Dua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya (Ubaya) Stephanie Wirakarsa dan Almas Ula Salsabila menyabet juara dua di ajang Regional Medical Olympiad (RMO) 2019 di Malang yang digelar 7-14 Juli.

Ubaya menjadi satu-satunya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang menjuarai untuk cabang Neuropsikiatri pada kompetisi kerja sama dengan Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) itu.

Mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2016 Stephanie Wirakarsa mengatakan pada kompetisi RMO 2019 terdapat enam cabang yang dilombakan yaitu Neuropsikiatri, Muskuloskeletal, Uro-reproduksi, Digestif, Kardio-Respirasi, dan Penyakit Menular.

Setiap Universitas hanya diperbolehkan mengirimkan satu tim yang terdiri dari dua mahasiswa Fakultas Kedokteran untuk satu cabang perlombaan. Dia dan Almas Ula Salsabila mewakili Ubaya untuk berkompetisi cabang Neuropsikiatri melawan 11 tim Fakultas Kedokteran dari seluruh Universitas di wilayah Jawa Timur hingga Papua.

"Persiapan kami lakukan berupa latihan soal pilihan ganda, praktikum hingga simulasi tanya jawab dalam menangani kasus pasien yang memiliki gangguan saraf dan kejiwaan. Kami senang dan tidak menyangka bisa lolos hingga babak final karena target awal kami bisa lolos di semifinal adalah hal luar biasa," ujarnya.

Selama empat hari kompetisi, Stephanie dan Almas Ula Salsabila harus melewati beberapa tahap babak penyisihan dengan beberapa metode ujian hingga lolos meraih juara II.

Pada babak penyisihan terdapat metode ujian "Multiple Choice Question" (MCQ) berbasis "Computer Based Test" (CBT) dengan total jumlah 120 soal dalam waktu 120 menit. Kemudian ujian "Objective Structured Practical Examination" (OSPE) yaitu pertanyaan praktikum terkait biomedik dan pemeriksaan penunjang.

Setelah berhasil lolos babak penyisihan, tim Fakultas Kedokteran Ubaya masuk dalam babak semifinal dengan mengikuti ujian MCQ II dengan total jumlah 100 soal dalam waktu 100 menit. Kemudian "Objective Student Case Examination" (OSCE) yaitu praktik menjadi dokter untuk menghadapi atau menangani pasien sesuai perintah soal.

"Tahapan ini tergolong ujian yang sulit bagi tim kami karena harus mengintegrasikan teori dan praktik serta harus mengerti bagaimana menangani atau memberikan terapi yang tepat kepada pasien," ucapnya.

Sementara itu dosen pembimbing, yang kesehariannya mengajar mata kuliah Neurologi dr Valentinus Besin, Sp.S mengatakan pada kompetisi tahun ini peserta lomba cabang Neuropsikiatri memang sedikit dibandingkan dengan cabang yang lain, karena kompetisi di bidang ini mengharuskan mahasiswa untuk menggunakan bahasa Inggris.

“Sehingga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Pertama mereka berpikir harus menjawab apa, kedua bahasa Inggrisnya apa dengan waktu yang sudah ditentukan,” tuturnya.

Pada babak final, ujian yang harus dilalui Ubaya adalah "Student Oral Case Analysis and Public Health" (SOCA-PH). Ujian ini menilai kemampuan analisis terhadap kasus terkait sistem saraf dan kondisi kejiwaan. Selanjutnya, tim mengikuti "Medical Quiz Game" (MQG) yang terdiri dari dua jenis soal yaitu soal wajib serta soal rebutan tanya jawab.

"Tahapan kompetisi cukup panjang, saya bangga atas prestasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Ubaya bisa meraih juara II dan mampu membuktikan bahwa Fakultas Kedokteran Ubaya mampu bersaing dengan Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Negeri," katanya.

Dia berharap Stephanie dan Almas mau terus belajar dan mengikuti kompetisi Neuropsikiatri di tingkat yang lebih tinggi serta menjadi inspirasi mahasiswa FK Ubaya yang lain.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019