Pemerintah Kota Surabaya membantah tudingan yang ditujukan kepada Tim Gerak Cepat Command Center 112 karena dianggap menelantarkan pasien di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Soetomo Surabaya. 

"Kami luruskan tudingan yang salah itu," kata Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya M. Fikser saat menggelar konferensi pers di Balai Kota Surabaya, Senin.

Kejadian ini berawal dari IGD RSUD dr Soetomo pada Sabtu (16/5) pagi sempat tidak dapat menerima pasien, karena ada 35 pasien COVID-19 yang belum mendapatkan kamar. 

Pengumuman ini pun ditulis dalam sebuah kertas karton yang ditempelkan di pintu masuk IGD yang kemudian tersebar di media sosial. Namun, ada pihak yang menuding TGC CC 112 karena dianggap menelantarkan ke 35 pasien tersebut.
 
Fikser membantah dan meluruskan tudingan yang salah itu sebab dari data yang terekam di CC 112 per tanggal 16–17 Mei 2020, ada 180 laporan yang diterima. Dari jumlah tersebut, 13 di antaranya merupakan laporan kecelakaan.
 
"Kita bantah itu terkait pernyataan bahwa pemkot abaikan 35 pasien COVID-19. Dari 180 laporan yang diterima, 13 di antaranya adalah kecelakaan. Dari 13 orang itu, hanya lima orang yang diantar ke RSU dr Soetomo," katanya.
 
Fikser menegaskan berdasarkan data yang terekam dalam sistem CC 112 pada tanggal itu, ada 5 orang yang diantar ke RSU dr Soetomo. Kelima orang itu merupakan korban kecelakaan yang lokasinya berada di radius sekitar IGD RSU dr Soetomo. Sehingga mereka dibawa ke rumah sakit itu untuk mendapat perawatan lebih lanjut. 

"Ini hasil data dari aplikasi (sistem) berdasarkan data yang diterima oleh tim TGC," ujarnya.
 
Bahkan, untuk meluruskan tuduhan itu, Fikser menunjukkan beberapa lembar kertas berupa tanda terima dan SOP sebagai bukti bahwa tidak ada penelantaran atau meninggalkan pasien begitu saja. "Dari lima orang itu, tiga warga Surabaya dan dua warga non-Surabaya," katanya.
 
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya ini juga menyatakan bahwa pasien atau korban tidak bisa serta merta disebut COVID-19 jika belum melalui proses tes cepat maupun swab.

Untuk itu, lanjut dia, tidak bisa disimpulkan bahwa pasien yang dibawa ke IGD RSU dr Soetomo itu terpapar COVID-19. Apalagi, tudingan yang dilontarkan itu juga menyebutkan bahwa 35 orang itu merupakan pasien rujukan.
 
"Ini bukan rujukan. Ini kejadian (kecelakaan) di jalan raya lalu dibawa ke IGD untuk mendapatkan pertolongan. Kalau bilang ada rujukan di sana buktikan dari mana. Apalagi bicara kalau itu (pasien) COVID-19, padahal untuk menyatakan hal itu harus melalui rapid test dan swab terlebih dahulu," ujarnya.
 
Pada kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Eddy Christijanto menjelaskan mekanisme CC 112 ini adalah panggilan darurat 24 jam. Ketika ada pengaduan atau permohonan bantuan kedaruratan dari siapapun melalui telepon CC 112 akan diterima melalui 21 line. 

"Ketika pasien mengalami sesak, pingsan dan nafasnya sulit, maka tim TGC akan turun dengan APD lengkap. Kalau kecelakaan, biasanya tim TGC mengenakan masker saja. Kami juga berusaha untuk menghubungi keluarganya," kata Eddy.
 
Untuk itu, Eddy juga sangat menyayangkan tudingan yang dilontarkan kepada Tim Gerak Cepat CC 112 karena dianggap menelantarkan pasien di IGD RSU dr Soetomo. Padahal, selama ini TGC sudah semaksimal mungkin memberikan pertolongan kepada warga yang memerlukan. Apalagi, selama ini pertolongan tak hanya diberikan untuk warga Surabaya.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020