Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ali Khomsan menyarankan pemerintah agar memaksimalkan peran pos pelayanan terpadu (posyandu) di tiap daerah untuk mencegah "stunting" atau kondisi tubuh anak kerdil dibanding anak seusianya akibat kekurangan gizi.

"Kalau kita ingin mengentaskan stunting maka perbaiki posyandu," katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.

Selama ini, katanya, posyandu hanya kerap dikonotasikan sebagai tempat penimbangan anak. Padahal, seharusnya bisa berkontribusi sebagai pemberian makanan tambahan yang baik dan berkualitas.

Peran posyandu tersebut, katanya, juga harus didukung program dana desa. Misalnya Desa A menerima Rp1 miliar dan di daerah itu terdapat 15 anak stunting maka sebagian anggaran itu bisa dialokasikan kepada mereka sebagai tambahan makanan bergizi.

"Jadi bukan hanya sebatas secangkir kacang hijau yang diberikan setiap bulan," katanya.

Ia menganalogikan Desa A tadi bisa memberikan dua kilogram telur ayam setiap bulannya kepada anak stunting dengan harga kisaran Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram.

"Jadi kalau di desa itu terdapat 15 anak stunting maka setiap bulannya hanya butuh alokasi dana sekitar Rp9 juta per bulan untuk makanan tambahan dan bergizi lainnya," katanya.

"Kalau anggaran dana desanya Rp1 miliar maka hanya butuh alokasi Rp9 juta per bulan untuk makanan tambahan, dan itu jumlah kecil," tambahnya.

Menurut dia apabila pemerintah, terutama perangkat desa bisa menerapkan strategi itu, maka diyakini angka stunting di Tanah Air dapat teratasi secara perlahan.

Ali Khomsan, Guru Besar bidang Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga IPB tersebut menilai program pemerintah pemberian biskuit sebagai makanan tambahan tidak terlalu berpengaruh besar untuk pencegahan stunting. (*)

Pewarta: Muhammad Zulfikar

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020