Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini berbagi pengalaman ekstrem di acara Surabaya Creative Lab dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2020 yang digelar salah satu media daring nasional di Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu.

Wali Kota Risma menceritakan pengalamannya saat menyeberangi laut menggunakan perahu. Saat itu, Risma yang sedang bertugas ke Pulau Sabang berniat menyeberang ke Banda Aceh. Sewaktu akan kembali, ternyata tidak ada kapal besar. Padahal dia sedang terburu-terburu mengejar jadwal penerbangan pesawat di bandara.

"Saat itu, saya ngejar tiket pesawat, tidak ada kapal besar, saya pakai perahu," ujarnya.

Menurut dia, perahu yang seharusnya hanya untuk empat orang penumpang, dimuati lima penumpang.  Ketika perahu melaju, lanjut dia, nakhoda terlihat minggir ke samping dan ia hanya memilih diam sampai akhirnya bertanya ke sang nakhoda sesaat telah sampai tujuan.

"Sampai sana sopirnya teriak dan bilang kalau ada apa-apa sama ibu, dibunuh saya. Dia ngomong ombaknya empat meter, minggir jalannya. Makanya sampainya 2,5 jam," katanya.

Dari situ Risma belajar kalau tidak perlu menjadi pribadi yang meragu. Risma percaya kematian dan kelahiran takdir Tuhan. "Kita harus berani lampaui, kalau tidak berani kita akan nyesal. Besok belum tentu bisa. Tidak usah ragu tidak usah takut," katanya.

Selain itu, Risma juga bercerita ancaman pembunuhan ketika masih menjabat Kepala Bagian (Kabag) Bina Pembangunan Kota Surabaya sekitar tahun 2002. Saat itu, Risma menggagas sistem daring untuk pengadaan atau e-procurement. Sistem ini untuk memudahkan kinerja monitoring pelaksanaan kegiatan pembangunan melalui proyek-proyek yang ada.

Ancaman pembunuhan itu disadari Risma ketika secara mendadak ada truk yang melaju kencang menuju arahnya. Beruntung, Risma refleks menghindar dan melompat ke samping tempatnya berdiri, sampai akhirnya bagian kepalanya membentur aspal.

Ancaman itu terus berlanjut, sampai-sampai Risma sempat menitipkan anaknya yang masih usia sekolah ke gurunya. Bahkan, ada ular yang masuk ke rumahnya saat dia masih kerja. Kemudian ular tersebut diusir oleh anaknya yang kedua.

"Anak saya nomor dua itu indigo. Jelang magrib ada ular, dibilangin itu bukan mamaku itu, kamu pulang aja. Balik ularnya, itu kata dia," katanya.

Kejadian tersebut dilewati oleh wali kota perempuan di Surabaya ini secara perlahan. Ia menegaskan, ancaman dan tantangan harus dihadapi. "Jangan takut melampauinya," kata Risma.

Terlebih, menurut Risma, banyak yang bisa dilakukan oleh perempuan. Anggapan perempuan itu lemah harus dipangkas. "Kita harus berani ambil sikap. Kita masih bisa. Itu pengalaman saya," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020