Kaum santri diminta ikut memeriahkan ajang Anugerah Ronggowarsito oleh ulama muda Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Kabupaten Situbondo, yang juga dikenal sebagai sastrawan, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy.
"Masyarakat pesantren dan santri hendaknya ikut mendukung dan memeriahkan ajang yang ikonnya juga dikenal sebagai representasi santri ini, yakni pujangga Ronggowarsito," kata ulama kharismatik ini kepada Antara di sela pengajian rutin bulanan di Kantor Ikatan Santri Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSASS) Bondowoso, Jawa Timur, Rabu malam.
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Ponorogo, Jawa Timur, yang juga pelopor kampus literasi ini menggagas pemberian penghargaan atau Anugerah Ronggowarsito kepada para penulis buku bertema sastra dan budaya berbahasa Indonesia dengan hadiah utama Rp100 juta.
"Ada dua hal yang menjadi poin dalam penghargaan ini, yakni nama Ronggowarsito dan jumlah hadiahnya yang menurut kami sangat besar, karena penghargaan yang selama ini ada hadiah utamanya sebesar Rp50 juta," kata Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ponorogo Dr Sutejo, MHum.
Ajang ini merupakan rangkaian dari Program Sekolah Literasi Gratis (SLG) dari STKIP PGRI Ponorogo yang kini memasuki tahun kedua. Secara keseluruhan, kegiatan ini diperkirakan menelan dana Rp500 juta murni dari dana kampus.
"Kami memang kampus desa dan bukan kampus besar, tapi kami ingin berbuat sesuatu untuk memberikan dukungan tidak main-main pada aktivitas terkait literasi, khususnya mereka yang memiliki karya berupa buku," kata Sutejo.
Kiai Azaim mengaku sangat mendukung penyelenggaraan penghargaan yang mengambil spirit tokoh besar Ronggowarsito yang pada zamannya dikenal sebagai sastrawan Keraton Surakarta dan pernah menimba ilmu di pesantren asuhan KH Kasan Besari di Ponorogo, Jawa Timur, itu.
"Ajang ini akan menguatkan akar sejarah dengan para pendahulu kita. Dengan mengokohkan akar sejarah ini kita akan semakin mengenal jati diri kita. Ini akan mengokohkan kedaultan atau jati diri kita," kata Kiai Azaim, penggagas Muktamar Sastra 2019 yang digelar di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo ini.
Ulama yang juga telah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi ini mengaku menjadi penasaran dengan Kabupaten Ponorogo yang selama ini hanya dikenal dengan kesenian reognya itu.
"Jadi, ajang ini menjadi penyeimbang atas kesenian yang selama ini sudah dikenal dari Ponorogo, yaitu reog. Karena itu ajang ini harus dipromosikan di semua kalangan," kata cucu dari Pahlawan Nasional KHR As'ad Syamsul Arifin ini.
Menurut Kiai Azaim, ajang Anugerah Ronggowarsito juga memiliki makna atas penghargaan terhadap kekayaan ilmu di bidang sastra dan budaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Masyarakat pesantren dan santri hendaknya ikut mendukung dan memeriahkan ajang yang ikonnya juga dikenal sebagai representasi santri ini, yakni pujangga Ronggowarsito," kata ulama kharismatik ini kepada Antara di sela pengajian rutin bulanan di Kantor Ikatan Santri Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSASS) Bondowoso, Jawa Timur, Rabu malam.
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Ponorogo, Jawa Timur, yang juga pelopor kampus literasi ini menggagas pemberian penghargaan atau Anugerah Ronggowarsito kepada para penulis buku bertema sastra dan budaya berbahasa Indonesia dengan hadiah utama Rp100 juta.
"Ada dua hal yang menjadi poin dalam penghargaan ini, yakni nama Ronggowarsito dan jumlah hadiahnya yang menurut kami sangat besar, karena penghargaan yang selama ini ada hadiah utamanya sebesar Rp50 juta," kata Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ponorogo Dr Sutejo, MHum.
Ajang ini merupakan rangkaian dari Program Sekolah Literasi Gratis (SLG) dari STKIP PGRI Ponorogo yang kini memasuki tahun kedua. Secara keseluruhan, kegiatan ini diperkirakan menelan dana Rp500 juta murni dari dana kampus.
"Kami memang kampus desa dan bukan kampus besar, tapi kami ingin berbuat sesuatu untuk memberikan dukungan tidak main-main pada aktivitas terkait literasi, khususnya mereka yang memiliki karya berupa buku," kata Sutejo.
Kiai Azaim mengaku sangat mendukung penyelenggaraan penghargaan yang mengambil spirit tokoh besar Ronggowarsito yang pada zamannya dikenal sebagai sastrawan Keraton Surakarta dan pernah menimba ilmu di pesantren asuhan KH Kasan Besari di Ponorogo, Jawa Timur, itu.
"Ajang ini akan menguatkan akar sejarah dengan para pendahulu kita. Dengan mengokohkan akar sejarah ini kita akan semakin mengenal jati diri kita. Ini akan mengokohkan kedaultan atau jati diri kita," kata Kiai Azaim, penggagas Muktamar Sastra 2019 yang digelar di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo ini.
Ulama yang juga telah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi ini mengaku menjadi penasaran dengan Kabupaten Ponorogo yang selama ini hanya dikenal dengan kesenian reognya itu.
"Jadi, ajang ini menjadi penyeimbang atas kesenian yang selama ini sudah dikenal dari Ponorogo, yaitu reog. Karena itu ajang ini harus dipromosikan di semua kalangan," kata cucu dari Pahlawan Nasional KHR As'ad Syamsul Arifin ini.
Menurut Kiai Azaim, ajang Anugerah Ronggowarsito juga memiliki makna atas penghargaan terhadap kekayaan ilmu di bidang sastra dan budaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019