Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan pembagian alat rapid test ke rumah sakit rujukan ditentukan secara proporsional sesuai kebutuhan, jumlah ruang isolasi serta pasien COVID-19 yang dirawat.

"Baik yang positif, maupun berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun orang dengan pemantauan (ODP)," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Jumat.

Ia memisalkan, Kota Surabaya mendapatkan 32 boks alat rapid test, kemudian Kabupaten Tulungagung 38 boks, lalu Kota Malang 21 boks dengan masing-masing boks berisi 20 alat.

Total Sebanyak 18.400 alat rapid test telah didistribusikan ke 65 rumah sakit rujukan dan dinas kesehatan di seluruh kabupaten/kota di Jatim.

Alat tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Kesehatan RI sebanyak 8.400 alat dan 10.000 alat lainnya bantuan dari Yayasan Tzu Chi Buddha.

Secara simbolis, pendistribusian telah disalurkan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak pada Kamis (26/3) malam.

"Yang dibagi ke daerah 16.600 alat, untuk 65 rumah sakit rujukan 9.500 alat dan 7.020 alat untuk dinas kesehatan kabupaten/kota. Sisanya sebanyak 1.800 alat digunakan untuk bufferstock," ucap Khofifah.

Sementara itu, alat rapid test tersebut telah disimulasikan tata cara penggunaannya, termasuk para petugas rumah sakit juga diberi buku panduan, serta pelatihan terlebih dahulu.

Rapid test ini merupakan alat deteksi antibodi untuk virus corona jenis SARS-COV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 dengan melalui pengambilan sampel darah.

Dengan alat ini, seseorang terjangkit atau tidak bisa diketahui dalam waktu 15 menit hingga 20 menit.

Prioritas tes, kata dia, dibagi menjadi empat golongan, yaitu pertama mereka mengalami kontak erat risiko tinggi, yang memiliki kontak dengan kasus konfirmasi positif COVID-19.

"Termasuk di dalamnya adalah tenaga kesehatan, dokter, perawat dan juga yang mengantar serta membersihkan ruangan di tempat orang positif COVID-19 dirawat," katanya.

Selain itu, prioritas pertama juga mereka yang berada dalam satu ruangan sama dengan kasus positif mulai dua hari sebelum sampai 14 hari setelah kasus timbul.

"Serta juga orang yang bepergian bersama dengan segala jenis alat angkutan atau kendaraan mulai dua hari sampai 14 hari setelah kasus timbul," katanya.

Kemudian, prioritas kedua adalah mereka yang berstatus PDP, bila pemeriksaan PCR tidak memungkinkan dilakukan atau memerlukan waktu lama.

"Lalu, prioritas ketiga adalah ODP dan prioritas keempat adalah mereka yang memiliki kontak erat risiko rendah," tuturnya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020