Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengimbau kepada para guru dan dosen untuk terus menanamkan pengetahuan tentang perpajakan kepada para siswa sejak pendidikan dini hingga tingkat perguruan tinggi.
Hal tersebut disampaikan ketika memberi sambutan pada acara Pajak Bertutur yang dihadiri oleh sejumlah guru dan dosen di Auditorium CBB Kantor Pusat Direktur Jenderal Pajak, di Jakarta, Senin.
“Jadi inklusi ini memang dibutuhkan untuk bercerita kepada calon pembayar pajak dan tema kita adalah pajak bertutur. Tuturkan pajak pada siapa pun juga,” katanya.
Suryo mengatakan guru adalah penghubung antara pemerintah dengan para calon pembayar pajak masa depan sehingga kontribusinya sangat dibutuhkan dalam memberikan berbagai pendidikan dasar terkait perpajakan.
“Guru merupakan frontliner pajak bertutur sehingga bisa menyambungkan cerita kepada siswanya tentang arti pajak terhadap pembangunan negara. Itu kita titipkan kepada guru,” katanya.
Suryo menuturkan pengetahuan terkait perpajakan tersebut dapat dilakukan setiap saat dan bisa diselipkan pada mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Agama, dan Kewarganegaraan.
“Minimal WP pernah mendengar pajak walau belum detail urgensi pajak dan kebutuhan pajak untuk negara,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia mengaku pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam mengembangkan pengetahuan tentang perpajakan bagi seluruh jurusan di tingkat perguruan tinggi sejak 2017.
“Kita masukkan esensi pajak ke kurikulum, kurang lebih ada empat dan ini akan terus dikembangkan. Jadi tidak hanya orang kuliah di fakultas ekonomi karena pembayar pajak dari semua kalangan,” katanya.
Ia menilai melalui cara dan bahasa yang disampaikan oleh guru tersebut para siswa akan lebih bisa memahami tentang pentingnya membayar pajak dalam menciptakan Indonesia lebih maju.
“Cerita pentingnya pajak untuk pembangunan nasional dari SD, SMP, SMA, hingga PT dengan bahasa mereka jadi lebih mudah. Ini esensi pajak bertutur untuk memahamkan pajak sejak dini,” ujarnya.
Menurutnya, dengan jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sekitar 43 ribu orang tentu kesulitan dalam mengajak 260 juta penduduk Indonesia untuk membayar pajak sehingga peran guru dianggap mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
“Kita fokus melakukan pengawasan. Bertepatan dengan hari guru kami mohon dengan segala hormat, kita memerlukan orang yang bisa bercerita khususnya pada calon pembayar pajak,” katanya.
Suryo menjelaskan jika pengetahuan tentang pajak telah diberikan sejak dini maka penerimaan pajak berpeluang untuk terus meningkat sebab masyarakat Indonesia semakin sadar tentang peran dan manfaat membayar pajak untuk negara.
“Penerimaan pajak tergantung atas kepatuhan sukarela masyarakat jadi dengan pemahaman dari awal minimal bisa meningkatkan kesadaran sebagai warga negara yang berkonsekuensi membantu negara dengan pajak,” tegasnya.
Sebagai informasi, hingga akhir Oktober 2019 penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp1.173,9 triliun atau tumbuh 1,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yaitu Rp1.160,2 triliun.
Sementara itu, realisasi penerimaan perpajakan sampai 31 Oktober 2019 tersebut baru mencapai 65,7 persen terhadap target dalam APBN yang sebesar Rp1.786,4 triliun. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Hal tersebut disampaikan ketika memberi sambutan pada acara Pajak Bertutur yang dihadiri oleh sejumlah guru dan dosen di Auditorium CBB Kantor Pusat Direktur Jenderal Pajak, di Jakarta, Senin.
“Jadi inklusi ini memang dibutuhkan untuk bercerita kepada calon pembayar pajak dan tema kita adalah pajak bertutur. Tuturkan pajak pada siapa pun juga,” katanya.
Suryo mengatakan guru adalah penghubung antara pemerintah dengan para calon pembayar pajak masa depan sehingga kontribusinya sangat dibutuhkan dalam memberikan berbagai pendidikan dasar terkait perpajakan.
“Guru merupakan frontliner pajak bertutur sehingga bisa menyambungkan cerita kepada siswanya tentang arti pajak terhadap pembangunan negara. Itu kita titipkan kepada guru,” katanya.
Suryo menuturkan pengetahuan terkait perpajakan tersebut dapat dilakukan setiap saat dan bisa diselipkan pada mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Agama, dan Kewarganegaraan.
“Minimal WP pernah mendengar pajak walau belum detail urgensi pajak dan kebutuhan pajak untuk negara,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia mengaku pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam mengembangkan pengetahuan tentang perpajakan bagi seluruh jurusan di tingkat perguruan tinggi sejak 2017.
“Kita masukkan esensi pajak ke kurikulum, kurang lebih ada empat dan ini akan terus dikembangkan. Jadi tidak hanya orang kuliah di fakultas ekonomi karena pembayar pajak dari semua kalangan,” katanya.
Ia menilai melalui cara dan bahasa yang disampaikan oleh guru tersebut para siswa akan lebih bisa memahami tentang pentingnya membayar pajak dalam menciptakan Indonesia lebih maju.
“Cerita pentingnya pajak untuk pembangunan nasional dari SD, SMP, SMA, hingga PT dengan bahasa mereka jadi lebih mudah. Ini esensi pajak bertutur untuk memahamkan pajak sejak dini,” ujarnya.
Menurutnya, dengan jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sekitar 43 ribu orang tentu kesulitan dalam mengajak 260 juta penduduk Indonesia untuk membayar pajak sehingga peran guru dianggap mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
“Kita fokus melakukan pengawasan. Bertepatan dengan hari guru kami mohon dengan segala hormat, kita memerlukan orang yang bisa bercerita khususnya pada calon pembayar pajak,” katanya.
Suryo menjelaskan jika pengetahuan tentang pajak telah diberikan sejak dini maka penerimaan pajak berpeluang untuk terus meningkat sebab masyarakat Indonesia semakin sadar tentang peran dan manfaat membayar pajak untuk negara.
“Penerimaan pajak tergantung atas kepatuhan sukarela masyarakat jadi dengan pemahaman dari awal minimal bisa meningkatkan kesadaran sebagai warga negara yang berkonsekuensi membantu negara dengan pajak,” tegasnya.
Sebagai informasi, hingga akhir Oktober 2019 penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp1.173,9 triliun atau tumbuh 1,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yaitu Rp1.160,2 triliun.
Sementara itu, realisasi penerimaan perpajakan sampai 31 Oktober 2019 tersebut baru mencapai 65,7 persen terhadap target dalam APBN yang sebesar Rp1.786,4 triliun. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019