa. Tentunya pemdes tak bisa mengakomodasi warga miskin yang tidak masuk data BST pemkab," ucapnya.
Faisol menambahkan Komisi I DPRD Situbondo akan segera bertemu dengan Satgas Penanganan COVID-19 untuk membahas masalah data penerima bantuan sosial akibat pandemi, karena kebanyakan pemdes kebingungan harus menyandingkan data bantuan agar tidak terjadi tumpang tindih.
“Ini masalah serius, DTD-AKP juga perlu dipertanyakan validitasnya. Sudah banyak ketua RT mundur perihal bantuan sosial COVID-19 ini," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020