Pendiri Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Harry Sufehmi menjelaskan cara simpel bagi masyarakat untuk mengetahui suatu berita yang diterimanya dari orang lain atau berbagai sumber lainnya hoaks atau bukan.
Menurut Harry, di Indonesia yang masyarakatnya mayoritas muslim, sebenarnya cara untuk menangkal hoaks sendiri sudah diperkenalkan oleh para ulama sejak lama, yakni melalui ilmu hadis, tatkala saat itu banyak beredar hadis palsu.
"Dasarnya simpel untuk membantah atau mendeteksi hoaks, yaitu sanad dan matan. Sanad itu sumber, matan itu konten. Jadi maksudnya, kita cek kalau kita dapat berita, sanadnya apa nih, sumbernya dari mana. Kalau cuma 'forward'-an Whatsapp yang gak jelas sumbernya sama sekali, ya kita anggap hoaks aja sampai terbukti sebaliknya, jadi supaya aman," ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu.
Terkait dengan konten atau isi berita, katanya, masyarakat sebaiknya mengecek apakah konten tersebut ada yang aneh atau tidak.
Apabila ada isi berita yang ketika dibaca isinya langsung membangkitkan emosi, marah, gusar, atau bahkan ketakutan, serta mungkin berlawanan dengan yang selama ini beredar di media massa, katanya, maka harus dicek kebenarnnya atau dianggap saja sebagai berita hoaks sampai terbukti sebaliknya.
"Jadi mengetahui ini hoaks atau bukan itu simpel. Kita sudah diajarkan dari zaman dahulu, yaitu apakah sanadnya jelas, gimana kontennya. Jadi kalau kita umat muslim sudah bisa berpegang ke situ, maka sebenarnya kita sudah bisa menghindari hoaks ini," kata Harry.
Di tengah pandemi, saat ini terjadi juga fenomena infodemik karena banyaknya informasi yang keliru sehubungan dengan topik COVID-19.
Harry menuturkan saat ini istilah infodemik kini sudah mengglobal karena turut memperburuk situasi dan tidak menolong sama sekali.
"Akibat infodemik ini bisa cukup fatal, sampai menyebabkan korban nyawa. Misalnya informasi mengenai obat tapi hoaks, jadi lengah gak papa kalau kena, tinggal kasih bawang putih, padahal sebetulnya hoaks. Terus berbagai narasi yang menghasut tapi hoaks sehingga menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat yang sudah cukup susah karena wabah ini, jadi kita kasihan sekali," ujarnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, hingga Jumat (17/4) malam terdapat 556 berita hoaks. Mafindo melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar COVID-19 sebanyak 301 berita hoaks hingga pukul 22.00 WIB pada Jumat (17/4).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Menurut Harry, di Indonesia yang masyarakatnya mayoritas muslim, sebenarnya cara untuk menangkal hoaks sendiri sudah diperkenalkan oleh para ulama sejak lama, yakni melalui ilmu hadis, tatkala saat itu banyak beredar hadis palsu.
"Dasarnya simpel untuk membantah atau mendeteksi hoaks, yaitu sanad dan matan. Sanad itu sumber, matan itu konten. Jadi maksudnya, kita cek kalau kita dapat berita, sanadnya apa nih, sumbernya dari mana. Kalau cuma 'forward'-an Whatsapp yang gak jelas sumbernya sama sekali, ya kita anggap hoaks aja sampai terbukti sebaliknya, jadi supaya aman," ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu.
Terkait dengan konten atau isi berita, katanya, masyarakat sebaiknya mengecek apakah konten tersebut ada yang aneh atau tidak.
Apabila ada isi berita yang ketika dibaca isinya langsung membangkitkan emosi, marah, gusar, atau bahkan ketakutan, serta mungkin berlawanan dengan yang selama ini beredar di media massa, katanya, maka harus dicek kebenarnnya atau dianggap saja sebagai berita hoaks sampai terbukti sebaliknya.
"Jadi mengetahui ini hoaks atau bukan itu simpel. Kita sudah diajarkan dari zaman dahulu, yaitu apakah sanadnya jelas, gimana kontennya. Jadi kalau kita umat muslim sudah bisa berpegang ke situ, maka sebenarnya kita sudah bisa menghindari hoaks ini," kata Harry.
Di tengah pandemi, saat ini terjadi juga fenomena infodemik karena banyaknya informasi yang keliru sehubungan dengan topik COVID-19.
Harry menuturkan saat ini istilah infodemik kini sudah mengglobal karena turut memperburuk situasi dan tidak menolong sama sekali.
"Akibat infodemik ini bisa cukup fatal, sampai menyebabkan korban nyawa. Misalnya informasi mengenai obat tapi hoaks, jadi lengah gak papa kalau kena, tinggal kasih bawang putih, padahal sebetulnya hoaks. Terus berbagai narasi yang menghasut tapi hoaks sehingga menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat yang sudah cukup susah karena wabah ini, jadi kita kasihan sekali," ujarnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, hingga Jumat (17/4) malam terdapat 556 berita hoaks. Mafindo melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar COVID-19 sebanyak 301 berita hoaks hingga pukul 22.00 WIB pada Jumat (17/4).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020