Pemerintah pusat menegaskan untuk penyelesaian pemberian ganti untung pada warga guna pembangunan bandar udara yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada 2020.
"Perjalanan untuk pembangunan bandar udara (groundbreaking) 16 April 2020. Kami bisa percepat tapi tidak bisa perlambat prosesnya, karena diharapkan pembangunan sejalan dengan jalan tol yang kami buat di lingkar selatan Kediri," kata Staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Mayor Inf. Bagja Sirait di Kediri, Jumat.
Ia juga menambahkan, pertemuan sudah banyak dilakukan baik dengan pejabat maupun dengan warga. Termasuk pertemuan antara warga dengan sejumlah menteri pada 2019. Karena sudah ada penjelasan, pemerintah memberikan keputusan dan tidak ada lagi diskusi. Masyarakat diberi ganti untuk lahan yang akan dibangun bandar udara.
"Kami sampaikan keputusan dari pusat, tidak ada diskusi lagi, tidak ada lagi pertanyaan menyimpang, kenapa harga tidak naik. Tidak ada," kata dia.
Ia juga menambahkan, pemerintah juga telah memberikan opsi relokasi. Pemerintah akan membantu warga yang kurang mampu untuk mendapatkan tempat tinggal baru setelah proses relokasi selesai. Di lokasi yang baru, juga dilengkapi dengan beragam fasilitas baik aliran listrik, air, dan beragam fasilitas lainnya.
Dirinya juga mengatakan, total lahan hingga 16 Januari 2020 adalah 376,57 hektare. Lahan yang masih belum dibebaskan 5,88 hektare yang terdiri dari lahan kosong dan ada bangunan. Sedangkan, yang sudah dibebaskan adalah 370,69 hektare. Sehingga, lahan yang sudah dibebaskan hingga 16 Januari 2020 sudah ada 98,44 persen.
Target penyelesaian pembebasan lahan dilakukan akhir Februari 2020. Pembangunan bandar udara tersebut akan dilaksanakan di empat desa yang tersebar di tiga kecaamtan, yakni Desa Jatirejo di Kecamatan Banyakan, Desa/Kecamatan Grogol, dan Desa Bulusari, Desa Tarokan di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.
Pihaknya juga berharap masyarakat menyadari bahwa pembangunan bandar udara untuk kepentingan yang lebih besar. Pemerintah akan menggunakan kebijakan untuk konsinyasi jika warga tetap menolak, sehingga yang bertindak adalah pengadilan negeri untuk eksekusi.
Sementara itu, Ridwan Arif, salah seorang warga mengaku dirinya memang tidak bisa berbuat banyak selain mematuhi aturan. Ia mempunyai lahan lebih dari 2.000 meter persegi di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Jika awalnya, harga tanah bisa mencapai Rp15 juta per ru, saat ini hanya Rp10,5 juta per ru.
"Bagaimana lagi, usul tidak bisa lagi. Pas dulu lahan yang dibeli Rp15 juta per ru, sekarang 10,5 juta per ru," kata Ridwan yang lahannya ditanami buah jeruk ini.
Dalam rapat tersebut digelar SKB Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Selain dihadiri Staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, juga Kapolresta Kediri AKBP Miko Indrayana, Kepala BPN Kabupaten Kediri Andreas Mulyadi, Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Putut Tri Sunarko, dan berbagai tamu undangan lainnya, termasuk pemilik tanah yang belum dibebaskan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Perjalanan untuk pembangunan bandar udara (groundbreaking) 16 April 2020. Kami bisa percepat tapi tidak bisa perlambat prosesnya, karena diharapkan pembangunan sejalan dengan jalan tol yang kami buat di lingkar selatan Kediri," kata Staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Mayor Inf. Bagja Sirait di Kediri, Jumat.
Ia juga menambahkan, pertemuan sudah banyak dilakukan baik dengan pejabat maupun dengan warga. Termasuk pertemuan antara warga dengan sejumlah menteri pada 2019. Karena sudah ada penjelasan, pemerintah memberikan keputusan dan tidak ada lagi diskusi. Masyarakat diberi ganti untuk lahan yang akan dibangun bandar udara.
"Kami sampaikan keputusan dari pusat, tidak ada diskusi lagi, tidak ada lagi pertanyaan menyimpang, kenapa harga tidak naik. Tidak ada," kata dia.
Ia juga menambahkan, pemerintah juga telah memberikan opsi relokasi. Pemerintah akan membantu warga yang kurang mampu untuk mendapatkan tempat tinggal baru setelah proses relokasi selesai. Di lokasi yang baru, juga dilengkapi dengan beragam fasilitas baik aliran listrik, air, dan beragam fasilitas lainnya.
Dirinya juga mengatakan, total lahan hingga 16 Januari 2020 adalah 376,57 hektare. Lahan yang masih belum dibebaskan 5,88 hektare yang terdiri dari lahan kosong dan ada bangunan. Sedangkan, yang sudah dibebaskan adalah 370,69 hektare. Sehingga, lahan yang sudah dibebaskan hingga 16 Januari 2020 sudah ada 98,44 persen.
Target penyelesaian pembebasan lahan dilakukan akhir Februari 2020. Pembangunan bandar udara tersebut akan dilaksanakan di empat desa yang tersebar di tiga kecaamtan, yakni Desa Jatirejo di Kecamatan Banyakan, Desa/Kecamatan Grogol, dan Desa Bulusari, Desa Tarokan di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.
Pihaknya juga berharap masyarakat menyadari bahwa pembangunan bandar udara untuk kepentingan yang lebih besar. Pemerintah akan menggunakan kebijakan untuk konsinyasi jika warga tetap menolak, sehingga yang bertindak adalah pengadilan negeri untuk eksekusi.
Sementara itu, Ridwan Arif, salah seorang warga mengaku dirinya memang tidak bisa berbuat banyak selain mematuhi aturan. Ia mempunyai lahan lebih dari 2.000 meter persegi di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Jika awalnya, harga tanah bisa mencapai Rp15 juta per ru, saat ini hanya Rp10,5 juta per ru.
"Bagaimana lagi, usul tidak bisa lagi. Pas dulu lahan yang dibeli Rp15 juta per ru, sekarang 10,5 juta per ru," kata Ridwan yang lahannya ditanami buah jeruk ini.
Dalam rapat tersebut digelar SKB Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Selain dihadiri Staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, juga Kapolresta Kediri AKBP Miko Indrayana, Kepala BPN Kabupaten Kediri Andreas Mulyadi, Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Putut Tri Sunarko, dan berbagai tamu undangan lainnya, termasuk pemilik tanah yang belum dibebaskan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020