Metode true shallot seed (TSS) yang dikembangkan petani klaster bawang merah binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang di Desa Purworejo, Kabupaten Malang, mampu memangkas biaya penyediaan bibit hingga Rp35 juta per hektare.
Ketua Kelompok Tani Karya Bakti I (Subur Makmur) Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang Deny Kusnanto, Senin, mengakui metode TSS yang diterapkan dalam penanaman bawang merah, jauh lebih hemat dan efisien hingga beberapa kali lipat jika dibandingkan dengan metode konvensional.
"Kalau menanam bawang dengan metode lama (menggunakan umbi bawang) biaya untuk pembelian bibit saja bisa menghabiskan dana hingga Rp45 juta per hektare, tetapi kalau menggunakan metode TSS hanya butuh biaya tidak lebih dari Rp10 juta. Selisihnya saja sudah Rp35 jutaan," kata Deny di sela panen bawang perdana dengan metode TSS di Demplot Desa Purworejo, Ngantang, Malang, Senin.
Deny menerangkan kebutuhan bibit bawang berbentuk umbi untuk luas lahan satu hektare mencapai 2-3 ton, sedangkan metode TSS hanya 3-4 kilogram.
Selain hemat biaya karena kebutuhan bibit berbeda jauh, lanjut Deny, hasil panen pun juga jauh lebih banyak dibanding dengan penanaman dengan cara lama (umbi), yakni bisa mencapai angka maksimal sekitar 40 ton sampai 43 ton per hektare, jika ditanam pada musim tanam bawang (onsesion).
Sementara Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Azka Subhan Aminurridho mengemukakan pihaknya akan terus memberikan pendampingan para petani bawang merah di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang yang telah dilakukan sejak 2016, terutama dalam mengembangkan klaster bawang merah dengan metode TSS sesuai kebutuhan.
"Tentu saja BI bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) untuk mendampingi petani dan pengembangan metode TSS untuk tanaman bawang merah, sehingga petani bisa lebih hemat dalam pengeluaran biaya produksinya. Cuma, petani memang harus sabar karena masa tanam lebih lama tiga pekan dari metode umbi," kata Azka.
Menyinggung kebutuhan petani bawang merah seperti disampaikan Kepala Desa Purworejo Siswadi, Azka mengaku tidak masalah. "Kami akan upayakan untuk memenuhi keinginan para petani bawang merah di sini, yakni tetap mempertahankan varietas khas daerah itu, yakni varietas Batu Ijo," kata Azka.
Bawang merah umumnya diproduksi dengan menggunakan umbi sebagai bahan tanam atau sumber benih. Penyediaan benih bawang merah yang bermutu secara kuantitas sangat terbatas setiap tahunnya, yaitu sekitar 15-16 persen per tahun.
Untuk mendapatkan benih dengan hasil tinggi semakin banyak petani yang menggunakan benih umbi dari bawang konsumsi asal impor yang harganya relatif mahal. Selain itu, penggunaan umbi secara terus menerus oleh petani juga dapat menyebabkan semakin menurunnya mutu umbi karena akumulasi penyakit tular benih yang berakibat menurunnya produktivitas bawang merah.
Kabupaten Malang adalah salah satu sentra penghasil bawang merah di Provinsi Jawa Timur, khususnya di Kecamatan Ngantang dan Pujon.
Penanaman bawang merah melalui metode TSS dilakukan pada lahan demplot kelompok tani Karya Bakti I Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dengan luas lahan 1500 meter persegi. Varietas bawang merah yang ditanam adalah varietas Trisula dan Bima Brebes.
Dalam rangka pengembangan bawang merah di kelompok tani Karya Bakti I dengan metode TSS akan diproduksi umbi bawang merah yang bisa digunakan untuk konsumsi dan produksi umbi mini sebagai model perbenihan bawang merah.
Hasil dari panen bawang merah dari lahan demplot diperkirakan mencapai 3,5 ton untuk luas lahan 1.500 meter persegi yang terdiri dari 10 petak lahan setara dengan 24,5 ton per hektare.
Metode TSS tersebut adalah memanfaatkan biji bawang yang dihasilkan dari bunga yang dikeringkan. Setelah dikeringkan, biji bawang direndam dalam air kelapa muda (degan ijo) selama empat jam. Selanjutnya disemai. Untuk proses persemaian hingga tanam benih sekitar 70 hari ditambah tiga pekan.
