Puluhan warga negara bagian Washington D.C. , Amerika Serikat, menyampaikan pendapat dan testimoni dalam pertemuan publik mengenai rencana mengurangi anggaran kepolisian wilayah dengan dewan kota.
Permintaan itu disampaikan sebagai kelanjutan unjuk rasa anti rasisme dan anti brutalitas polisi yang digelar selama beberapa hari di Washington, ibu kota AS.
Pertemuan yang berlangsung selama lima jam itu dihadiri oleh lebih dari 80 warga Washington. Warga berkumpul guna membahas rencana pemotongan anggaran operasional kepolisian yang sebelumnya dialokasikan sebanyak 8,5 miliar dolar AS (sekitar Rp118,9 triliun).
Banyak warga yang menuntut sebagian anggaran Departemen Kepolisian Metropolitan (MPD) dialihkan ke sejumlah program yang bertujuan meningkatkan layanan kesehatan mental, menurunkan tingkat kekerasan, serta menyediakan akses pendidikan dan perumahan untuk masyarakat.
"Saya lelah mengubur orang. Saya lelah menenangkan ibu yang berduka," kata seorang aktivis "Black Lives Matter" di Washington D.C., April Goggans.
"Black Lives Matter" merupakan gerakan unjuk rasa anti rasisme yang memprotes kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam asal Houston, oleh seorang anggota Kepolisian Minneapolis pada 25 Mei.
Kematian Floyd yang diikuti dengan aksi keras kepolisian terhadap para pengunjuk rasa di puluhan kota AS membuat warga meminta otoritas terkait meninjau kembali anggaran yang dialokasikan ke kepolisian. Tuntutan itu disampaikan saat pemerintah negara bagian dan kota di AS tengah merestrukturisasi rancangan pengeluaran karena pendapatan yang menurun akibat karantina selama COVID-19.
Lebih dari 16.000 orang mengirimkan testimoni mereka ke otoritas di Washington D.C. melalui video, surat elektronik, dan telepon. Jumlah testimoni itu meningkat pesat dibandingkan dengan pertemuan tahun lalu yang hanya menghimpun 24 suara masyarakat, kata anggota dewan kota Washington D.C., Charles Allen.
Namun, dari belasan ribu testimoni yang dikirim ke dewan kota, empat warga meminta agar anggaran untuk departemen kepolisian dinaikkan.
"Kalian berpikir polisi yang bertugas tanpa senjata dapat mengamankan mereka yang jelas-jelas membahayakan hidup warga kulit hitam?" kata salah satu dari empat orang itu, Kathy Henderson. Ia merupakan mantan anggota dewan kota.
Sementara itu, Gregg Pemberton, kepala serikat polisi di D.C., tidak menyampaikan komentar apa pun saat menghadiri sesi pertemuan itu.
Aksi nasional
Di samping Washington, situasi yang sama turut dialami sejumlah dewan kota di AS.
Dewan Kota Minneapolis, Jumat minggu lalu, mengesahkan resolusi menutup departemen kepolisiannya, menggantinya dengan model keamanan berbasis masyarakat. Kota Los Angeles dan Kota New York juga mengusulkan pemotongan anggaran kepolisian, sementara Boston, Lansing, Michigan, dan Seatlle, mengatakan mereka mempertimbangkan usulan tersebut.
Dewan Kota D.C. pekan lalu menyetujui sejumlah kebijakan baru untuk 3.800 anggota kepolisiannya. Salah satu kebijakan itu, antara lain, larangan menahan orang dengan mencekik atau menekan leher.
Wali Kota Washington Muriel Bowser sempat mengusulkan akan menaikkan anggaran MPD sampai 17,5 juta dolar AS (sekitar Rp244,8 miliar) untuk tahun anggaran 2021 pada usulan anggaran bulan lalu. Dalam usulan itu, wali kota memangkas alokasi anggaran Layanan Kebakaran dan Kesehatan Darurat serta Kantor Urusan Pendidikan Negara Bagian.
Bowser, saat diwawancarai National Public Radio (NPR), minggu lalu, menyampaikan ia tidak berencana memangkas anggaran kepolisian yang dialokasikan nyaris mencapai 600 juta dolar AS (sekitar Rp8,4 triliun).
"Anggaran ini tidak akan bertambah dan berkurang," kata dia.
Jika D.C. mengesahkan usul pemotongan anggaran kepolisian, kemungkinan itu akan menimbulkan perpecahan antara Bowser, Partai Demokrat, dan Gedung Putih.
Presiden AS Donald Trump, seorang politisi Partai Republik, secara terbuka menentang rencana pemotongan anggaran kepolisian dan usulan pembubaran kepolisian.
