Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan kompensasi kepada 16 korban terorisme yang terjadi di Surabaya pada Mei 2018 sebesar Rp1,1 miliar
"Pemberian kompensasi didasarkan atas putusan pengadilan yang memerintahkan negara membayarkan kompensasi sebesar Rp1,1 miliar," ujar LPSK Hasto Atmojo Suroyo di sela pemberian kompensasi di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Rabu.
Negara, kata dia, semakin serius memperhatikan warganya, termasuk saksi dan korban tindak pidana sebagai salah satu bukti keseriusan negara memberikan pelayanan dan keadilan kepada masyarakat.
"Pembayaran kompensasi ini membuktikan aturan tentang hak-hak korban yang dituangkan dan dijamin dalam undang-undang," ucapnya.
Ia menjelaskan, pembayaran kompensasi kepada para korban terorisme seperti kasus ledakan bom di Surabaya merupakan sejarah baru dalam dunia hukum, sebab sebelumnya peraturan yang ada hanya mengatur hak-hak tersangka terdakwa maupun terpidana.
"Sekarang sudah ada jaminan terhadap hak-hak para saksi dan korban. Mudah-mudahan dengan adanya pembayaran kompensasi ini dapat dijadikan sebagai secercah harapan untuk dapat memulihkan kehidupan para korban," katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menilai kompensasi merupakan bentuk kehadiran pemerintah menyapa dan melindungi warganya serta menjadi ikhtiar pemerintah.
Menurut dia, tragedi terorisme setahun lalu mengingatkan untuk saling menghormati dan menghindari hal-hal yang mencederai, apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang.
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu mengatakan siap memberikan memberi psikososial terapi terhadap korban terorisme ledakan bom sebagai upaya menumbuhkan semangat.
"Kalau memang dibutuhkan psikososial terapi kami akan segera melakukan koordinasi teknis dengan dinas terkait," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Pemberian kompensasi didasarkan atas putusan pengadilan yang memerintahkan negara membayarkan kompensasi sebesar Rp1,1 miliar," ujar LPSK Hasto Atmojo Suroyo di sela pemberian kompensasi di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Rabu.
Negara, kata dia, semakin serius memperhatikan warganya, termasuk saksi dan korban tindak pidana sebagai salah satu bukti keseriusan negara memberikan pelayanan dan keadilan kepada masyarakat.
"Pembayaran kompensasi ini membuktikan aturan tentang hak-hak korban yang dituangkan dan dijamin dalam undang-undang," ucapnya.
Ia menjelaskan, pembayaran kompensasi kepada para korban terorisme seperti kasus ledakan bom di Surabaya merupakan sejarah baru dalam dunia hukum, sebab sebelumnya peraturan yang ada hanya mengatur hak-hak tersangka terdakwa maupun terpidana.
"Sekarang sudah ada jaminan terhadap hak-hak para saksi dan korban. Mudah-mudahan dengan adanya pembayaran kompensasi ini dapat dijadikan sebagai secercah harapan untuk dapat memulihkan kehidupan para korban," katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menilai kompensasi merupakan bentuk kehadiran pemerintah menyapa dan melindungi warganya serta menjadi ikhtiar pemerintah.
Menurut dia, tragedi terorisme setahun lalu mengingatkan untuk saling menghormati dan menghindari hal-hal yang mencederai, apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang.
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu mengatakan siap memberikan memberi psikososial terapi terhadap korban terorisme ledakan bom sebagai upaya menumbuhkan semangat.
"Kalau memang dibutuhkan psikososial terapi kami akan segera melakukan koordinasi teknis dengan dinas terkait," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019