Peneliti terorisme Ridlwan Habib mengatakan pemerintah harus mewaspadai adanya potensi balas dendam atau keputusan untuk tidak memulangkan WNI eks ISIS ke Tanah Air.
"Keputusan itu sudah tepat, sebab Indonesia belum siap jika harus memulangkan eks ISIS, sangat berbahaya. Namun demikian, pemerintah harus waspada terhadap kemungkinan balas dendam oleh simpatisan ISIS di dalam negeri," kata Ridlwan Habib di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, jejaring dari sel-sel ISIS yang ada di Indonesia masih banyak, mereka berpotensi melakukan tindakan balas dendam atas keputusan pemerintah tersebut.
"Jejaring ISIS masih ada di Indonesia, sel-sel tidurnya masih banyak. Polri dan komunitas intelijen harus waspada jika keputusan itu menimbulkan keinginan balas dendam," kata dia.
Contohnya menurut Ridlwan, jaringan ISIS tersebut bisa melakukan penyerangan pada kantor pemerintah karena jengkel teman mereka tidak dipulangkan.
Kemudian, kata dia ada lagi kemungkinan risiko lainnya seperti gugatan hukum yang muncul dari keluarga eks ISIS di Indonesia.
"Bisa saja akan memicu class action terhadap pemerintah dengan alasan negara mengabaikan hak asasi warganya di luar negeri. Gugatan itu bisa saja muncul dari pihak keluarganya di Indonesia," ucap alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.
Pemerintah juga pasti akan dikritik terutama oleh kelompok oposisi yang sudah bersikap setuju terhadap rencana pemulangan, contohnya Mardani Ali Sera dari PKS dan Fadli Zon dari Gerindra sudah setuju untuk pemulangan.
Ridlwan juga mengingatkan, risiko bagi situasi dalam negeri jika kamp pengungsian di Suriah jadi dibubarkan oleh pihak otoritas Kurdi.
"Waspadai pintu pintu masuk imigrasi kita. Terutama, jalan-jalan tikus, karena kalau bisa merembes masuk tanpa diketahui, akan sangat berbahaya," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Keputusan itu sudah tepat, sebab Indonesia belum siap jika harus memulangkan eks ISIS, sangat berbahaya. Namun demikian, pemerintah harus waspada terhadap kemungkinan balas dendam oleh simpatisan ISIS di dalam negeri," kata Ridlwan Habib di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, jejaring dari sel-sel ISIS yang ada di Indonesia masih banyak, mereka berpotensi melakukan tindakan balas dendam atas keputusan pemerintah tersebut.
"Jejaring ISIS masih ada di Indonesia, sel-sel tidurnya masih banyak. Polri dan komunitas intelijen harus waspada jika keputusan itu menimbulkan keinginan balas dendam," kata dia.
Contohnya menurut Ridlwan, jaringan ISIS tersebut bisa melakukan penyerangan pada kantor pemerintah karena jengkel teman mereka tidak dipulangkan.
Kemudian, kata dia ada lagi kemungkinan risiko lainnya seperti gugatan hukum yang muncul dari keluarga eks ISIS di Indonesia.
"Bisa saja akan memicu class action terhadap pemerintah dengan alasan negara mengabaikan hak asasi warganya di luar negeri. Gugatan itu bisa saja muncul dari pihak keluarganya di Indonesia," ucap alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.
Pemerintah juga pasti akan dikritik terutama oleh kelompok oposisi yang sudah bersikap setuju terhadap rencana pemulangan, contohnya Mardani Ali Sera dari PKS dan Fadli Zon dari Gerindra sudah setuju untuk pemulangan.
Ridlwan juga mengingatkan, risiko bagi situasi dalam negeri jika kamp pengungsian di Suriah jadi dibubarkan oleh pihak otoritas Kurdi.
"Waspadai pintu pintu masuk imigrasi kita. Terutama, jalan-jalan tikus, karena kalau bisa merembes masuk tanpa diketahui, akan sangat berbahaya," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020