Pengamat politik Lembaga Transformasi (Eltram) Mochamad Mubarok Muharam menilai jika PDI Perjuangan benar-benar merekomendasi Whisnu Sakti Buana berpasangan dengan Eri Cahyadi pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Surabaya maka terkesan hanya demi kepentingan sesaat.

"Seandainya dipaksakan maka hanya untuk kepentingan sesaat agar kedua kubu terakomodasi dalam Pilkada," ujarnya pada siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Selasa pagi.

Menurut dia, siapapun yang disodorkan Tri Rismaharini tidak akan mewarisi kekuatan dirinya dalam mengendalikan Pemerintahan Kota Surabaya, sebab Whisnu Sakti yang memegang tongkat.

Aktivis '98 lulusan FISIP Universitas Airlangga itu juga menilai pasangan WS-Eri juga dikesankan "kawin paksa" karena partai tidak ingin kehilangan momen di 9 Desember 2020.

"Itu sebenarnya keterpaksaan, karena kedua kubu tidak ingin kehilangan," ucapnya.

Sebelumnya, nama Whisnu Sakti Buana disebut sebagai calon penerima rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan untuk maju pada bursa Pilkada Surabaya 2020.

Sedangkan, nama Eri Cahyadi juga diperkirakan maju, terlebih beberapa waktu terakhir semakin banyak banner atau spanduk yang memunculkan gambarnya sebagai alat sosialisasi pencalonan.

Mubarok yang juga Kepala Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Darul Ulmum (Undar) Jombang memperkirakan, "kawin paksa" antara Whisnu dan Eri ini akan sangat berat.

"Mereka ini dalam keadaan konflik atau tidak, tetap tak muncul di permukaan. Tapi kan semua pihak tahu kalau ada 'perang dingin'. Kondisi itu tidak bisa dipersatukan dalam waktu sekejap," tuturnya.

Ia memperkirakan, sebenarnya kans Eri maupun Whisnu adalah sama-sama berpeluang menjadi calon wali kota, namun mepetnya waktu pendaftaran akan membuat partai keselitan mencari irisan lainnya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020