Dinas Pendidikan Kota Surabaya menggelar simulasi pembelajaran tatap muka di sejumlah SMP swasta yang ada kota setempat, Selasa.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah Disdik Kota Surabaya Sudarminto mengatakan ada 10 SMP swasta dari 21 SMP yang menjadi pilot project pembelajaran tatap muka untuk mewakili wilayahnya.
"Setelah simulasi ada rapat dengan pemerintah kota dan masih butuh kajian bersama ahli dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Hal itu untuk memutuskan rekomendasi juga masih menunggu Surabaya zona hijau," katanya di sela simulasi pembelajaran tatap muka di SMP 17 Agustus 1945 Surabaya.
Kajian itu sesuai dengan rekomendasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar pembelajaran tatap muka bisa dilakukan saat Surabaya sudah zona hijau.
Sudarminto menegaskan simulasi ini tidak mendekati dimulainya pembelajaran tatap muka, tetapi menyiapkan sekolah untuk memenuhi protokol kesehatan dan sarprasnya sehingga sekolah siap saat sudah mulai masuk sekolah.
"Jadi, bukan kelinci percobaan, karena sudah kami siapkan semuanya baru anak masuk sekolah. Jika sekolah tidak mau melakukan pembelajaran tatap muka harus ada kajiannya. Sama halnya dengan orang tua yang menolak pembelajaran tatap muka," ujarnya.
Ia mencontohkan saat anak dengan komorbid atau obesitas, jika orang tua menolak masuk sekolah maka diizinkan. Namun, diharapkan tindakan orang tua juga relevan dengan tidak mengajak anaknya jalan-jalan.
"Jadi, masyarakat harus membuka wawasannya bukan semua siswa masuk, hanya 25 persen. Karena ini uji coba, pastinya saat masuk nanti belum normal. Mulai dari jam pembelajaran hingga materi ajarnya," ucapnya.
Terkait penunjukan sekolah swasta untuk simulasi, dikatakan Sudarminto hal ini sebagai wujud melihat kesiapan sekolah menerapkan protokol kesehatan yang sudah dibuat.
"Sekolah sebulan sebelumnya sudah diminta menyusun protokol. Dan jika sekolah tidak punya protokol pastinya akan dilarang mengadakan pembelajarn tatap muka," ujarnya.
Dari hasil simulasi, Sudarminto menekankan sekolah agar lebih siap mengatur ketepatan waktu pemeriksaan suhu badan agar tidak terjadi penumpukan saat siswa masuk sekolah.
"Simulasi ini hanya diikuti empat anak, kalau ratusan anak ini bagaimna. Jadi thermogun bisa di tangan dan tidak perlu ditunjukkan biar tidak perlu menghabiskan waktu lama," katanya.
Sementara itu, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta wilayah Surabaya Timur Wiwik Wahyuningsih mengungkapkan sebelum penunjukan sekolah sebagai pilot project, secara rutin Disdik Surabaya melakukan pendataan, pembelajaran dan evaluasi daring.
"Kemudian seluruh SMP negeri dan swasta Minggu lalu ada video call dengan wali kota terkait kesiapan sekolah jika ada pembelajaran. Kemudian ditunjuk tiap wilayah harus ada perwakilan," katanya.
Mengingat waktu yang terbatas, dikatakan wanita yang juga Kepala SMP 17 Agustus 1945 Surabaya ini, sekolah tidak menambah sarana prasarana untuk simulasi.
"Ada sekolah yang memang sampai beli bilik disinfektan untuk simulasi ini. Tapi kami awalnya membayangkan pandemi segera berakhir dan anak segera masuk, jadi kami belum nambah sarana prasarana. Jadi untuk simulasi ini kami masih apa adanya dulu," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020