Salah seorang warga Benowo, Kota Surabaya, berinisial H mendatangi gedung DPRD Surabaya, Jawa Timur, Rabu, guna mengadukan biaya yang dikenakan pihak Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) terhadap istrinya yang dinyatakan berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) virus corona atau COVID-19 saat melakukan pemeriksaan.
"Tadi warga itu bilang katanya pasien berstatus ODP COVID-19 itu gratis saat periksa di rumah sakit. Tapi, dari pihak RSUA masih dikenakan biaya sebesar Rp1 juta lebih," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti sambil memperlihatkan bukti pembayaran dari RSUA.
Reni mengatakan bahwa memang ada pemberitaan di media daring nasional bahwa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sempat menyatakan menggratiskan biaya berobat bagi pasien ODP COVID-19.
Namun, lanjut dia, ada pemberitaan koran bahwa yang gratis hanya warga Kota Surabaya yang berstatus Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR).
"Informasi itu yang diterima warga Benowo tersebut sehingga kaget saat dikenakan biaya oleh pihak RSUA. Padahal sudah ada arahan dari RSUA bahwa pasien tersebut harus diisolasi. Namun, khawatir biayanya besar saat isolasi, maka warga itu memutuskan melakukan isolasi di rumah sendiri," katanya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kemudian menindaklanjuti aduan tersebut dengan mengontak langsung Kepala Dinas Kesehatan Surabaya.
Ada dua hal yang disampaikan Reni. Pertama, terkait dengan penolakan BPJS Kesehatan yang dimiliki pasien, dan kedua pasien sudah dinyatakan statusnya ODP.
"Maka langkah preventifnya pihak Dinas Kesehatan memerintahkan ke puskemas untuk mengawal pasien tersebut," katanya.
Selajutnya, kata dia, pihak RSUA harus memperbarui data warga yang telah diperiksa dan kemudian disampaikan ke Pemkot Surabaya sehingga Pemkot Surabaya bisa cepat menangani terkait dengan biaya yang timbul.
"Ini yang perlu dikoordinasikan antara RSUA dengan Pemkot Surabaya sehingga tidak muncul opini negatif di masyarakat," katanya.
Menurut Reni, terkait pemeriksaan darah maupun paru-paru harusnya bisa diatasi dengan pembayaran melalui BPJS Kesehatan, sedangkan untuk pemeriksaan laboraturium COVID-19 ditanggung oleh pihak Pemkot Surabaya.
"ODP yang harus opname guna isolasi sebaiknya biaya bisa dibantu pemkot. Begitupun untuk tes COVID-19, jika ODP maka biaya agar dibebankan pakai APBD," kata Reni Astuti.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita saat dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak RSUA. "Nanti saya koordinasikan dulu dengan rumah sakit ya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Tadi warga itu bilang katanya pasien berstatus ODP COVID-19 itu gratis saat periksa di rumah sakit. Tapi, dari pihak RSUA masih dikenakan biaya sebesar Rp1 juta lebih," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti sambil memperlihatkan bukti pembayaran dari RSUA.
Reni mengatakan bahwa memang ada pemberitaan di media daring nasional bahwa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sempat menyatakan menggratiskan biaya berobat bagi pasien ODP COVID-19.
Namun, lanjut dia, ada pemberitaan koran bahwa yang gratis hanya warga Kota Surabaya yang berstatus Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR).
"Informasi itu yang diterima warga Benowo tersebut sehingga kaget saat dikenakan biaya oleh pihak RSUA. Padahal sudah ada arahan dari RSUA bahwa pasien tersebut harus diisolasi. Namun, khawatir biayanya besar saat isolasi, maka warga itu memutuskan melakukan isolasi di rumah sendiri," katanya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kemudian menindaklanjuti aduan tersebut dengan mengontak langsung Kepala Dinas Kesehatan Surabaya.
Ada dua hal yang disampaikan Reni. Pertama, terkait dengan penolakan BPJS Kesehatan yang dimiliki pasien, dan kedua pasien sudah dinyatakan statusnya ODP.
"Maka langkah preventifnya pihak Dinas Kesehatan memerintahkan ke puskemas untuk mengawal pasien tersebut," katanya.
Selajutnya, kata dia, pihak RSUA harus memperbarui data warga yang telah diperiksa dan kemudian disampaikan ke Pemkot Surabaya sehingga Pemkot Surabaya bisa cepat menangani terkait dengan biaya yang timbul.
"Ini yang perlu dikoordinasikan antara RSUA dengan Pemkot Surabaya sehingga tidak muncul opini negatif di masyarakat," katanya.
Menurut Reni, terkait pemeriksaan darah maupun paru-paru harusnya bisa diatasi dengan pembayaran melalui BPJS Kesehatan, sedangkan untuk pemeriksaan laboraturium COVID-19 ditanggung oleh pihak Pemkot Surabaya.
"ODP yang harus opname guna isolasi sebaiknya biaya bisa dibantu pemkot. Begitupun untuk tes COVID-19, jika ODP maka biaya agar dibebankan pakai APBD," kata Reni Astuti.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita saat dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak RSUA. "Nanti saya koordinasikan dulu dengan rumah sakit ya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020