Namun, distrik-distrik di AS punya otonomi atau kewenangan untuk mengalokasikan anggaran yang ia himpun sendiri. Pendapat asli daerah di AS umumnya mencakup keseluruhan anggaran, kata seorang ajudan dewan kota.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Permintaan itu disampaikan sebagai kelanjutan unjuk rasa anti rasisme dan anti brutalitas polisi yang digelar selama beberapa hari di Washington, ibu kota AS.
Pertemuan yang berlangsung selama lima jam itu dihadiri oleh lebih dari 80 warga Washington. Warga berkumpul guna membahas rencana pemotongan anggaran operasional kepolisian yang sebelumnya dialokasikan sebanyak 8,5 miliar dolar AS (sekitar Rp118,9 triliun).
Banyak warga yang menuntut sebagian anggaran Departemen Kepolisian Metropolitan (MPD) dialihkan ke sejumlah program yang bertujuan meningkatkan layanan kesehatan mental, menurunkan tingkat kekerasan, serta menyediakan akses pendidikan dan perumahan untuk masyarakat.
"Saya lelah mengubur orang. Saya lelah menenangkan ibu yang berduka," kata seorang aktivis "Black Lives Matter" di Washington D.C., April Goggans.
"Black Lives Matter" merupakan gerakan unjuk rasa anti rasisme yang memprotes kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam asal Houston, oleh seorang anggota Kepolisian Minneapolis pada 25 Mei.
Kematian Floyd yang diikuti dengan aksi keras kepolisian terhadap para pengunjuk rasa di puluhan kota AS membuat warga meminta otoritas terkait meninjau kembali anggaran yang dialokasikan ke kepolisian. Tuntutan itu disampaikan saat pemerintah negara bagian dan kota di AS tengah merestrukturisasi rancangan pengeluaran karena pendapatan yang menurun akibat karantina selama COVID-19.
Lebih dari 16.000 orang mengirimkan testimoni mereka ke otoritas di Washington D.C. melalui video, surat elektronik, dan telepon. Jumlah testimoni itu meningkat pesat dibandingkan dengan pertemuan tahun lalu yang hanya menghimpun 24 suara masyarakat, kata anggota dewan kota Washington D.C., Charles Allen.
Namun, dari belasan ribu testimoni yang dikirim ke dewan kota, empat warga meminta agar anggaran untuk departemen kepolisian dinaikkan.
"Kalian berpikir polisi yang bertugas tanpa senjata dapat mengamankan mereka yang jelas-jelas membahayakan hidup warga kulit hitam?" kata salah satu dari empat orang itu, Kathy Henderson. Ia merupakan mantan anggota dewan kota.
Sementara itu, Gregg Pemberton, kepala serikat polisi di D.C., tidak menyampaikan komentar apa pun saat menghadiri sesi pertemuan itu.
Aksi nasional
Di samping Washington, situasi yang sama turut dialami sejumlah dewan kota di AS.
Dewan Kota Minneapolis, Jumat minggu lalu, mengesahkan resolusi menutup departemen kepolisiannya, menggantinya dengan model keamanan berbasis masyarakat. Kota Los Angeles dan Kota New York juga mengusulkan pemotongan anggaran kepolisian, sementara Boston, Lansing, Michigan, dan Seatlle, mengatakan mereka mempertimbangkan usulan tersebut.
Dewan Kota D.C. pekan lalu menyetujui sejumlah kebijakan baru untuk 3.800 anggota kepolisiannya. Salah satu kebijakan itu, antara lain, larangan menahan orang dengan mencekik atau menekan leher.
Wali Kota Washington Muriel Bowser sempat mengusulkan akan menaikkan anggaran MPD sampai 17,5 juta dolar AS (sekitar Rp244,8 miliar) untuk tahun anggaran 2021 pada usulan anggaran bulan lalu. Dalam usulan itu, wali kota memangkas alokasi anggaran Layanan Kebakaran dan Kesehatan Darurat serta Kantor Urusan Pendidikan Negara Bagian.
Bowser, saat diwawancarai National Public Radio (NPR), minggu lalu, menyampaikan ia tidak berencana memangkas anggaran kepolisian yang dialokasikan nyaris mencapai 600 juta dolar AS (sekitar Rp8,4 triliun).
"Anggaran ini tidak akan bertambah dan berkurang," kata dia.
Jika D.C. mengesahkan usul pemotongan anggaran kepolisian, kemungkinan itu akan menimbulkan perpecahan antara Bowser, Partai Demokrat, dan Gedung Putih.
Presiden AS Donald Trump, seorang politisi Partai Republik, secara terbuka menentang rencana pemotongan anggaran kepolisian dan usulan pembubaran kepolisian.
Namun, distrik-distrik di AS punya otonomi atau kewenangan untuk mengalokasikan anggaran yang ia himpun sendiri. Pendapat asli daerah di AS umumnya mencakup keseluruhan anggaran, kata seorang ajudan dewan kota.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020