Sosok yang disebut akan menempati posisi Wakil Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin merupakan sosok kelahiran tahun 1964 yang meraih gelar fisika nuklir dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1988.

Budi Gunadi Sadikin juga meraih gelar pendidikan ekonominya dari Washington University, Amerika Serikat.

Dia mulai merintis IBM Asia-Pacific HQ, Tokyo pada tahun 1988, kemudian kembali ke Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai System Integration and Professional Services Manager IBM Indonesia pada tahun 1994.

Budi kemudian menjabat sebagai General Manager Banking, Chief General Manager wilayah Jakarta, dan Chief General Manager bidang sumber daya manusia di Bank Bali (sekarang bank Permata).

Kemudian Budi Sadikin menjabat sebagai Senior Vice-President Director, Consumer and Commercial Banking, ABN AMRO Bank Indonesia & Malaysia hingga tahun 2004.

Selanjutnya dia bergabung dengan EVP, Head of Consumer Banking di Bank Danamon lalu Direktue Adira Quantum Multi Finance hingga tahun 2006.

Budi Sadikin kemudian ditunjuk sebagai Director, Micro & Retail Banking Bank Mandiri pada tahun 2006 dan diangkat sebagai CEO bank berpelat merah itu pada 2013 sampai dengan tahun 2016 hingga digantikan oleh Kartika Wirjoatmodjo.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Sadikin kemudian diangkat menjadi staf khusus Menteri BUMN.

Di tahun 2017, Budi Gunadi Sadikin kemudian harus melepas jabatannya sebagai staf khusus karena dilantik sebagai Direktur Utama PT Inalum oleh Menteri BUMN saat itu Rini Soemarno.

 

Sinergi e-toll Himbara
Saat memimpin di Bank Mandiri, Budi juga turut serta ketika empat bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara yakni Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN bersinergi dengan Jasa Marga meluncurkan Implementasi Pembayaran Elektronik Tol (e-toll) Nasional di tahun 2016.

Sinergitas empat bank negara dalam program pembayaran elektronik tol nasional tersebut bertujuan meminimalkan dampak kemacetan di sejumlah ruas tol.

Adapun produk pembayaran elektronik jenis kartu yang dimiliki Bank BRI bernama "BRI Brizzi, Bank BNI "Tapcash", dan "BTN Link".

Selama ini transaksi elektronik tol dikuasai oleh Bank Mandiri sejak 2010 dengan rata-rata jumlah transaksi mencapai Rp110 juta per bulan.

Menteri BUMN saat itu Rini Soemarno mengapresiasi seluruh direksi terutama Bank Mandiri yang sudah bersedia membuka sinergi ini dengan bank lainnya.

Selain sinergi e-toll bersama tiga bank Himbara lainnya, Bank Mandiri di bawah kepemimpinan Budi Gunadi Sadikin bersama PT Sebangsa Bersama (Sebangsa) meluncurkan aplikasi untuk buruh migran Indonesia bernama "Sahabat BMI".

Peluncuran aplikasi ini menjadikan Bank Mandiri sebagai bank pertama di dunia yang memiliki aplikasi untuk buruh migran.

Aplikasi tersebut didesain untuk menghubungkan seluruh buruh migran Indonesia di seluruh dunia, sehingga terbentuk satu komunitas global Buruh Migran Indonesia yang memiliki rasa kebersamaan dan semangat nasionalisme kuat untuk bersama-sama maju dan meraih kehidupan yang lebih baik.

Aplikasi itu juga dimaksudkan untuk membantu Buruh Migran Indonesia yang mengikuti program Mandiri Sahabatku untuk dapat terus berinteraksi dengan sesama peserta Mandiri Sahabatku ataupun dengan mentor.

Aplikasi "Sahabat BMI" sendiri dilengkapi dengan konten-konten sesuai kebutuhan para Buruh Migran Indonesia seperti kanal Fokus Buruh Migran Indonesia (informasi tentang Buruh Migran Indonesia), cerita kampung halaman, hotline call center Buruh Migran Indonesia, serta pembukaan group yang dapat didesain secara personal (customized) sesuai dengan ketertarikan dan kebutuhan Buruh Migran Indonesia.

Di samping itu, dalam aplikasi ini juga tersedia kanal Bapak Asuh yang akan memberikan mentoring dan coaching untuk pengembangan usaha dalam program Mandiri Sahabatku yang diikuti Buruh Migran Indonesia.

Bank Mandiri di bawah kepemimpinan Budi Gunadi Sadikin juga pernah meresmikan pembangunan Mandiri University, kampus yang ditujukan untuk mencetak praktisi perbankan yang unggul dan profesional.

 

Holding pertambangan dan penguasaan Freeport
Pada tahun 2017, pemerintah membentuk holding BUMN Pertambangan dalam rangka mengambil alih saham divestasi hingga 51 persen Freeport Indonesia, dari yang sudah dikuasai saat ini sebesar 9,36 persen.

PT Inalum yang dipimpin Budi ketika itu, menjadi induk holding BUMN, dengan tiga perusahaan yang masuk di holding tersebut yaitu Antam, Timah dan Bukit Asam yang merupakan perusahaan publik.

Tujuan utama pembentukan Holding Tambang BUMN adalah membentuk perusahaan tambang yang besar, kuat dan lincah.

Dengan begitu, Holding BUMN Tambang mempunyai daya saing yang kuat dalam berhadapan dengan dominasi swasta nasional dan asing yang fokus pada kegiatan-kegiatan pengembangan sumber energi, peningkatan nilai tambah mineral dan investasi berkelanjutan.

Selain itu, strategi pembentukan holding tambang adalah untuk menguasai cadangan dan sumber daya mineral di Indonesia, hilirisasi produk dan kandungan lokal, dan menjadi perusahaan kelas dunia.

Dalam upayanya untuk menguasai saham Freeport, Inalum mengakui proses negosiasi divestasi Freeport Indonesia merupakan salah satu yang paling sulit di tangani.

Salah satu hal yang membuat sulit adalah adanya saham participating interest dari Rio Tinto terhadap Freeport, yaitu sebesar 40 persen.

Namun betapa sulitnya dan menantangnya proses tersebut. Akhirnya pada 21 Desember 2018, Pemerintah Indonesia berhasil menguasai dan mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport kepada PT Inalum (Persero) di Istana Merdeka, Jakarta.

Usai pelunasan tersebut, saham PT Freeport Indonesia yang dimiliki oleh PT Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen. Presiden Joko Widodo menjelaskan kepemilikan mayoritas itu akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dengan implementasi tersebut maka jumlah pendapatan dari pajak dan royalti akan lebih baik. Pemerintah daerah di Papua, tambah Kepala Negara, juga mendapatkan 10 persen dari saham yang ada. (*)

Pewarta: Aji Cakti

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019