Pengamat komunikasi sosial Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo mengemukakan perlu adanya pembentukan tim untuk mendampingi warga melawan COVID-19, khususnya di kawasan yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Tim ini bertugas terjun langsung ke masyarakat, khususnya di kawasan yang belum melakukan protokol kesehatan," ujar Suko ketika dihubungi di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, warga harus didampingi dan harus ada tim supervisi yang tidak sekadar mengawasi, tetapi juga menjadi konsultan bagi masyarakat.
Tugasnya, kata dia, memberikan sosialisasi, menerima keluhan dan aspirasi warga serta menjembatani aspirasi ke gugus tugas atau pemerintah.
"Pembentukannya tentu harus seizin DPRD setempat," ucap Kepala Pusat Informas dan Humas (PIH) Unair tersebut.
Selain itu, untuk melawan COVID-19, aparat saja dinilai tidak cukup, perlu pelibatan warga sehingga menjaga solidaritas.
"Makanya di tim pendampingan harus ada tokoh masyarakat setempat. Perannya sangat penting untuk membangun kesadaran warga," katanya.
Penyebaran COVID-19 di Jatim, terutama di Surabaya, dinilai potensi laju penularannya termasuk pada kategori darurat dan mengancam hajat hidup.
"Karena itulah Negara seharusnya melakukan tindakan 'upaya paksa' dengan tujuan melindungi kehidupan warga," kata dosen FISIP Unair tersebut.
Sementara itu, pantauan di kawasan Surabaya Utara, tidak sedikit masyarakat mengabaikan protokol kesehatan meski sudah diberlakukan PSBB.
Tak hanya tidak menggunakan masker, terlihat masih banyak yang mengabaikan jaga jarak aman physical distancing, terutama saat malam hari.
Pelaksanaan PSBB di "Surabaya Raya" yang meliputi Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik resmi diberlakukan 28 April 2020 dan digelar selama 14 hari atau dijadwalkan berakhir pada 11 Mei 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Tim ini bertugas terjun langsung ke masyarakat, khususnya di kawasan yang belum melakukan protokol kesehatan," ujar Suko ketika dihubungi di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, warga harus didampingi dan harus ada tim supervisi yang tidak sekadar mengawasi, tetapi juga menjadi konsultan bagi masyarakat.
Tugasnya, kata dia, memberikan sosialisasi, menerima keluhan dan aspirasi warga serta menjembatani aspirasi ke gugus tugas atau pemerintah.
"Pembentukannya tentu harus seizin DPRD setempat," ucap Kepala Pusat Informas dan Humas (PIH) Unair tersebut.
Selain itu, untuk melawan COVID-19, aparat saja dinilai tidak cukup, perlu pelibatan warga sehingga menjaga solidaritas.
"Makanya di tim pendampingan harus ada tokoh masyarakat setempat. Perannya sangat penting untuk membangun kesadaran warga," katanya.
Penyebaran COVID-19 di Jatim, terutama di Surabaya, dinilai potensi laju penularannya termasuk pada kategori darurat dan mengancam hajat hidup.
"Karena itulah Negara seharusnya melakukan tindakan 'upaya paksa' dengan tujuan melindungi kehidupan warga," kata dosen FISIP Unair tersebut.
Sementara itu, pantauan di kawasan Surabaya Utara, tidak sedikit masyarakat mengabaikan protokol kesehatan meski sudah diberlakukan PSBB.
Tak hanya tidak menggunakan masker, terlihat masih banyak yang mengabaikan jaga jarak aman physical distancing, terutama saat malam hari.
Pelaksanaan PSBB di "Surabaya Raya" yang meliputi Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik resmi diberlakukan 28 April 2020 dan digelar selama 14 hari atau dijadwalkan berakhir pada 11 Mei 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020