Polres Pamekasan, Jawa Timur menjamin keamanan pelajar Papua yang menempuh pendidikan di sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Pamekasan, kata Kapolres AKBP Teguh Wibowo.
"Pamekasan ini aman, dan masyarakatnya sangat terbuka kepada siapa saja," katanya di Pamekasan, Selasa.
Ia menjelaskan, di Pamekasan, ada beberapa warga Papua yang menempuh pendidikan di sejumlah pondok pesantren. Salah satunya di Pondok Pesantren Darul Ulum, Banyuanyar, Pamekasan.
Di pondok pesantren ini, pelajar dari Papua justru mengaku sangat senang, aman, dan terlindungi. Tidak ada diskriminasi, bahkan masyarakat Pamekasan sangat terbuka.
Salah satunya seperti yang diakui oleh santri asal Wamena Papua, Musaddat. Bahkan pelajar ini, sudah bisa berbahasa Madura dengan lancar.
"Alhamdulillah saya senang ada di sini. Saya merasa banyak saudara di sini, meskipun saya dari Papua," kata Musaddat.
Saat berbincang dengan Kapolres Pamekasan AKBP Teguh Wibowo di pondok pesantren itu, Musaddat menuturkan, memang saat awal-awal ia berada di Madura, dirinya selalu dipermainkan.
"Tapi sekarang saya bisa dicokocoh lagi," ucap Musaddat sembari tersenyum.
"Cokocoh" merupakan istilah Madura yang berarti 'mempermainkan'. Kata ini cokocoh biasanya disematkan kepada seseorang yang mengajari istilah bahasa Madura, tapi dengan arti yang berbeda.
Di Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan ini, ada lima orang warga Papua yang menjadi santri pesantren.
Kepada Musaddat dan teman-temannya, Kapolres AKBP Teguh Wibowo juga mengajak, agar tetap menjaga keutuhan NKRI, dan tidak terpancing dengan isu rasis di Surabaya dan Malang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Pamekasan ini aman, dan masyarakatnya sangat terbuka kepada siapa saja," katanya di Pamekasan, Selasa.
Ia menjelaskan, di Pamekasan, ada beberapa warga Papua yang menempuh pendidikan di sejumlah pondok pesantren. Salah satunya di Pondok Pesantren Darul Ulum, Banyuanyar, Pamekasan.
Di pondok pesantren ini, pelajar dari Papua justru mengaku sangat senang, aman, dan terlindungi. Tidak ada diskriminasi, bahkan masyarakat Pamekasan sangat terbuka.
Salah satunya seperti yang diakui oleh santri asal Wamena Papua, Musaddat. Bahkan pelajar ini, sudah bisa berbahasa Madura dengan lancar.
"Alhamdulillah saya senang ada di sini. Saya merasa banyak saudara di sini, meskipun saya dari Papua," kata Musaddat.
Saat berbincang dengan Kapolres Pamekasan AKBP Teguh Wibowo di pondok pesantren itu, Musaddat menuturkan, memang saat awal-awal ia berada di Madura, dirinya selalu dipermainkan.
"Tapi sekarang saya bisa dicokocoh lagi," ucap Musaddat sembari tersenyum.
"Cokocoh" merupakan istilah Madura yang berarti 'mempermainkan'. Kata ini cokocoh biasanya disematkan kepada seseorang yang mengajari istilah bahasa Madura, tapi dengan arti yang berbeda.
Di Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan ini, ada lima orang warga Papua yang menjadi santri pesantren.
Kepada Musaddat dan teman-temannya, Kapolres AKBP Teguh Wibowo juga mengajak, agar tetap menjaga keutuhan NKRI, dan tidak terpancing dengan isu rasis di Surabaya dan Malang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019