Kemudian ditanam dengan cara dipindah di lahan yang telah siap. Dalam satu tahun bisa ditanam dan panen tiga kali.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Ketua Kelompok Tani Karya Bakti I (Subur Makmur) Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang Deny Kusnanto, Senin, mengakui metode TSS yang diterapkan dalam penanaman bawang merah, jauh lebih hemat dan efisien hingga beberapa kali lipat jika dibandingkan dengan metode konvensional.
"Kalau menanam bawang dengan metode lama (menggunakan umbi bawang) biaya untuk pembelian bibit saja bisa menghabiskan dana hingga Rp45 juta per hektare, tetapi kalau menggunakan metode TSS hanya butuh biaya tidak lebih dari Rp10 juta. Selisihnya saja sudah Rp35 jutaan," kata Deny di sela panen bawang perdana dengan metode TSS di Demplot Desa Purworejo, Ngantang, Malang, Senin.
Deny menerangkan kebutuhan bibit bawang berbentuk umbi untuk luas lahan satu hektare mencapai 2-3 ton, sedangkan metode TSS hanya 3-4 kilogram.
Selain hemat biaya karena kebutuhan bibit berbeda jauh, lanjut Deny, hasil panen pun juga jauh lebih banyak dibanding dengan penanaman dengan cara lama (umbi), yakni bisa mencapai angka maksimal sekitar 40 ton sampai 43 ton per hektare, jika ditanam pada musim tanam bawang (onsesion).
Sementara Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Azka Subhan Aminurridho mengemukakan pihaknya akan terus memberikan pendampingan para petani bawang merah di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang yang telah dilakukan sejak 2016, terutama dalam mengembangkan klaster bawang merah dengan metode TSS sesuai kebutuhan.
"Tentu saja BI bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) untuk mendampingi petani dan pengembangan metode TSS untuk tanaman bawang merah, sehingga petani bisa lebih hemat dalam pengeluaran biaya produksinya. Cuma, petani memang harus sabar karena masa tanam lebih lama tiga pekan dari metode umbi," kata Azka.
Menyinggung kebutuhan petani bawang merah seperti disampaikan Kepala Desa Purworejo Siswadi, Azka mengaku tidak masalah. "Kami akan upayakan untuk memenuhi keinginan para petani bawang merah di sini, yakni tetap mempertahankan varietas khas daerah itu, yakni varietas Batu Ijo," kata Azka.
Bawang merah umumnya diproduksi dengan menggunakan umbi sebagai bahan tanam atau sumber benih. Penyediaan benih bawang merah yang bermutu secara kuantitas sangat terbatas setiap tahunnya, yaitu sekitar 15-16 persen per tahun.
Untuk mendapatkan benih dengan hasil tinggi semakin banyak petani yang menggunakan benih umbi dari bawang konsumsi asal impor yang harganya relatif mahal. Selain itu, penggunaan umbi secara terus menerus oleh petani juga dapat menyebabkan semakin menurunnya mutu umbi karena akumulasi penyakit tular benih yang berakibat menurunnya produktivitas bawang merah.
Kabupaten Malang adalah salah satu sentra penghasil bawang merah di Provinsi Jawa Timur, khususnya di Kecamatan Ngantang dan Pujon.
Penanaman bawang merah melalui metode TSS dilakukan pada lahan demplot kelompok tani Karya Bakti I Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dengan luas lahan 1500 meter persegi. Varietas bawang merah yang ditanam adalah varietas Trisula dan Bima Brebes.
Dalam rangka pengembangan bawang merah di kelompok tani Karya Bakti I dengan metode TSS akan diproduksi umbi bawang merah yang bisa digunakan untuk konsumsi dan produksi umbi mini sebagai model perbenihan bawang merah.
Hasil dari panen bawang merah dari lahan demplot diperkirakan mencapai 3,5 ton untuk luas lahan 1.500 meter persegi yang terdiri dari 10 petak lahan setara dengan 24,5 ton per hektare.
Metode TSS tersebut adalah memanfaatkan biji bawang yang dihasilkan dari bunga yang dikeringkan. Setelah dikeringkan, biji bawang direndam dalam air kelapa muda (degan ijo) selama empat jam. Selanjutnya disemai. Untuk proses persemaian hingga tanam benih sekitar 70 hari ditambah tiga pekan.
Kemudian ditanam dengan cara dipindah di lahan yang telah siap. Dalam satu tahun bisa ditanam dan panen tiga kali.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019