Kota-kota besar di China, seperti Wuhan dan Beijing, sedang menyusun rencana menghadapi gelombang lanjutan serangan COVID-19 pada musim gugur dan musim dingin, meskipun di China saat ini wabah tersebut secara umum terkendali.
Para pakar kesehatan mengingatkan adanya penyebab infeksi yang tidak diketahui, wabah regional akibat kasus impor, serta serangan ganda COVID dan influenza yang merupakan penyakit musiman.
Pandemi itu akan terus berlanjut hingga musim dingin dan situasinya bisa jadi lebih buruk daripada sebelumnya, demikian peringatan Kepala Epidemiolog Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Wu Zunyou, dikutip media resmi setempat, Selasa.
Dia memperkirakan masa-masa mencekam di Wuhan pada awal tahun ini tidak akan terulang lagi di China.
Namun, Wu mengingatkan pemerintah China karena masih akan menghadapi dua hal penting. Pertama, wabah yang tidak diketahui penyebabnya seperti di pasar ikan di Wuhan yang muncul kembali di Pasar Induk Xinfadi, Beijing.
Kedua, penyebaran virus secara regional yang disebabkan oleh kasus impor, seperti yang terjadi di Shulan dan Suifenhe, Provinsi Heilongjiang.
Tiga bulan setelah status karantina wilayah (lockdown) Wuhan, Provinsi Hubei, dicabut pada 8 April, pengawasan terhadap COVID-19 terus berlanjut.
Lebih dari 80.000 sampel yang diambil dari masyarakat sekitar pada bulan lalu menunjukkan hasil negatif.
Otoritas di Kota Wuhan mengumpulkan sampel dari swalayan, pasar produk pertanian, dan toilet umum pada 13 Juni.
Ahli pernapasan dari Rumah Sakit Utama Peking University Wang Guangfa mengatakan mayoritas warga China tidak memiliki kekebalan terhadap COVID-19. Karena itu, menurut dia, wabah flu yang biasanya terjadi pada musim gugur dan musim dingin makin menyulitkan pemberantasan COVID-19 gelombang berikutnya.
Kota-kota di China harus lebih ketat melakukan pengawasan, harus bisa membedakan antara flu dan COVID-19, dan meningkatkan produksi alat tes COVID-19, demikian saran Wang.
Wakil Kepala Jurusan Kesehatan Masyarakat Peking University Wang Peiyu menekankan pentingnya empat strategi dini, yakni deteksi, laporan, isolasi/karantina, dan perawatan.
"Kalau ada orang yang punya gejala, bawa ke klinik dan lakukan tes asam nukleat sesegera mungkin untuk menghindari infeksi lebih lanjut," ujarnya dikutip Global Times.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan gelombang lanjutan, Komisi Kesehatan Wuhan menggelar rapat khusus perawatan kesehatan pada 19 Juni.
Dalam kondisi darurat, Pemerintah Kota Wuhan meminta seluruh lembaga medis mulai September mendatang untuk menyiapkan klinik dan bangsal karantina, menyiapkan material epidemi untuk kebutuhan 30 hari ke depan, serta melatih para personel.
Pemerintah Kota Beijing juga telah melakukan berbagai persiapan menghadapi gelombang baru pada 10 Juli.
Saat ini, di beberapa wilayah di China sedang bersiap menghadapi datangnya musim gugur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Para pakar kesehatan mengingatkan adanya penyebab infeksi yang tidak diketahui, wabah regional akibat kasus impor, serta serangan ganda COVID dan influenza yang merupakan penyakit musiman.
Pandemi itu akan terus berlanjut hingga musim dingin dan situasinya bisa jadi lebih buruk daripada sebelumnya, demikian peringatan Kepala Epidemiolog Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Wu Zunyou, dikutip media resmi setempat, Selasa.
Dia memperkirakan masa-masa mencekam di Wuhan pada awal tahun ini tidak akan terulang lagi di China.
Namun, Wu mengingatkan pemerintah China karena masih akan menghadapi dua hal penting. Pertama, wabah yang tidak diketahui penyebabnya seperti di pasar ikan di Wuhan yang muncul kembali di Pasar Induk Xinfadi, Beijing.
Kedua, penyebaran virus secara regional yang disebabkan oleh kasus impor, seperti yang terjadi di Shulan dan Suifenhe, Provinsi Heilongjiang.
Tiga bulan setelah status karantina wilayah (lockdown) Wuhan, Provinsi Hubei, dicabut pada 8 April, pengawasan terhadap COVID-19 terus berlanjut.
Lebih dari 80.000 sampel yang diambil dari masyarakat sekitar pada bulan lalu menunjukkan hasil negatif.
Otoritas di Kota Wuhan mengumpulkan sampel dari swalayan, pasar produk pertanian, dan toilet umum pada 13 Juni.
Ahli pernapasan dari Rumah Sakit Utama Peking University Wang Guangfa mengatakan mayoritas warga China tidak memiliki kekebalan terhadap COVID-19. Karena itu, menurut dia, wabah flu yang biasanya terjadi pada musim gugur dan musim dingin makin menyulitkan pemberantasan COVID-19 gelombang berikutnya.
Kota-kota di China harus lebih ketat melakukan pengawasan, harus bisa membedakan antara flu dan COVID-19, dan meningkatkan produksi alat tes COVID-19, demikian saran Wang.
Wakil Kepala Jurusan Kesehatan Masyarakat Peking University Wang Peiyu menekankan pentingnya empat strategi dini, yakni deteksi, laporan, isolasi/karantina, dan perawatan.
"Kalau ada orang yang punya gejala, bawa ke klinik dan lakukan tes asam nukleat sesegera mungkin untuk menghindari infeksi lebih lanjut," ujarnya dikutip Global Times.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan gelombang lanjutan, Komisi Kesehatan Wuhan menggelar rapat khusus perawatan kesehatan pada 19 Juni.
Dalam kondisi darurat, Pemerintah Kota Wuhan meminta seluruh lembaga medis mulai September mendatang untuk menyiapkan klinik dan bangsal karantina, menyiapkan material epidemi untuk kebutuhan 30 hari ke depan, serta melatih para personel.
Pemerintah Kota Beijing juga telah melakukan berbagai persiapan menghadapi gelombang baru pada 10 Juli.
Saat ini, di beberapa wilayah di China sedang bersiap menghadapi datangnya musim gugur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020