Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur, Senin, menggelar evaluasi kinerja BPR periode semester I tahun 2019 dan workshop penerapan manajemen risiko BPR di salah satu Hotel Banyuwangi, Jawa Timur, dengan mengangkat tema "Penerapan Manajemen Risiko untuk Mendorong Kinerja BPR di Jawa Timur"

Dalam keterangan tertulis diterima ANTARA di Banyuwangi, Senin, dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Direksi dan Komisaris dari 112 BPR se-Jawa Timur, ini merupakan salah satu wujud konkrit perhatian OJK terhadap perkembangan industri BPR di Provinsi Jawa Timur, yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun.

Dalam kegiatan evaluasi ini, OJK memberikan pemaparan mengenai perkembangan kinerja BPR sampai dengan triwulan I tahun 2019, serta memberikan mendaur ulang program berupa pembangunan kapasitas kepada pengurus BPR dalam bentuk Sosialisasi SEOJK No.1/SEOJK.03/2019.

Berkaitan tentang penerapan manajemen risiko bagi BPR oleh OJK dan workshop penerapan manajemen risiko melalui berbagi pengetahuan oleh narasumber dari salah satu BPR yang telah menerapkan manajemen risiko.

"Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih terus berlanjut, ekonomi Indonesia masih tumbuh positif yang ditopang oleh investasi dan konsumsi," kata Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur Heru Cahyono dalam sambutannya di acara Evaluasi Kinerja dan Workshop Penerapan Manajemen Risiko BPR se-Jatim di Banyuwangi.

Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2019 diproyeksikan 5,2 persen (yoy) dan pada triwulan I tahun 2019 terealisasi 5,07 persen (yoy). Sedangkan inflasi terjaga di 3,32 persen (yoy).

Selain itu, Indonesia dinilai positif di komunitas global, peringkat investasi Indonesia cukup baik dengan daya saing global yang terus meningkat, di mana S&P pada akhir Mei 2019 menaikkan peringkat Indonesia menjadi "BBB" dengan outlook stabil.

Heru Cahyono menyampaikan bahwa ekonomi di Jawa Timur pada triwulan I 2019 tumbuh 5,51 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional (5,07 persen) dengan tingkat inflasi sebesar 2,70 persen (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional (3,32 persen).

Sektor jasa keuangan di Jawa Timur, lanjutnya, juga mencatatkan kinerja yang positif, tercermin dari peningkatan volume usaha perbankan 8,22 persen (yoy) menjadi Rp593,9 triliun yang ditopang oleh pertumbuhan DPK sebesar 8,32 persen (yoy) menjadi Rp554,7 triliun dan kredit sebesar 8,99 persen (yoy) menjadi Rp482,4 triliun.

Sementara pangsa aset BPR konvensional terhadap industri perbankan di Jawa Timur, mencapai 2,36 persen, sedangkan pangsa DPK sebesar 1,67 persen dan kredit 2,13 persen.

Meskipun pangsa BPR konvensional relatif rendah, namun mencatatkan pertumbuhan volume usaha yang baik sebesar 5,42 persen menjadi Rp14 triliun, DPK 6,2 persen (yoy) menjadi Rp9,3 triliun dan kredit 6,81 persen menjadi Rp10,3 triliun.

Hal tersebut menunjukkan, tingkat kepercayaan masyarakat di Jawa Timur terhadap perbankan dan khususnya BPR, masih terjaga dengan baik.

Industri BPR di Jawa Timur diharapkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur terutama pada sektor UMKM.

OJK akan terus mendorong pertumbuhan kredit industri BPR di Jawa Timur, dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian, mengingat NPL BPR konvensional di wilayah Kantor OJK Regional 4 sebesar 8,26 persen.

Oleh karena itu, Heru Cahyono meminta agar BPR mampu lebih adaptif dan kreatif dalam mengembangkan produk dan layanan kepada masyarakat dengan memanfaatkan teknologi yang didukung SDM yang kompeten.

Seiring dengan perkembangan industri BPR yang ditunjukkan oleh berkembangnya jumlah jaringan kantor serta kompleksitas produk dan aktivitas, OJK Kantor Regional 4 Jawa Timur mendorong BPR untuk mengimplementasikan manajemen risiko yang dapat disesuaikan dengan kelompok kegiatan usaha dan kompleksitas usahanya.

"Melalui sosialisasi dan implementasi SEOJK No.1/SEOJK.03/2019 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi BPR, diharapkan menjadi salah satu upaya untuk memperkuat kelembagaan dan meningkatkan reputasi industri BPR sesuai dengan arah kebijakan pengembangan BPR dalam rangka menciptakan sektor keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta memiliki daya saing yang tinggi," katanya.

Heru Cahyono menambahkan, perhatian mengenai pentingnya penguatan modal bank untuk meningkatkan kapabilitas SDM dan pemanfaatan teknologi informasi, agar dapat bersaing di tengah kompetisi yang ketat dan kompleks, dan ia juga mengingatkan agar BPR mengupayakan sejak dini kewajiban pemenuhan modal inti minimum yang harus dipenuhi pada akhir tahun 2019.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019