Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mempersalahkan atas kritik Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyoroti
dibukanya kemungkinan persidangan in absentia terhadap politikus PDIP HAR dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) NHD.
"Dalam perspektif pihak lain kalau itu tidak serius, kami tidak komentar atas itu. Yang jelas kami akan lakukan sesuai dengan prosedur kalau sudah lengkap berkasnya, kami akan serahkan ke pengadilan dan kemudian akan kami sidangkan baik ada maupun tidak ada terdakwa," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
HM merupakan tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Sementara NHD tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA 2011-2016. Keduanya, telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) dan belum tertangkap sampai saat ini.
"Kami merasa begini bahwa upaya secara maksimal tetap akan kami lakukan baik tertangkap ataupun ditemukan sesudah persidangan, itu menjadi bagian dari profil KPK tidak kemudian akan menunggu tertangkap terlebih dahulu," ucap Ghufron.
Namun, ia menegaskan lembaganya tetap berkomitmen untuk menangkap dua buronan tersebut.
"Sebagaimana kami sampaikan kemarin, komitmen bahwa kami telah membentuk tim pencari yang spesial untuk mengejar DPO tersebut di Indonesia," kata Ghufron.
Sebelumnya, ICW menyoroti soal dibukanya kemungkinan persidangan in absentia terhadap dua orang tersebut.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Jumat menyatakan bahwa pada dasarnya Pasal 38 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia).
"Namun penting untuk diingat bahwa pasal ini dapat digunakan dengan syarat khusus yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan," ucap dia.
Akan tetapi, kata Kurnia, untuk saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan HM dan NHD dengan metode in absentia.
"Sebab sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buronan tersebut," kata dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
dibukanya kemungkinan persidangan in absentia terhadap politikus PDIP HAR dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) NHD.
"Dalam perspektif pihak lain kalau itu tidak serius, kami tidak komentar atas itu. Yang jelas kami akan lakukan sesuai dengan prosedur kalau sudah lengkap berkasnya, kami akan serahkan ke pengadilan dan kemudian akan kami sidangkan baik ada maupun tidak ada terdakwa," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
HM merupakan tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Sementara NHD tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA 2011-2016. Keduanya, telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) dan belum tertangkap sampai saat ini.
"Kami merasa begini bahwa upaya secara maksimal tetap akan kami lakukan baik tertangkap ataupun ditemukan sesudah persidangan, itu menjadi bagian dari profil KPK tidak kemudian akan menunggu tertangkap terlebih dahulu," ucap Ghufron.
Namun, ia menegaskan lembaganya tetap berkomitmen untuk menangkap dua buronan tersebut.
"Sebagaimana kami sampaikan kemarin, komitmen bahwa kami telah membentuk tim pencari yang spesial untuk mengejar DPO tersebut di Indonesia," kata Ghufron.
Sebelumnya, ICW menyoroti soal dibukanya kemungkinan persidangan in absentia terhadap dua orang tersebut.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Jumat menyatakan bahwa pada dasarnya Pasal 38 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia).
"Namun penting untuk diingat bahwa pasal ini dapat digunakan dengan syarat khusus yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan," ucap dia.
Akan tetapi, kata Kurnia, untuk saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan HM dan NHD dengan metode in absentia.
"Sebab sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buronan tersebut," kata dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020