Setiap Lebaran, mudik seolah menjadi aktivitas "wajib" bagi siapa saja yang mayoritas tinggal di Kota dan memiliki kampung halaman.

Tak hanya sebagai bukti cinta kasih, tapi mudik menjadi ajang silaturahim bersama semua keluarga besar yang berkumpul, sehingga menjadi tradisi turun-temurun setiap tahunnya.

Biasanya, dua pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri atau dua pekan awal bulan suci Ramadhan, pergerakan pemudik sudah mulai tampak, baik di bandara, terminal, stasiun, pelabuhan, termasuk di jalan-jalan tol dan umum yang menggunakan mobil pribadi maupun sepeda motor.

Bahkan, sekitar 10 tahun terakhir, tak hanya pemerintah pusat hingga daerah, sejumlah perusahaan BUMN, maupun perusahaan swasta menggelar mudik bareng sebagai salah satu bentuk kepedulian, juga menekan angka kecelakaan lalu lintas di jalan.

Seluruh terminal, pelabuhan, stasiun dan bandara dipastikan penuh. Lalu, jalan-jalan umum mengalami penumpukan kendaraan dan macet di beberapa titik.

Pemandangan yang seperti itu tampaknya tidak terjadi tahun ini atau menjelang Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah atau Lebaran 2020 Masehi.

Bukan karena sudah tidak punya kampung halaman, tapi penyebaran virus Corona (COVID-19) yang semakin meluas memaksa perantau untuk tidak pulang terlebih dulu.

Sebab kalau nekat, risiko tertular virus asal China itu tambah besar dan penyebarannya tentu semakin melebar.

Tak hanya ke satu orang atau satu keluarga, tapi ke satu kampung juga bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Mengingat penularan virus itu yang sangat mudah dan menyerang ke siapapun, tanpa memandang jabatannya apa dan status sosialnya bagaimana.


Jangan mudik lebih awal

Bagi sebagian masyarakat, masih ada yang belum "sreg" jika Lebaran tanpa ke kampung halaman. Mereka pun menyiasatinya dengan pulang lebih awal.

Seperti yang terjadi beberapa hari ini, yang berdasarkan pantauan di terminal dan stasiun di Kota Surabaya tetap ada pergerakan penumpang dengan membawa tas berukuran besar. Tidak banyak memang, tapi sebagian iya.

Pemerintah menyiapkan skema, termasuk melakukan langkah-langkah pencegahan agar COVID-19 bisa dilakukan, terutama saat-saat musim mudik Lebaran.

Di tingkat pusat, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengatakan masyarakat yang tetap ingin pulang ke kampung halaman selama masa darurat COVID-19 akan mendapat pengawasan ketat secara kesehatan dan keamanan dari pemerintah daerah setempat.

"Kalau yang sudah terlanjur (pulang kampung), saya akan minta pemerintah daerah untuk mengamati itu, mengawasi itu, supaya jangan sampai si pemudik ini membawa dan menyebarkan COVID-19 ke daerahnya. Pemda harus tegas," kata Wapres di Jakarta.

Ia juga meminta pemda-pemda menyiapkan strategi pencegahan apabila masih ada warga yang nekat mudik di tengah imbauan dan upaya Pemerintah untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.

Di Jatim, para pemudik yang baru tiba di seluruh kabupaten/kota harus melalui proses isolasi selama 14 hari di ruang observasi demi memastikan bersih dari virus corona atau COVID-19.

Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas meminta seluruh warga yang ingin kembali ke kampung halaman untuk menahan diri atau tidak mudik lebih dulu.

"Lebih baik menunda mudik demi kebaikan bersama. Jika anda semua cinta keluarga di kampung halaman, dengan istri dan anak anda di kampung halaman, dengan orang tua anda di kampung halaman, mari berbesar hati jangan mudik atau jangan pulang dulu," katanya.

Menurut ia, hal tersebut terkait fenomena "mudik awal" dari warga yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya ke daerah asalnya, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.

"Sejumlah daerah melaporkan adanya kenaikan jumlah pendatang. Bapak/Ibu gubernur terutama di Pulau Jawa juga sudah melakukan langkah, termasuk mengimbau jangan pulang kampung dulu demi kebaikan bersama, untuk sama-sama mencegah penyebaran COVID-1," kata Bupati Banyuwangi itu.

Imbauan tidak mudik ini, kata dia, juga bagian dari antisipasi dan bagian dari prosedur, bukan menuduh yang pulang kampung sebagai carrier atau pembawa virus.


Pedagang perantauan tak mudik

Bagi sebagian warga Jatim yang tinggal di kota besar, terutama di Jakarta, rata-rata profesinya adalah pedagang. Bahkan, 80 persennya berasal dari Lamongan.

Ada yang menjual pecel lele, soto ayam, tahu campur hingga sari laut. Sedangkan, sate ayam didominasi oleh pedagang asal Madura.

Bupati Lamongan Fadeli mengimbau para pedagang pecel lele di perantauan di berbagai daerah tidak mudik Lebaran untuk tahun ini.

"Kalau masih nekat, nanti malah repot sendiri," ucap orang nomor satu di Pemkab Lamongan tersebut.

Kendati prihatin dengan kondisi saat ini, namun ia yakin masyarakat Lamongan memiliki komitmen dan mendengar imbauannya.

Hal sama disampaikan Ketua Asosiasi Penjual Sate Madura Maksum, yang menyebut pedagang sate Madura di Tanah Air tidak ada yang mudik Lebaran.

"Tradisi mudik warga Madura itu Hari Raya Idul Adha. Semoga sebelum Idul Adha COVID1-9 sudah tidak ada," katanya.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyarankan perantau menunda mudik yang biasa dilakukan setiap Hari Raya Idul Fitri.

"Biasanya mudik Lebaran, tahun ini disarankan pulang ke kampung halamannya saat Hari Raya Idul Adha," katanya.

Hingga Minggu (29/3), di wilayahnya, sampai saat ini terdapat 18 daerah terjangkit atau berstatus "zona merah" penyebaran COVID-19, yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Magetan, dan Sidoarjo.

Kemudian, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Situbondo, Gresik, Lumajang, Jember, Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Pamekasan, Banyuwangi, Jombang dan Tulungagung.

Berdasarkan data, total ada 90 orang di Jatim terkonfirmasi positif terinfeksi COVID-19, untuk warga berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 336 orang pasien dan orang dalam pemantauan (ODP) tercatat 5.071 orang.

"Dari peta ini bisa dilihat betapa penyebaran COVID-19 di Jatim harus mendapatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan yang luar biasa dari kita semua," ucapnya.

Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu juga berharap semoga badai COVID-19 saat ini segera berlalu dan semua masyarakat Indonesia kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya.

Imbauan tidak mudik juga diserukan berbagai pihak, seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin.

Belum ada larangan dari pemerintah, tapi masih sekadar imbauan. Semuanya saat ini kembali kepada kita, apakah nekat mudik, ataukah mendengarkan saran banyak pihak untuk stay at home hingga berakhirnya wabah COVID-19.

Tidak mudik untuk saling melindungi dan semua demi kepentingan bersama. Sekarang yang dibutuhkan adalah kesadaran diri masing-masing. Tentu dengan selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar badai COVID-19 segera berlalu.

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020