Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil ikan sidat terbaik di Indonesia, dan pada awal 2020 kembali mengekspor produk olahan ikan sidat (anguiliformes) ke berbagai negara, salah satunya Jepang.
Ekspor produk olahan sidat dan ikan lainnya dengan total nilai produk mencapai sekitar Rp13 miliar ini dilepas Dirjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Perdana, dan Bupati Abdullah Azwar Anas, dari PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk, Banyuwangi, Senin.
"Selamat atas ekspor perdana 2020, Banyuwangi merupakan daerah pembudidaya sidat terbesar di Indonesia. Semoga ke depan bisa terus tumbuh semakin besar," kata Dirjen PDSPKP Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman.
Ia menjelaskan bahwa sidat merupakan jenis ikan yang istimewa, karena tidak bisa hidup di sembarang tempat, namun di Banyuwangi justru berkembang dengan baik dan bahkan menjadi komoditas ekspor.
"PT JAPFA Comfeed Indonesia sudah rutin mengekspor sidat ke Jepang dan berbagai negara lainnya. Ini berarti perairan di Banyuwangi memang menjadi ekosistem yang baik untuk perkembangan sidat," ujarnya.
Menurut dia, ikan sidat menjadi primadona di sejumlah negara, karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi dan tidak dimiliki jenis ikan lainnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan kegembiraannya bahwa di tengah ancaman perlambatan ekspor, Banyuwangi masih bersemangat mengekspor sejumlah komoditas, mulai kopi, cokelat, beras organik hingga olahan ikan termasuk sidat.
"Hal ini menunjukkan dan membuktikan produk Banyuwangi berkualitas ekspor," kata Azwar Anas.
Bupati Anas juga juga bersyukur, karena sidat kini dikembangkan banyak pembudidaya rakyat, dan tidak hanya digarap oleh korporasi. Beberapa tahun lalu, hanya korporasi yang mengembangkan sidat di Banyuwangi, namun melihat potensinya, kini kelompok pembudidaya ikan rakyat mulai tertarik mengembangkannya.
"Semoga bisa terus berkembang dan menjadi instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tutur Bupati Banyuwangi dua periode itu.
Sementara itu, Head of Aquaculture Division PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk Ardi Budiono mengatakan, berbagai produk olahan perikanan JAPFA Banyuwangi telah dipasarkan ke berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia. Sedangkan khusus untuk sidat, katanya, Banyuwangi dipilih menjadi basis pengembangan karena ekosistem perairannya yang sangat mendukung.
"Pengembangan sidat sangat tergantung pada kualitas lingkungan, mengingat benihnya hanya bisa dikembangkan secara alami, termasuk proses restocking-nya. Jadi kalau sidat Banyuwangi yang terbesar, ini menunjukkan kualitas air sekitarnya terjaga," ujarnya.
Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil sidat kualitas terbaik di Indonesia, dan bahkan Banyuwangi dijadikan percontohan taman teknologi (technopark) pelatihan budidaya sidat dan sebagai inkubator sidat pertama di Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2014.
Banyuwangi dijadikan pusat pengembangan sidat, karena air bakunya berkualitas. Kementerian pernah mengadakan riset bahwa per 25 miligram sampel air di Banyuwangi hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri, angka itu jauh lebih kecil dibanding daerah lainnya yang bisa mencapai ratusan ribu koloni bakteri.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Ekspor produk olahan sidat dan ikan lainnya dengan total nilai produk mencapai sekitar Rp13 miliar ini dilepas Dirjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Perdana, dan Bupati Abdullah Azwar Anas, dari PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk, Banyuwangi, Senin.
"Selamat atas ekspor perdana 2020, Banyuwangi merupakan daerah pembudidaya sidat terbesar di Indonesia. Semoga ke depan bisa terus tumbuh semakin besar," kata Dirjen PDSPKP Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman.
Ia menjelaskan bahwa sidat merupakan jenis ikan yang istimewa, karena tidak bisa hidup di sembarang tempat, namun di Banyuwangi justru berkembang dengan baik dan bahkan menjadi komoditas ekspor.
"PT JAPFA Comfeed Indonesia sudah rutin mengekspor sidat ke Jepang dan berbagai negara lainnya. Ini berarti perairan di Banyuwangi memang menjadi ekosistem yang baik untuk perkembangan sidat," ujarnya.
Menurut dia, ikan sidat menjadi primadona di sejumlah negara, karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi dan tidak dimiliki jenis ikan lainnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan kegembiraannya bahwa di tengah ancaman perlambatan ekspor, Banyuwangi masih bersemangat mengekspor sejumlah komoditas, mulai kopi, cokelat, beras organik hingga olahan ikan termasuk sidat.
"Hal ini menunjukkan dan membuktikan produk Banyuwangi berkualitas ekspor," kata Azwar Anas.
Bupati Anas juga juga bersyukur, karena sidat kini dikembangkan banyak pembudidaya rakyat, dan tidak hanya digarap oleh korporasi. Beberapa tahun lalu, hanya korporasi yang mengembangkan sidat di Banyuwangi, namun melihat potensinya, kini kelompok pembudidaya ikan rakyat mulai tertarik mengembangkannya.
"Semoga bisa terus berkembang dan menjadi instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tutur Bupati Banyuwangi dua periode itu.
Sementara itu, Head of Aquaculture Division PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk Ardi Budiono mengatakan, berbagai produk olahan perikanan JAPFA Banyuwangi telah dipasarkan ke berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia. Sedangkan khusus untuk sidat, katanya, Banyuwangi dipilih menjadi basis pengembangan karena ekosistem perairannya yang sangat mendukung.
"Pengembangan sidat sangat tergantung pada kualitas lingkungan, mengingat benihnya hanya bisa dikembangkan secara alami, termasuk proses restocking-nya. Jadi kalau sidat Banyuwangi yang terbesar, ini menunjukkan kualitas air sekitarnya terjaga," ujarnya.
Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil sidat kualitas terbaik di Indonesia, dan bahkan Banyuwangi dijadikan percontohan taman teknologi (technopark) pelatihan budidaya sidat dan sebagai inkubator sidat pertama di Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2014.
Banyuwangi dijadikan pusat pengembangan sidat, karena air bakunya berkualitas. Kementerian pernah mengadakan riset bahwa per 25 miligram sampel air di Banyuwangi hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri, angka itu jauh lebih kecil dibanding daerah lainnya yang bisa mencapai ratusan ribu koloni bakteri.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020