Sejumlah pelaku usaha dan analis mengungkap peluang perusahaan rintisan (startup) untuk memperoleh modal usaha dari pasar modal serta mendapatkan kepercayaan investor melalui initial public offering (IPO) sehingga dapat go public

Direktur Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan saat ini otoritas bursa membuka pintu selebar-lebarnya untuk berbagai perusahaan, termasuk perusahaan startup, dalam mendapatkan dana segar melalui IPO di bursa efek. 

"Tentunya perusahaan tersebut harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh otoritas bursa. Untuk memenuhi persyaratan itu membutuhkan biaya," katanya kepada wartawan di Surabaya, Senin.

Hans menjelaskan, untuk go public, maka laporan keuangan perusahaan harus diaudit, menunjuk notaris, lalu konsultan hukum, serta menyiapkan dokumen tentang prosedur pendaftaran hingga underwriter

"Ini tentu jadi masalah bagi perusahaan tertentu, karena biayanya yang lumayan tinggi untuk melakukan go public," katanya.

Hans mencontohkan, bagi perusahaan startup kecil dengan nilai Rp10 miliar dan startup yang ukurannya relatif besar dengan nilai Rp300 miliar, kerjanya sama, namun pendanaan yang didapatkan bisa berbeda. 

"Ini adalah challenge. Kita harus memahami banyaknya aturan yang ada akan menghalangi startup kecil untuk go public," tuturnya.

Meski demikian, Hans melihat perusahaan startup kecil ke depan bisa sukses dilihat dari bisnis yang dijalankannya. 

Misalnya, startup bidang properti co-living seperti PT Hoppor International (Kamar Keluarga) yang trennya mengalami perkembangan pesat. 

Menurut Hans, PT Hoppr International diuntungkan oleh pasar dari kalangan kaum milenial yang senang berwisata atau menggali pengalaman sehingga membutuhkan tempat tinggal sementara. 

Kaum milennial, lanjut dia, juga cenderung memilih rumah yang kecil dan efisien hanya untuk sekadar kebutuhan tempat tinggal keluarga kecilnya.

"Inovasi perusahaan startup ini bagus. Artinya perusahaan startup di sektor ini 'listing' dan melantai di bursa karena demand dan tren hunian menuju ke arah sana," katanya, menjelaskan.

Senior Advisor CSA Research Institute Reza Priyambada meyakinkan startup yang hendak IPO tidak perlu khawatir, selama perusahaan tersebut merespons kebutuhan pasar, potensi untuk menjadi besar sangat terbuka lebar.

"Perusahaan startup co-living harus melihat potensi dari target pasar yang mereka bidik dan seberapa lama tren ini bisa bertahan. Antisipasinya adalah dengan punya banyak model bisnis, semisal pada awalnya menyasar kalangan milenial, kemudian menyasar level eksekutif muda sehingga akan lebih variatif dan stabil. Perusahaan start up bidang properti seperti ini sangat memungkinkan melantai di bursa," katanya.

Menurut dia masuknya PT Hoppor International dalam daftar 17 perusahaan yang akan menggelar IPO di Bursa Efek Indonesia telah member warna baru bagi para investor.

CEO Kamar Keluarga Charles Kwok menerangkan saat ini pihaknya memiliki lima pilar bisnis yang menjangkau kebutuhan investor. Pertama pilar bisnis KK Operator, yang fokus pada bisnis penyewaan tempat tinggal bagi kaum pekerja milenial. 

Kedua, pilar bisnis KK Development, yang menyasar kaum milenial untuk memiliki hunian sendiri dengan harga terjangkau.

"Kami juga memiliki tiga pilar bisnis lain yang dapat memenuhi kebutuhan pasar yang ingin berinvestasi dengan menjadi mitra kami, yakni KK BOT (build operate transfer), KK Aset, dan KK Vertikal yang dapat membantu para mitra untuk mencari, membangun dan mengelola properti yang dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar," ucapnya.

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019