Kelompok Teater Gandrik asal Yogyakarta siap mementaskan lakon "Para Pensiunan" di Gedung Ciputra Hall Surabaya, Jawa Timur, yang dijadwalkan berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu malam, 6 - 7 Desember, kata panitia penyelenggara.
Ketua Panitia Penyelenggara Arif Afandi mengungkapkan bahwa pementasan Teater Gandrik dimaksudkan memberi citra peduli budaya terhadap masyarakat Kota Surabaya.
"Aktivitas keseharian dalam bermasyarakat cukup melelahkan. Karena itu, perlu kiranya menikmati karya kesenian sehingga menjadi penyeimbang dalam kehidupan kita," katanya dalam jumpa pers jelang pementasan Para Pensiunan di Surabaya, Kamis.
Terlebih, lanjut dia, setelah gawe politik dan lelahnya pelaksanaan pesta demokrasi 20190, kini saatnya masyarakat diajak untuk menengok kembali kebudayaan.
Mantan Wakil Wali Kota Surabaya ini menandaskan, kehadiran komunitas Teater Gandrik yang berdiri di Yogjakarta sejak 1983 itu sangat penting.
"Suasana berkesenian di Surabaya perlu mendapat spirit baru dengan hadirnya Teater Gandrik dari Yogjakarta, yang telah dikenal secara nasional dan telah mempunyai ciri khusus dalam setiap pertunjukan," ujarnya.
Pimpinan Produksi Teater Gandrik Butet Kartaredjasa mengaku senang bisa kembali tampil di Kota Surabaya.
Menurut putra seniman legendaris Bagong Kussudiardjo itu, Teater Gandrik telah beberapa kali menggelar pementasan di Surabaya sejak tahun 1997. Terakhir, Teater Gandrik tampil di Surabaya pada 2013, mementaskan lakon Gundala Gawat.
"Pementasan lakon Para Pensiunan oleh Teater Gandrik kali ini melanjutkan keakraban yang telah dibina sebelumnya bersama para seniman asal Surabaya yang terus berlangsung hingga kini," ujar adik kandung almarhum Djaduk Ferianto, yang mengaku sangat mengagumi Teater Bengkel Muda Surabaya itu.
Naskah lakon Para Pensiunan ditulis oleh Agus Noor dan Susilo Nugroho, merupakan karya terakhir dari Teater Gandrik yang disutradarai oleh mendiang Djaduk Ferianto.
Sepeninggal Djaduk, Susilo Nugroho, yang juga dikenal sebagai salah satu pendiri Teater Gandrik, dipercaya untuk menyutradarainya.
Lakon ini berkisah tentang para pensiunan jenderal, politisi, hakim dan profesi lainnya yang sedang menikmati masa tuanya dan menunggu mati dengan tenang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Ketua Panitia Penyelenggara Arif Afandi mengungkapkan bahwa pementasan Teater Gandrik dimaksudkan memberi citra peduli budaya terhadap masyarakat Kota Surabaya.
"Aktivitas keseharian dalam bermasyarakat cukup melelahkan. Karena itu, perlu kiranya menikmati karya kesenian sehingga menjadi penyeimbang dalam kehidupan kita," katanya dalam jumpa pers jelang pementasan Para Pensiunan di Surabaya, Kamis.
Terlebih, lanjut dia, setelah gawe politik dan lelahnya pelaksanaan pesta demokrasi 20190, kini saatnya masyarakat diajak untuk menengok kembali kebudayaan.
Mantan Wakil Wali Kota Surabaya ini menandaskan, kehadiran komunitas Teater Gandrik yang berdiri di Yogjakarta sejak 1983 itu sangat penting.
"Suasana berkesenian di Surabaya perlu mendapat spirit baru dengan hadirnya Teater Gandrik dari Yogjakarta, yang telah dikenal secara nasional dan telah mempunyai ciri khusus dalam setiap pertunjukan," ujarnya.
Pimpinan Produksi Teater Gandrik Butet Kartaredjasa mengaku senang bisa kembali tampil di Kota Surabaya.
Menurut putra seniman legendaris Bagong Kussudiardjo itu, Teater Gandrik telah beberapa kali menggelar pementasan di Surabaya sejak tahun 1997. Terakhir, Teater Gandrik tampil di Surabaya pada 2013, mementaskan lakon Gundala Gawat.
"Pementasan lakon Para Pensiunan oleh Teater Gandrik kali ini melanjutkan keakraban yang telah dibina sebelumnya bersama para seniman asal Surabaya yang terus berlangsung hingga kini," ujar adik kandung almarhum Djaduk Ferianto, yang mengaku sangat mengagumi Teater Bengkel Muda Surabaya itu.
Naskah lakon Para Pensiunan ditulis oleh Agus Noor dan Susilo Nugroho, merupakan karya terakhir dari Teater Gandrik yang disutradarai oleh mendiang Djaduk Ferianto.
Sepeninggal Djaduk, Susilo Nugroho, yang juga dikenal sebagai salah satu pendiri Teater Gandrik, dipercaya untuk menyutradarainya.
Lakon ini berkisah tentang para pensiunan jenderal, politisi, hakim dan profesi lainnya yang sedang menikmati masa tuanya dan menunggu mati dengan tenang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019