Managemen Grand Dharmahusada Lagoon (GDL) mengakui telah menerima 200 aduan rumah retak di perumahan Dharmahusada Mas, Mulyosari, Kota Surabaya, Jawa Timur, yang diduga dampak pembangunan apartemen Grand Dharmahusada Lagoon.

"Berdasarkan data yang kami terima sekitar ada 200 yang mengadukan kerusakan rumah kepada kami," kata Project Direktur Grand Dharmahusada Lagoon, Nurjaman, saat menggelar konferensi pers, di Surabaya, Kamis.

Nurjaman yang juga mewakili pihak kontraktor pembangunan yakni PT. PP Properti Indonesia ini membantah adanya informasi yang menyebutkan bahwa ada sekitar 300 rumah di perumahan Dharmahusada Mas yang ambles dan retak akibat pembangunan apartemen.

Menurut dia, bahwa  jumlah sekitar 200 unit rumah tersebut masih berupa data aduan yang masuk ke pihaknya. "Angka itu masih belum kami tinjau di lapangan. Itu masih berupa aduan ke kami," katanya.

Saat ditanya dari 200 aduan tersebut berapa yang sudah mendapat kompensasi, Nurjaman enggan menjelaskannya dengan detail.  Pihaknya harus melakukan kajian dengan melibatkan tim ahli bangunan.

Namun demikian, pihaknya mengaku sudah melakukan langkah kooperatif atas adanya aduan dari warga perumahan Dharmahusada Mas melalui pertemuan dengan warga setempat.

Selain itu, Nurjaman memastikan bahwa proyek pembangunan apartemen tersebut telah memiliki perizinan yang lengkap. "Untuk IMB (Izin Mendirikan Bangunan) sudah lengkap dan sesuai aturan yang ada," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Paguyuban Warga Dharmahusada Mas Dedi Setyo yang ikut hadir dalam konferensi pers tersebut mengaku bahwa pihaknya sudah diajak komunikasi oleh pihak kontraktor pelaksana melalui rapat yang digelar pada 5 Juli lalu. "Warga dan pihak PT PP Properti sudah melakukan rapat pada tanggal 5 Juli yang intinya membicarakan kompensasi," katanya.

Warga Dharmahusada Mas lainnya, Joni Karnadi sebelumnya mengatakan pihaknya berharap PP sebagai kontraktor pelaksana pembangunan Apartemen Grand Dharmahusada Lagoon tidak hanya memikirkan keuntungan saja, melainkan juga memperhatikan dampak lingkungan.

Selama ini, lanjut dia, kontraktor menyikapi permasalahan rumah retak dengan pemberian kompensasi, tetapi bukan ganti rugi. "Jadi dasarnya belas kasihan, sehingga nilainya juga ditentukan oleh mereka meski kami diminta untuk membuat RAB kerusakan, karena faktanya masih ditawar 20-30 persen," ujarnya.

Selain itu, kata Joni, selama ini kontraktor merasa tidak bersalah karena dasarnya adalah hasil kajian tim ahli dari salah satu perguruan tinggi ternama di Surabaya yang menilai jika kegiatan proyek tidak memberikan dampak apapun terhadap kerusakan ratusan rumah.

"Secara pribadi saya menegaskan, jika memang proyek itu tidak menjadi penyebab kerusakan rumah kami, saya tidak akan minta ganti rugi, apalagi mencari-cari keuntungan. Tapi kami perlu alternatif pendapat lain. Ini yang kami upayakan," katanya.

Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana mengatakan pihaknya saat ini masih menunggu petunjuk dari wali kota untuk penanganan lebih lanjutnya mengenai adanya rumah rusak dan penurunan tanah di kawasan tersebut. "Kalau sudah ada tembusan pasti kita rapatkan bersama," ujarnya.

Mengenai adanya konflik antara pengembang dengan warga ini, Whisnu menambahkan akan jadi penengah. "Nanti bisa kita jembatani," ujarnya. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019