Para petani buah nanas di kaki Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut), tepatnya Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, diuntungkan dengan harga jual nanas yang relatif bagus dan produksi yang baik, sehingga keuntungan yang didapatkan juga bisa optimal.
"Panen tahun ini cukup baik ketimbang tahun lalu. Sekali panen bisa tiga rit untuk yang grade A," kata Purwanto, salah seorang petani buah nanas asal Desa Sugihawaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri di Kediri, Senin.
Ia mengatakan, untuk satu rit biasanya berisi hingga 6.000 buah nanas. Satu buah dihargai hingga Rp6 ribu, sehingga jika ditotal pendapatan yang akan diterima petani juga bisa baik.
Menurut dia, pascaerupsi Gunung Kelud pada Februari 2014, petani sudah semakin baik. Tanah menjadi lebih subur, sehingga tanaman juga bisa tumbuh dengan optimal.
endati saat erupsi, banyak tanaman yang produksinya terganggu, kini petani di sekitar Gunung Kelud sudah menjadi lebih sejahtera.
Purwanto menambahkan, warga di kaki Gunung Kelud mayoritas adalah petani, salah satunya bercocok tanam buah nanas. Jenis yang ditanam juga beragam misalnya simplek, nanas madu, dan jenis lainnya.
Untuk saat ini, petani lebih suka tanam jenis simplek dan nanas madu, karena lebih disukai oleh pembeli. Dimungkinkan, karena rasa buah dari jenis ini lebih manis dan lebih lembut, sehingga banyak yang suka.
Ia sendiri mengaku mempunyai sekitar 1 hektare lahan yang ditanami nanas. Biasanya nanas mulai bisa dipanen ketika umurnya sudah 18 bulan atau kurang sedikit. Namun, buah ini juga bisa dipetik sepanjang tahun, dipilih yang sudah matang buahnya.
"Buahnya kan tidak sama (bersamaan berbuah), jadi setiap waktu ada barang. Kalau berbuah setidaknya umur 18 bulan sudah bisa dipanen," kata pria yang juga pegiat desa wisata di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar ini.
Purwanto menambahkan, para petani juga tidak terlalu pusing akan menjual barangnya kemana, sebab ketika nanas sudah siap panen selalu didatangi oleh calon pembeli. Biasanya nanas dari kaki Gunung Kelud ini dijual memenuhi permintaan dari Kediri dan sekitarnya.
"Permintaan ini untuk lokal Kediri, bahkan ini saja masih kurang. Jadi, setiap ada yang siap panen, dijual," ujar dia.
Ia juga mengatakan, saat kegiatan pekan budaya dan pariwisata yang digelar oleh Pemkab Kediri, ia dengan para petani lainnya memanfaatkan kesempatan itu dan hasilnya cukup bagus. Setiap hari tak kurang dari satu mobil buah nanas ludes terjual, dengan mendaptkan uang hingga jutaan rupiah. Satu buah nanas jenis simplek dihargai sekitar Rp20 ribu, melihat besar atau kecilnya buah.
Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, memang salah satu sentra tanaman nanas. Dari luas wilayah desa 370,885 hektare, lahan yang ditanami buah nanas hampir setengahnya sekitar 150 hektare. Penduduknya juga menggantungkan hidup dari bertani salah satunya buah nanas. Di desa ini terdapat tujuh kelompok tani yang menggarap tanah dan ditanami buah nanas.
"Kami mengadakan pekan budaya dan pariwisata. Dalam acara itu, juga ada bazar UMKM, sehingga warga juga bisa menjual berbagai macam produknya, termasuk dari pertanian," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri Adi Suwignyo.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Panen tahun ini cukup baik ketimbang tahun lalu. Sekali panen bisa tiga rit untuk yang grade A," kata Purwanto, salah seorang petani buah nanas asal Desa Sugihawaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri di Kediri, Senin.
Ia mengatakan, untuk satu rit biasanya berisi hingga 6.000 buah nanas. Satu buah dihargai hingga Rp6 ribu, sehingga jika ditotal pendapatan yang akan diterima petani juga bisa baik.
Menurut dia, pascaerupsi Gunung Kelud pada Februari 2014, petani sudah semakin baik. Tanah menjadi lebih subur, sehingga tanaman juga bisa tumbuh dengan optimal.
endati saat erupsi, banyak tanaman yang produksinya terganggu, kini petani di sekitar Gunung Kelud sudah menjadi lebih sejahtera.
Purwanto menambahkan, warga di kaki Gunung Kelud mayoritas adalah petani, salah satunya bercocok tanam buah nanas. Jenis yang ditanam juga beragam misalnya simplek, nanas madu, dan jenis lainnya.
Untuk saat ini, petani lebih suka tanam jenis simplek dan nanas madu, karena lebih disukai oleh pembeli. Dimungkinkan, karena rasa buah dari jenis ini lebih manis dan lebih lembut, sehingga banyak yang suka.
Ia sendiri mengaku mempunyai sekitar 1 hektare lahan yang ditanami nanas. Biasanya nanas mulai bisa dipanen ketika umurnya sudah 18 bulan atau kurang sedikit. Namun, buah ini juga bisa dipetik sepanjang tahun, dipilih yang sudah matang buahnya.
"Buahnya kan tidak sama (bersamaan berbuah), jadi setiap waktu ada barang. Kalau berbuah setidaknya umur 18 bulan sudah bisa dipanen," kata pria yang juga pegiat desa wisata di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar ini.
Purwanto menambahkan, para petani juga tidak terlalu pusing akan menjual barangnya kemana, sebab ketika nanas sudah siap panen selalu didatangi oleh calon pembeli. Biasanya nanas dari kaki Gunung Kelud ini dijual memenuhi permintaan dari Kediri dan sekitarnya.
"Permintaan ini untuk lokal Kediri, bahkan ini saja masih kurang. Jadi, setiap ada yang siap panen, dijual," ujar dia.
Ia juga mengatakan, saat kegiatan pekan budaya dan pariwisata yang digelar oleh Pemkab Kediri, ia dengan para petani lainnya memanfaatkan kesempatan itu dan hasilnya cukup bagus. Setiap hari tak kurang dari satu mobil buah nanas ludes terjual, dengan mendaptkan uang hingga jutaan rupiah. Satu buah nanas jenis simplek dihargai sekitar Rp20 ribu, melihat besar atau kecilnya buah.
Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, memang salah satu sentra tanaman nanas. Dari luas wilayah desa 370,885 hektare, lahan yang ditanami buah nanas hampir setengahnya sekitar 150 hektare. Penduduknya juga menggantungkan hidup dari bertani salah satunya buah nanas. Di desa ini terdapat tujuh kelompok tani yang menggarap tanah dan ditanami buah nanas.
"Kami mengadakan pekan budaya dan pariwisata. Dalam acara itu, juga ada bazar UMKM, sehingga warga juga bisa menjual berbagai macam produknya, termasuk dari pertanian," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri Adi Suwignyo.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019